Kamis, 30 Juli 2015

Sedikit Hikmah dari Sebuah Peristiwa

Hampir saja bulan Juli ini terlewat tanpa ada satu pun postingan di blog ini. Fiuuh, cepat sekali rasanya hari berlalu. Lha kok, tiba-tiba sudah ada di penghujung bulan. Bulan ini memang menjadi bulan sibuk bagi saya *bukan sok sibuk lho ya. Awal bulan yang masih bulan Ramadhan dan tentunya setelah itu dilanjutkan dengan jadwal padat di bulan Syawal *apalagi kalau bukan silaturahim ke sanak saudara, baik yang di dalam kota maupun yang luar kota.

Sebenarnya sih, kemarin sudah ada plan untuk menyisakan waktu di rumah selama seminggu terakhir sebelum libur lebaran usai. Tetapi, manusia berkehendak dan Tuhan  yang menentukan *begitukan pepatah bijak mengatakan. Yah, saya dan keluarga menerima kabar mengagetkan sekaligus sangat menyedihkan bagi kami. Kakak ipar laki-laki yang tinggal di luar kota, yaitu di Jakarta meninggal dunia setelah selama dua tahun berjuang tak kenal lelah mengejar kesembuhan untuk kesehatan jantungnya. Dan sekali lagi, kehendak Tuhan berkata lain. 

Di saat ketiga anak perempuannya masih sangat membutuhkan kekuatan sosok seorang ayah, pada saat itu jua Allah SWT justru ingin memberikan kekuatan-Nya dan mengajarkan hamba-Nya bahwa memang benar tak ada kekuatan melebihi kekuatan-Nya. Derai tangis sudah tak lagi merubah keadaan, sehingga kami memilih untuk tidak berlarut dalam menangisi kepergiannya.

Sosok yang pendiam tapi perhatian itu sudah menghadap-Nya, usai sudah tugasnya di dunia. Tetapi kami masih tetap harus melanjutkan perjalanan kami masing-masing. Entah sampai kapan? Sepi dan kehilangan, tentu saja. Tetapi apakah keluhan dan ratapan akan menyelesaikan masalah ini? Tidak bukan?

Banyak yang bisa saya ambil dan membuka tabir kesadaran saya dari cobaan yang ini. Diantaranya saya bagi dalam postingan kali ini.

  1. Ternyata maut itu sangat dekat. Teramat dekat, meski sering kita tidak menyadarinya atau mungkin sengaja tidak mau menyadari tanda-tandanya. Sehingga tak ada waktu untuk memikirkan sesuatu yang tidak membawa kebaikan. Bersantai dengan keadaan hanya akan dilakukan oleh orang yang merasa dirinya tidak akan mati. Memanjakan diri dengan keasyikan duniawi sangat melenakan sehingga lupa bahwa malaikat maut telah mengintai *ih kok jadi syereem gini ya. Tapi bener, kematian kakak ipar ini sedikit membangunkan saya dari enaknya tidur panjang yang harus segera saya hentikan. Waktu tidak akan berkompromi, yang tertinggal hanya mimpi tak bertepi.
  2. Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk hamba. Jujur, kami seluruh keluarga besar tidak percaya beliau telah tiada. Bukan apa-apa. Hanya saja, sepertinya tugas beliau masih banyak. Anak-anak masih kecil, yang paling besar baru akan masuk SMA, adiknya kelas 6 SD dan si bungsu masih TK besar. Dan masih banyak tugas-tugas beliau yang lain. Hmmm, tapi di balik semua yang terjadi justru ada terselip sedikit tawa meski perih. Yah, kami menertawakan diri sendiri karena semakin menyadari bahwa kami ini memang hanya makhluk. Sebaik apapun kami merangkai dan membuat skenario, tetap karya Sang Maha Pembuat Skenario yang akan ditayangkan.Kami mah apa atuh ... begitu kata orang sekarang. Tuhan, Gusti Allah yang benar-benar tahu bahwa memang harus beginilah adanya. Tuhan telah mengajari kami melalui peristiwa  ini, bahwa tugas kami/kita memang sebatas tugas seorang hamba. Selebihnya biar Tuhan saja yang mengaturnya.