“Aku dimadu mbak, dan aku tidak mempunyai kekuatan
sehingga aku terpaksa tinggal serumah dengan maduku. Tak masalah jika aku
diperlakukan adil, tetapi di rumah itu aku hanya bagaikan pembantu. Anak hasil
pernikahanku dengan suamiku pun tidak mendapat perhatian selayaknya seorang
ayah kepada anaknya. Dan aku ke sini untuk dapat bekerja dan mengumpulkan uang.
Aku ingin segera mengajukan gugatan cerai!”
Termangu saya mendengar kisah rumah tangga yang
dialami salah seorang kerabat jauh saya. Heran, sedih, prihatin tetapi saya
juga ingin marah dan memaki sosok lelaki yang telah berlaku arogan tersebut. Tetapi
setelah berbicara lebih lanjut dan mengenal lebih dekat dengan sosok wanita
berperawakan subur itu, saya jadi memahami satu hal. Ketidakadilan yang
dialaminya itu bukan serta merta terjadi karena arogansi sang suami tetapi faktor
yang ada dalam sang istri juga turut andil.
Kejadian yang menimpanya mungkin bisa jika dimasukkan
dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT, bukan kekerasan secara fisik
tetapi secara psikologis). Tekanan dan ketidakadilan yang dialaminya sebenarnya
dapat menjadi alasan untuknya melakukan ‘perlawanan’.
KDRT yang marak terjadi dalam kehidupan berkeluarga
menjadi salah satu ciri tidak adanya rasa cinta dalam keluarga tersebut
khususnya pada pelaku tindakan KDRT. Rasa cinta yang telah memudar tersebut
parahnya lagi malah berubah menjadi rasa benci. Rasa benci yang tumbuh tersebut
lalu mengakibatkan tindakan KDRT.
Lalu mengapa perempuan seakan mudah menjadi korban
KDRT? Ternyata sosok perempuan yang lembut dan terkesan nrimo tidak selamanya menguntungkannya. Tidak selamanya lelaki suka
dengan semua itu. Mungkin itu pula yang terjadi dengan kasus di atas. Lantas apa
yang harus dilakukan seorang istri untuk dapat tetap berbakti tanpa
memposisikan diri seakan tanpa daya?
Berjuta pesona dan kekuatan sebenarnya tersembunyi di
balik sosok lemah gemulai dan indahnya perawakan tubuh perempuan. Jadi jangan
hanya diam terhadap sebuah ketidakadilan! Dan sebagai perempuan ada banyak cara
yang dapat ditempuh untuk meninggikan posisinya di mata suami.
Kuncinya yaitu jangan berhenti untuk menjadi pintar! Berusahalah
untuk pintar! Dan percaya dirilah karenanya. Tak akan ada laki-laki yang betah
berlama-lama terlibat hubungan dengan orang ‘kurang pintar’, kecuali jika
lelaki tersebut memang tidak pintar. Seandainya pun ada, maka itu pastilah
hanya sebagai basa-basi saja dan lama-lama akan tercium aroma basinya.
Membuka wawasan diri dan meningkatkan keindahan
pribadi salah satunya dengan mencintai ilmu pengetahuan. Dengan mencintai ilmu
pengetahuan kita akan selalu haus untuk mencarinya dan tak sadar meningkatlah
nilai diri kita. Karena suami tidak hanya menginginkan kecantikan fisik tetapi
juga mengharapkan kecerdasan dan kebijaksanaan pendamping hidupnya. Dan itu
hanya dapat kita capai jika kita tidak pernah berhenti belajar dan membuka
wawasan.
Dengan begitu semoga tak ada lagi kasus serupa dan
berganti kekaguman dan pengakuan suami “Aku tak mau dan tak berani menyakiti
istriku, karena dia pintar. Kalau aku menyakiti dirinya dan dia ‘memberontak’
maka akulah yang akan rugi dan menyesal.”
Karena cinta tidak akan bertahan lama tanpa kekaguman
di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar