Jumat, 14 November 2014

Memantaskan Diri untuk Dicintai



“Aku dimadu mbak, dan aku tidak mempunyai kekuatan sehingga aku terpaksa tinggal serumah dengan maduku. Tak masalah jika aku diperlakukan adil, tetapi di rumah itu aku hanya bagaikan pembantu. Anak hasil pernikahanku dengan suamiku pun tidak mendapat perhatian selayaknya seorang ayah kepada anaknya. Dan aku ke sini untuk dapat bekerja dan mengumpulkan uang. Aku ingin segera mengajukan gugatan cerai!”

Termangu saya mendengar kisah rumah tangga yang dialami salah seorang kerabat jauh saya. Heran, sedih, prihatin tetapi saya juga ingin marah dan memaki sosok lelaki yang telah berlaku arogan tersebut. Tetapi setelah berbicara lebih lanjut dan mengenal lebih dekat dengan sosok wanita berperawakan subur itu, saya jadi memahami satu hal. Ketidakadilan yang dialaminya itu bukan serta merta terjadi karena arogansi sang suami tetapi faktor yang ada dalam sang istri juga turut andil.

Kejadian yang menimpanya mungkin bisa jika dimasukkan dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT, bukan kekerasan secara fisik tetapi secara psikologis). Tekanan dan ketidakadilan yang dialaminya sebenarnya dapat menjadi alasan untuknya melakukan ‘perlawanan’.

KDRT yang marak terjadi dalam kehidupan berkeluarga menjadi salah satu ciri tidak adanya rasa cinta dalam keluarga tersebut khususnya pada pelaku tindakan KDRT. Rasa cinta yang telah memudar tersebut parahnya lagi malah berubah menjadi rasa benci. Rasa benci yang tumbuh tersebut lalu mengakibatkan tindakan KDRT.

Lalu mengapa perempuan seakan mudah menjadi korban KDRT? Ternyata sosok perempuan yang lembut dan terkesan nrimo tidak selamanya menguntungkannya. Tidak selamanya lelaki suka dengan semua itu. Mungkin itu pula yang terjadi dengan kasus di atas. Lantas apa yang harus dilakukan seorang istri untuk dapat tetap berbakti tanpa memposisikan diri seakan tanpa daya?

Berjuta pesona dan kekuatan sebenarnya tersembunyi di balik sosok lemah gemulai dan indahnya perawakan tubuh perempuan. Jadi jangan hanya diam terhadap sebuah ketidakadilan! Dan sebagai perempuan ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk meninggikan posisinya di mata suami.

Kuncinya yaitu jangan berhenti untuk menjadi pintar! Berusahalah untuk pintar! Dan percaya dirilah karenanya. Tak akan ada laki-laki yang betah berlama-lama terlibat hubungan dengan orang ‘kurang pintar’, kecuali jika lelaki tersebut memang tidak pintar. Seandainya pun ada, maka itu pastilah hanya sebagai basa-basi saja dan lama-lama akan tercium aroma basinya.

Membuka wawasan diri dan meningkatkan keindahan pribadi salah satunya dengan mencintai ilmu pengetahuan. Dengan mencintai ilmu pengetahuan kita akan selalu haus untuk mencarinya dan tak sadar meningkatlah nilai diri kita. Karena suami tidak hanya menginginkan kecantikan fisik tetapi juga mengharapkan kecerdasan dan kebijaksanaan pendamping hidupnya. Dan itu hanya dapat kita capai jika kita tidak pernah berhenti belajar dan membuka wawasan.

Dengan begitu semoga tak ada lagi kasus serupa dan berganti kekaguman dan pengakuan suami “Aku tak mau dan tak berani menyakiti istriku, karena dia pintar. Kalau aku menyakiti dirinya dan dia ‘memberontak’ maka akulah yang akan rugi dan menyesal.”

Karena cinta tidak akan bertahan lama tanpa kekaguman di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar