Kamis, 21 Desember 2023

Siap Menjadi Dewasa?

 “Takut tambah dewasa… takut aku kecewa, takut tak semudah yang kukira….” Sebuah lirik yang sangat terkenal akhir-akhir ini. Seolah ingin menyampaikan bahwa menjadi dewasa itu tidak enak. Sebuah lirik yang sepertinya kurang lebih akan mempengaruhi cara berpikir setiap manusia yang pasti melewati fase itu. Fase seseorang harus menjadi dewasa. Entah menjadi dewasa karena dipaksa, dewasa karena jiwanya telah siap, atau seseorang yang terjebak dalam umur dewasa dan dia tetap tidak mau menjalani kodratnya. Yang terakhir ini biasanya disebut umurnya telah menua tetapi kedewasaannya tidak mengikuti usianya.

Dan saya yang sudah memasuki usia dewasa ini semakin menyadari bahwa saya akhir-akhir ini semakin sering menghadapi hal-hal yang katanya hanya dihadapi oleh orang-orang dewasa. Berbagai masalah datang bertubi-tubi dan dari berbagai arah. Kalau tidak siap menjadi dewasa maka yang terjadi ya memang akan lebih banyak kecewanya dari pada menjalani setiap fase itu dengan seutuhnya. Menikmati setiap masalah dengan berbagai cara yang tidak merusak dan menghinakan diri sendiri sejauh ini menjadi solusi yang bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah. Kok jadi kayak pegadaian hehehe….

Melihat dari diri saya sendiri dulu supaya lebih mudah menelaah apa saja yang telah terjadi di usia yang sudah dewasa ini. Baik kita mulai, saya adalah seorang wanita dan sekarang berperan sebagai istri, ibu, ipar, kakak, keponakan dan lain-lain. Sebelumnya mungkin peran saya tidak sekompleks itu. Dulu saya sebatas seorang anak, kakak, keponakan dan teman bermain yang semuanya itu tidak menuntut tanggung jawab lebih. Tidak akan ada orang di sekitar saya yang menuntut saya bersikap dan bertindak di luar usia saya. Semua persoalan masa kecil itu sekarang menjadi terlihat sederhana dan mudah. Iya saya menyebutnya sekarang karena tentu saya dulu juga berusaha menjalani peran itu dengan sebaik-baiknya dan tentu juga sering mengalami kendala sesuai usia yang sedang dijalani.

Lalu sekarang peran saya bertambah, semakin banyak dan tentu saja semakin kompleks. Dan dari semua peran itu, semakin saya sadari perlunya ketenangan dan penerimaan penuh dalam menjalaninya. Contoh satu tugas dan tanggung jawab dari semua itu mencakup kata ‘’berbakti’’. Satu kata itu tetapi bisa mengejawantah sangat luas dan tak ada ujung pangkalnya. Seolah menjadi berbakti itu bisa sangat luas cakupan wilayahnya. Berbaktinya seorang istri tidak cukup dengan melayani suami, tetapi bisa sampai ke menghormati semua saudara dari pihak suami termasuk tentu saja berbakti kepada orang tua suami dan itu semakin tidak berujung saja. Menjadi seorang ibu tentu tidak cukup dengan melahirkan dan menyusui anak-anak saja, tetapi meluas lagi harus bisa mendidik dan merawat mereka dengan baik. Lalu jika dijabarkan lagi proses mendidik dan merawat itu terdiri dari banyak sekali proses dan usaha yang harus dikerjakan.

Menjadi dewasa tentu tidak semudah menjadi anak-anak. Karena menjadi dewasa berarti menjadi manusia yang harus bisa berperan banyak tadi. Dia tidak cukup menjadi anak lalu selamanya bertingkah polah selayaknya anak kecil. Dia memang masih seorang anak dari kedua orang tuanya, tetapi saat dia menambahkan peran satu lagi yaitu misalnya sebagai istri maka tugas dan tanggung jawabnya tentu saja juga bertambah seiring dengan peran yang telah diambilnya. Ada wewenang dan tanggung jawab yang akan dipertaruhkan saat hari penimbangan kelak. Ada pertanyaan tentang bagaimana dan apa yang kamu telah lakukan terhadap semua yang kamu pimpin.

Lalu jika menjadi dewasa terkesan menakutkan, mungkin yang merasa takut itu karena belum siap menjadi dewasa. Tidak ada yang datang tiba-tiba lalu berjalan dengan baik tanpa persiapan. Bahkan untuk menghadapi ujian sekolah saja kita perlu belajar dan berlatih serta harus mempersiapkan semuanya agar tidak banyak kendala. Lalu mengapa menjadi dewasa seolah hanya datang tiba-tiba tanpa aba-aba.

Menjadi dewasa sama seperti menjalani semua proses ujian di dunia ini. Kita akan lebih mudah menjalaninya saat kita mempersiapkan segalanya dengan baik. Ada banyak sekali persiapan yang bisa kita lakukan agar memudahkan menjalani proses saat benar-benar dewasa nantinya:

  • Tentukan tujuan

Belajar menjadi dewasa berarti kita harus mulai berfikir untuk bisa menentukan tujuan hidup kita. Setelah kita tahu tujuan hidup kita apa maka kita akan lebih mudah dalam mejalani hari karena kita tahu ke mana arah yang akan kita tuju. Menjadi dewasa akan terasa lebih berat jika kita belum tahu arah yang benar yang akan kita tuju. Semua orang mungkin memiliki tujuan, tetapi tujuan yang hakiki yang akan membawa ke kedamaian yang sebenarnya tidak diketahui oleh semua orang. Membuka lebar-lebar mata dan telinga sedikit banyak bisa membantu kita lebih peka dalam mencari tujuan yang sebenarnya.

  • Belajar bertanggung jawab

Menjadi dewasa berarti menjadi manusia dengan fase di mana akan semakin banyak tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhinya. Untuk itu belajar bertanggung jawab sejak masih masa kanak-kanak atau remaja akan membuat kita siap ketika tiba waktunya kita harus mengemban lebih banyak tanggungjawab. Semakin banyak peran dan tanggung jawab maka semakin sempit waktu yang kita miliki untuk bisa memnuhi semua tanggung jawab itu. Di sini saya tidak bermaksud mengintimidasi bahwa menjadi dewasa artinya melakukan semuanya sendiri. Tidak, tetapi menjadi dewasa artinya mengetahui dan menyadari semua yang menjadi tanggung jawabnya dan mencari jalan keluar agar semuanya itu bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. Di sini sangat dibutuhkan strategi dan perencanaan. Tak mudah mengatur waktu dan tenaga yang semakin hari semakin banyak batasan dan ketidakmampuan. Maka langkah terbaik untuk mengurangi beban adalah dengan membagi tanggung jawab besar itu menjadi printilan yang berupa tugas-tugas kecil sehingga memudahkan kita menyelesaikannya, hal itu juga akan memudahkan kita saat butuh mendelegasikannya. Jika di awal kita sudah paham betul tanggung jawab kita maka langkah selanjutnya hanya teknis penyelesaian masalah. Tetapi jika di awal kita tidak sadar atau bahkan tidak peduli dengan tanggung jawab kita maka hal itu harus diselesaikan dulu kecuali kita memang memilih menjadi kanak-kanak dalam tubuh orang yang semakin tua. Menjadi dewasa sangat bisa dilihat dari seberapa besar dan sadar seseorang bertanggung jawab dengan apa-apa yang harus diembannya.

  • Melakukan yang terbaik setiap waktu

Setelah menyadari tanggung jawab yang semakin banyak dengan waktu dan tenaga yang semakin sedikit maka mengambil peran setiap waktu dengan sebaik-baiknya berarti kita sedang meringankan dan menjalani tanggung ajwab itu satu per satu. Pembagian tanggung jawab menjadi tugas-tugas yang lebih rinci akan memudahkan kita menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Setiap waktu yang ada harus diisi dengan pemenuhan tanggung jawab dan memang harus begitu kecuali kita memang tidak ingin menjadi manusia yang bertanggung jawab atau dengan kata lain kita tidak mau menjadi dewasa.

  • Menambah kapasitas diri dengan ilmu

Lalu pengalaman dan berbagai kejadian yang harus dihadapi oleh orang dewasa tentu membutuhkan kematangan berfikir dan bertindak. Seseorang dengan pengalaman dan wawasan sempit tentu akan berbeda saat menyikapi suatu kejadian dari pada orang dengan wawasan luas dan pemikiran yang kaya. Hal itu tentu tidak bisa ditunggu dan diam tak berusaha mencarinya. Tetapi kedewasaan akan lebih mudah dijalani jika kita sudah paham ilmunya. Tidak berhenti mencari ilmu dan mengisi diri dengan berbagai wawasan adalah salah satu jalan supaya kepala kita tidak kosong. Kepala yang ada isinya akan lebih mudah siap mencari referensi dan panduan saat ada persoalan datang.

Semoga kita semua bisa melewati masa-masa dewasa kita dengan lebih siap dan bertanggung jawab.

Banyak Gerak, Banyak Gagal?

 “Would you like me to give you a formula for success” It’s quite simple, really: Double your rate of failure. You are thinking of failure as the enemy of success. But it isn’t at all. You can be discouraged by failure or you can learn from it, so go ahead and make mistakes. Make all you can. Because remember, that’s where you will find success.” –Thomas J. Watson

Pernah merasa gak dulu waktu kecil orang tua sering memarahi kalau kita melakukan kesalahan, baik karena disengaja ataupun tidak. Disadari atau tidak ternyata hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan keberanian seseorang untuk bergerak. Pasti diantara kita sering mendengar atau mengucapkan kepada anak-anak kita:

“Jangan banyak tingkah, mbok yang anteng gitu lho.”

“Dari tadi kok gak bisa diem, malu diliat orang.’’

Ternyata dampak dari kalimat-kalimat larangan yang sering dilontarkan kepada anaknya yang “banyak tingkah” sangat berpengaruh saat dewasa. Cap bahwa banyak gerak itu sering menimbulkan masalah dan itu terstigma tidak baik, menyebabkan kita takut untuk bergerak yang kemungkinan besar akan menghadapi banyak masalah. Seolah menjadi keyakinan bersama bahwa lebih enak diam saja dan lebih mudah terhindar dari masalah. Janga pernah coba-coba deh dari pada kamu sendiri yang repot. Kurang lebih intinya begitu. Menghadapi masalah seolah dianggap sebagai masalah jadi lebih baik menghindari masalah. Caranya bagaimana ? Ya caranya dengan lebih banyak diam. Begitu kira-kira solusi mudahnya.

Padahal semakin banyak diam, semakin tidak ada pengalaman. Pengalaman itu bisa berupa pengalaman baik ataupun buruk. Tetapi kalau kita tidak mencoba melakukan sesuatu maka sudah pasti kita tidak akan mendapat pengalaman apa pun. Dan lagi salah satu sifat dasar makhluk hidup adalah bergerak. Jadi bagaimana mungkin sepanjang hidup kita tidak mau bergerak hanya karena takut melakukan kesalahan.

Padahal kalimat motivasi di awal tadi sudah jelas bahwa kunci sukses adalah dengan sering menemui kegagalan dan kesalahan. Ada kemungkinan kamu akan terpuruk karenanya, tetapi kamu juga bisa belajar banyak dari berbagai kegagalan yang kamu temui itu. Dan hal itu hanya akan kamu dapati saat kamu mau melakukan seseuatu. Lakukan sesuatu sebaik yang kamu bisa, sebanyak yang kamu mampu. Semakin banyak kamu melakukan sesuatu berarti semakin banyak pengalaman yang akan kamu temui. Pengalaman baik atau buruk itu tetap merupakan pelajaran bagi setiap orang yang mau mengambil pelajaran. Dan pengalaman baik juga tidak akan menjadikan apa-apa saat di tangan orang yang salah memaknainya.

Lalu bagaimana cara supaya kita lebih berani bergerak dan melakukan sesuatu?

  • Diam artinya menganggur dan itu merusak

Sudah banyak motivasi yang membagikan betapa menjadi diam itu sangat merusak. Ibarat air apabila ia hanya diam dan menggenang maka banyak keburukan yang bisa ditimbulkannya. Di dalam air yang menggenang itu sering sebagai sarang jentik nyamuk dan air yang menggenang akan membuat lapuk sekitarnya dan merusak. Air yang benda mati saja kalau tidak bergerak bisa sangat merusak, lantas kita, manusia, yang merupakan makhluk hidup dengan sifat dasarnya bergerak, akan jadi seperti apa jika kita hanya berdiam diri saja?

  • Bergerak untuk suatu keberkahan

Seperti nasihat dari seorang guru mengenai banyaknya keberkahan yang akan diperoleh dari aktivitas bergerak. Tentu bergerak yang dimaksud di sini adalah semua yang dilakukan dalam bentuk dan tujuan kebaikan. Pergerakan yang bertujuan dan dengan cara yang tidak baik maka tidak bisa mengharapkan keberkahan di dalamnya. Diam identik dengan malas dan bergerak sangat mengisyaratkan sifat rajin dari yang melakukannya.

  • Apa yang kau tanam maka itu yang akan kau tuai

Sebuah pepatah lama ini mengajarkan untuk terbiasa berproses untuk mencapai tujuan. Jika proses yang dilakukan terkait dengan hal-hal baik maka kemungkinan besar yang dituai adalah kebaikan juga. Ada yang mencontohkan jika kita menanam padi maka memang akan tumbuh rumput, tetapi jika kita menanam rumput kecil kemungkinan padi akan tumbuh di situ. Seperti inilah biasanya kehidupan bekerja. Menanam hal baik bukan berarti tidak akan menemui hal-hal yang kurang baik, tetapi jika kita hanya menanam hal-hal buruk maka yang akan kita panen tentu saja hanya keburukan saja.

  • Tak ada yang dapat mengubah nasib suatu kaum kecuali dirinya sendiri

Dalam salah satu ayat di al Quran juga sudah disinggung bahwa jalan untuk mengubah nasib adalah dengan mengusahakan perubahan itu. Jika suatu perbaikan sudah diusahakan maka akan ada kebaikan yang didapat, tetapi jika tidak melakukan apa-apa besar kemungkinan kita juga tidak memperoleh apa-apa.

  • Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah

Lalu mungkin ada yang berpikir bahwa kalau memang rejeki tidak akan ke mana-mana. Ya, itu juga masuk akal. Tetapi ternyata sudah diterangkan oleh nabi bahwa tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Seseorang yang memberi lebih baik dari seorang peminta-peminta. Bagaimana orang itu bisa memberi jika tidak mempunyai apa-apa yang bisa dibagi? Oleh karena itu bergerak, mengusahakan sesuatu adalah suatu bentuk pemantasan diri bahwa diri ini layak untuk mendapatkan yang lebih. Lalu dari kelebihan yang dimiliki tersebut aktivitas tangan di atas bisa dilakukan.

Jika sudah sangat banyak kalimat motivasi dan pepatah yang mengajarkan pentingnya untuk berkarya dan berdaya, lalu mengapa masih banyak kita yang enggan bergerak, dan justru lebih senang bermalas-malasan. Berikut saya rangkum dari beberapa sumber untuk kita pelajari:

  • Tugas dan kewajiban yang tidak jelas

Pernah gak melihat atau mungkin diri sendiri yang merasa malas melakukan sesuatu karena tidak adanya kejelasan tugas dan tanggung jawab? Beberapa pemilik usaha melakukan introspeksi setelah mengetahui karyawannya bermalas-malasan. Dan jawabannya ternyata bukan semata-mata karena mereka malas bekerja, tetapi karena tidak ada kejelasan tugas dan kewajiban (jobdesk). Seseorang yang merasa keberadaannya tidak terlalu dibutuhkan juga akan menjadi lebih malas dari pada orang yang tahu bahwa keberadaan dirinya sangat dibutuhkan. Untuk menghindari ketidakjelasan tugas dan kewajiban maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membuat penjelasan rinci mengenai apa saja yang harus dikerjakan setiap hari dan ditegaskan dengan membuat jadwal kegiatan.

Penjabaran tugas dan kewajiban ini juga sangat penting untuk dipraktikkan untuk diri sendiri. Saya pribadi juga memperoleh banyak manfaat dari melakukan penjadwalan kegiatan apa saja yang harus dilakukan setiap harinya. Jadwal yang saya buat tentu saja berisi tugas yang harus diselesaikan setiap hari dan dilengkapi dengan alokasi waktunya. Sebelum saya menggunakan jadwal harian, sebanyak apa pun pekerjaan tidak terasa hingga kadang menyebabkan malas karena merasa tidak banyak yang akan dikerjakan. Ternyata setelah dirinci beserta kebutuhan waktunya sangat terlihat jelas beban pekerjaan yang harus diselesaikan. Mengetahui dan menakar beban pekerjaan kita membuat semangat untuk segera menyelesaikannya.

  • Target yang terlalu banyak atau terlalu tinggi

Membuat target terhadap apa-apa yang ingin dicapai tentu sangat penting, tetapi jika target yang dibuat terlalu tinggi yang terjadi justru sebaliknya karena target yang terlalu tinggi itu akan membuat pikiran tidak fokus, kesulitan mengurai pekerjaan menjadi langkah-langkah yang akan diambil dan malah bingung mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

  • Tidak tertarik/ tidak menguasai bidang itu

Sepenting apa pun pekerjaan itu kalau kita tidak memiliki ketertarikan di bidang itu tentu akan tetap malas melakukannya. Untuk hal-hal yang kita memiliki ketertarikan pasti tanpa disuruh akan kita lakukan bahkan sampai lembur-lembur juga tidak masalah bukan? Tetapi sebaliknya pada hal-hal yang sama sekali tidak kita sukai maka tidak ada motivasi untuk mengerjakannya dan akan mencari berbagai alasan untuk menghindari pekerjaan atau tugas tersebut.

Penyebab munculnya rasa malas adalah karena kita tidak/belum menguasai bidang itu, sehingga menimbulkan perasaan takut. Berat rasanya melakukan sesuatu yang kita tidak mempunyai kompetensi di dalamnya dan ujung-ujungnya menunda-nunda pengerjaan tersebut. Semangat langsung hilang saat kita dihadapkan pada sesuatu yang asing bagi kita. Antara takut memulai dan takut melakukan kesalahan. Padahal sebenarnya bayangan ketakutan ini belum tentu menjadi kenyataan. Mungkin setelah dicoba dan ditekuni, meski tidak mudah, akan ada titik terang dan sedikit pengetahuan dalam pekerjaan tersebut. Setelah memahami pekerjaan dan bagaimana cara menyelesaikannya kemungkinan besar semangat juga akan muncul.

  • Tidak ada tujuan yang jelas dari aktivitas yang akan dilakukan

Penyebab seseorang malas melakukan suatu hal yaitu karena dia tidak tahu apa maksud dari aktivitas yang akan dilakukannya tesebut. Apa manfaat yang bisa diperoleh jika melakukan hal tersebut. Memang sudah watak manusia bahwa dia akan bersemangat melakukan sesuatu yang mempunyai manfaat langsung untuknya. Jadi kegiatan yang dirasa tidak memiliki manfaat langsung pasti sebisa mungkin akan dihindari. Mengetahu tujuan dari setiap kegiatan yang dilakukan sangat penting agar lebih bersemangat dalam mengerjakannya. Misalnya kita belajar Bahasa Inggris untuk supaya bisa melanjutkan sekolah ke luar negeri, kita belajar masak agar bisa membuka usaha catering dan lain sebagainya. Dengan memvisualisasikan tujuan di pikiran kita maka akan terlihat jelas arah yang kita tuju dan lebih meningkatkan semangat kita dalam proses pencapaiannya.

Dunia Remaja

Sebagai ibu dengan dua anak laki-laki yang sudah mulai remaja, saya seringkali merasa gusar, selalu muncul kekhawatiran bahwa saya tidak bisa mengawal dua amanat yang dititipkan Tuhan ini. Untuk sedikit menambah pengetahuan saya tentang dunia anak-anak remaja sekarang maka saya sering membaca atau menyimak hal-hal yang ada kaitannya dengan remaja. Saya mencoba meringkas beberapa hal yang menjadi tantangan anak remaja di jaman teknologi digital ini.

Beberapa masalah yang dialami remaja sekarang ini yaitu :

  • Pertemanan yang toksik

Pertemanan yang toksik ini tidak hanya baru muncul sekarang, sejak jaman dulu juga sudah ada tipe-tipe teman yang seperti ini. Entah apa maksudnya dengan menjadi teman yang toksik tetapi sungguh keberadaannya sangat menjengkelkan dan menakutkan bagi remaja lain seusianya. Jika tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup rasanya sangat sulit keluar dari pertemanan toksik ini. Jadi kuncinya adalah percaya diri dengan cita-cita sendiri dan mampu memperjuangkannya bahkan saat tidak ada seorang pun yang mendukung usahanya. Tidak ada jalan lain selain keluar dari pertemanan yang merugikan itu. Dan sekarang yang manjadi sedikit rancu adalah percaya diri disamakan dengan kenarsisan diri, padahal keduanya tentu jauh berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar keluarga dan parenting. Beliau membedakan antara percaya diri dan bentuk yang satu lagi yaitu kenarsisan itu disebutnya dengan ‘binal’. Tentu mengagetkan dan sedikit melegakan mendengar penjelasan dari beliau. Maraknya sosial media yang secara tidak sadar telah memaksa orang untuk narsis dan menjadi sedikit binal dengan tujuan hanya ingin tetap dianggap keberadaannya. Dan yang tidak mau unjuk diri seperti standar kebanyakan orang sekarang ini akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kepercayaan diri. Untuk seseorang yang belum matang secara usia tentu kondisi ini sangat membingungkan jiwanya. Apalagi untuk orang yang memang tidak senang tampil itu akan membuatnya semakin merasa tersudut. Nah penjelasan dari pakar parenting tadi sangat menyejukkan bagi saya yang ingin anak-anaknya tumbuh percaya diri. Saya jadi semakin yakin bahwa percaya diri itu penting, dan percaya diri yang saya maksud ternyata sejalan dengan apa yang diterangkan oleh pakar parenting tersebut. Lalu bagaimana jika lingkungan pertemanan kita ternyata toksik? Untuk bisa keluar dari pertemanan yang toksik selain memiliki kepercayaan diri tinggi juga  harus mempunyai kapabilitas diri yang bisa dijadikan senjata untuk melawan golongan toksik tadi. Dan tentu masih sangat berhubungan karena biasanya orang-orang yang memiliki suatu kebisaan tertentu akan jauh lebih percaya diri dari pada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan dan menyerah dengan ketidakmampuannya itu. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang percaya diri. Menjadi diri mereka yang penuh potensi dan berani menampilkan sisi-sisi kebaikan meski itu ada kalanya berbeda dari manusia kebanyakan. Yang perlu diingat adalah sesuatu yang diikuti oleh banyak orang belum tentu merupakan perwujudan kebenaran. Kita sedang berada di akhir jaman, tentu saja kerusakan juga semakin banyak. Maka tetap percaya diri dibarengi dengan ilmu yang semakin mumpuni adalah kunci.

  • Orang tua yang tidak mendukung.

Jika tadi berbicara tentang teman yang toksik maka sekarang beralih ke orang tua toksik xixixi. Mosok sih ada orang tua yang tidak mau mendukung anaknya? Woo ya jelas ada, banyak malah. Berapa banyak orang tua yang kukuh dengan pendiriannya dan tidak mengijinkan anak melakukan sesuatu hal sesuai minat dan bakatnya hanya karena menurut mereka itu adalah hal yang tidak lazim dan tidak popular di jamannya. Dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para anak muda yang sedang dalam proses mengejar cita-cita. Kalau saya pernah mendengar wejangan dari penulis terkenal Raditya Dika bahwa sampai kita lulus kuliah S1, maka itu adalah tugas kita sebagai anak untuk berbakti pada orang tua. Tetapi setelah itu kita bisa melakukan apa yang menjadi impian kita dan memperjuangkannya. Hmmm, ada benarnya sih karena bagaimanapun juga pintarnya kita sangat tidak dibenarkan kita menumbuhkan kecewa di hati kedua orang tua kita. Meski demikian tidak ada salahnya  jika di awal perjalannya pun tetap menyuarakan dengan santun mengenai apa dan bagaimana impian dan pemikirannya. Mengambil jalur komunikasi terbuka dengan orang tua tetap bisa dijalankan, dan kalaupun selama itu masih belum ada titik temu ya memang sebagai anak tidak boleh mengecewakan orang tua. Insya Allah segala pengorbanan untuk membahagiakan orang tua itu akan menjadi catatan kebaikan yang sewaktu-waktu akan sangat membantu. Jadi sikapi dengan bijak dan kepala dingin jika bertemu dengan kondisi semacam ini. Yang perlu diingat adalah segala cobaan yang terjadi bukan bermaksud untuk menghambat dan menghentikan langkahmu wahai anak muda. Itu hanyalah serupa ujian sejauh mana dan sekuat apa kita dengan pilihan cita-cita kita.

  • Dunia maya yang sangat berbahaya

Nah, ini lagi-lagi disebutkan dalam kondisi yang bisa memperburuk keadaan. Itu terjadi sangat dipengaruhi dengan daya tahan dan komitmen dalam menjalani hari. Bagaimana pun juga gangguan itu ada dan nyata. Jika kita terbawa arusnya dan tidak bisa mengendalikannya maka ujung-ujungnya nasib kitalah yang akan dipermainkan. Saat kita tidak bisa mengelola teknologi dengan baik maka kita sedang menghancurkan diri sendiri dan lingkungan. Teknologi termasuk internet itu adalah alat, dan dia akan sangt berguna jika kita memang bijak menggunakannya. Sebaliknya dia akan sangat membinasakan jika kita tidak bisa mengendalikannya dan malah diperdayanya. Naudubillahi min dzalik.

  • Persaingan yang semakin ketat tidak hanya antar SDM nya tetapi juga bersaing dengan mesin/robot

Lalu ini adalah kondisi yang mau tidak mau harus dihadapi. Kemajuan teknologi telah banyak menciptakan alat yang bisa menggantikan peran manusia. Jadi kalau kita tidak mempersiapkan diri dengan perubahan yang ada maka kita akan tertinggal. Tak ada yang bisa bertahan selain seseorang yang bisa beradaptasi dengan semua perubahan. Kemampuan beradaptasi dan memperbaiki diri itu menjadi solusi. Jangan merutuki perubahan yang terjadi, tetapi mencoba beradaptasi dan menyesuaikan diri maka kemungkinan selamat tentu akan lebih tinggi. Semoga generasi sekarang diberikan kemampuan untuk tetap bisa menjadi pemimpin di tengah gempuran manusia lain dan ancaman teknologi. Kuncinya adalah tetap mau belajar hal-hal baru mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan begitu anak muda akan tetap responsif menghadapi perubahan yang sewaktu-waktu bisa terjadi. 

 

Memperkuat Usaha dengan Doa

 “Only I can change my life. No one can do it for me.”—Carol Burnett

Pernah suatu hari seorang anak laki-laki remaja seperti sedang asyik bercakap dengan ibunya. Sebuah obrolan ringan tentang kabar hari ini dan rencana esok hari. Lalu dengan suara datar anak laki-laki itu bertanya, ‘’Memang pemimpin yang baik itu ada ya Mi ? ‘’ Pertanyaan yang meluncur itu tidak membuat ibunya kaget, anak sulungnya memang kadang suka berpikir kritis.

‘’Nabi Muhammad SAW pemimpin yang sangat baik lho.’’

‘’Yang sekarang ini maksudku.’’ Anak itu memperjelas pertanyaannya.

Ibunya tidak yakin akan menjawab apa. Karena dia sendiri tidak tahu pasti apakah pemimpin yang baik itu masih ada sekarang ini. Sepertinya masih ada tapi karena tidak bisa menyebutkan nama dengan pasti maka jawabannya ia ganti. ‘’Kalau memang pemimpin yang baik itu sekarang tidak ada lagi, maka tugasmu adalah menajdikan pemimpin yang baik itu ada.’’ Jawaban singkat dan tidak berani menambah kalimat penjelas karena sepertinya kalimat tadi sudah menjelaskan maksud ibu itu. Lalu hening….

Sebagai seorang ibu dengan dua anak laki-laki yang sudah memasuki usia remaja berbagai kekhawatiran dan harapan seolah selalu mengisi pikiran. Bagaimana tidak, keadaan jaman sekarang sangat jauh berbeda dengan jaman kita muda dulu. Dulu perasaan tidak aman biasanya muncul saat kita berada di luar rumah. Kalau sekarang bahkan masih di dalam kamar di rumah sendiri saja kejahatan sudah mengintai, menelusup masuk. Untuk itulah berbagai cara dilakukan agar bisa membentengi anak-anak dari pengaruh buruk yang seolah semakin banyak bentuk dan jumlahnya. Berusaha memberi nasihat sudah dan masih dilakukan. Tetapi sepertinya itu saja tidak cukup, maka masih terus mencari cara untuk bisa mengarahkan dan membentengi anak-anak dari pengaruh buruk dunia, baik dunia nyata maupun dunia maya. Cara lain yang juga dikerjakan adalah berusaha memberi contoh, meski ini juga tidak mudah tetapi tetap tidak boleh diabaikan. Seberapa berat dan susahnya tetap harus diupayakan. Langkah selanjutnya adalah berusaha memberi kesibukan dan mencontohkan bahwa orang tuanya juga selalu memilih menjadi orang sibuk dari pada menganggur. Karena pada saat menganggur itulah kemungkinan besar menjadi pintu masuknya setan. Selain menasihatkan dan mencontohkan maka tetap harus memiliki jurus pamungkas, apalagi selain doa. Beruntungnya sebagai umat yang beriman dan beraga Islam kita selalu dituntun dan diingatkan bahwa semua kejadian yang ada di dunia ini semua karena kuasa-Nya. Jadi sehebat dan sekuat apa pun usaha kita tetap yang tidak boleh dilupakan adalah kesadaran tentang keberadaan zat yang Maha Kuasa. Sehingga saat semuanya terasa buntu tak ada jalan keluar, maka tidak akan terjadi kondisi berputus asa. Hal itu karena kesadaran dan keyakinan bahwa kita ini hanyalah makhluk yang harus siap menjalani sesuatu yang sudah menjadi garis kehidupan yang harus dilalui. Dan seberat apa pun kita masih ada senjata terakhir yaitu berdoa, memohon kepada Sang Penguasa alam raya ini. Dengan begitu semua menjadi lebih ringan dan lebih tenang dalam melewati setiap episode yang ditulis-Nya.

Termasuk dalam nasihat yang ada di kalimat pembuka tadi juga sering menjadi bahan obrolan dengan anak-anak. Intinya tidak ada yang bisa merubah keadan kita selain kita sendiri. Dan Allah SWT juga pernah berfirman yang artinya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubah keadaannya sendiri. Jadi berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan Impian kita itu sudah merupakan sunatullah. Memang begitulah kehidupan berjalan. Kalau ada hal-hal yang dirasa kok di luar kendali kita, karena memang pengendalinya bukan kita. Ada dalang yang sangat berkuasa yang karena Dia lah kita diciptakan dan ada lalu nanti akan ditiadakan Kembali. Sekali lagi hidup ini sakdermo nglakoni lan nyekseni. Jika bisa kita ikhtiari maka kita jalani ikhtiar itu sepenuh hati. Jika terasa berat maka caranya jauh lebih mudah lagi, karena kita tinggal memohon Sang Penguasa untuk mengurus masalah yang sedang dihadapi.

Menulis dan Mengawal Peradaban (2)

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, Menulis dan Mengawal Peradaban (1). Tujuan tulisan ini masih sama yaitu untuk mengingatkan diri sendiri agar tidak lelah menulis.

  • Buku adalah sebaik-baik teman saat sedang sendirian

Pernah mendengar kan kalau buku adalah teman terbaik saat kita sendirian? Ataukah keberadaannya sudah digeser oleh gawai yang semakin mudah diperoleh? Mungkin kita samakan persepsi dulu, bahwa buku yang dimaksud tidak saja berupa buku fisik tetapi termasuk buku digital yang sekarang mulai dilirik oleh beberapa kalangan. Mereka tetap membaca buku hanya saja medianya tidak lagi lembaran kertas tetapi berpindah ke bentuk digital di gadget masing-masing. Apapun media yang digunakan tetaplah membaca karena bisa menjadi teman yang paling tepat saat sendirian. Dulu sewaktu masih kulaih, saya pernah mendengar nasihat dari dosen saya yang kurang lebih isinya adalah menyarankan kami untuk memiliki koleksi buku di rumah. Meskipun pada saat itu belum dibaca maka akan tiba masanya buku itu dibutuhkan dan dicari. Karena kita telah memiliki buku yang sedang kita butuhkan maka akan lebih mudah dan bisa segera membacanya. Lalu saya juga pernah mendengar sebuah inspirasi dari seorang influencer Bernama Dzawin Nur untuk selalu membawa buku dan meletakkan satu buku di tas. Hal itu agar kita bisa membacanya kapan pun kita ada waktu luang dan saat berada di mana saja. Tidak akan ada alasan tidak mempunyai waktu membaca karena sesibuk apapun aktivitas yang ada pasti terselip waktu luang yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka rugilah kita. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membaca. Membaca buku, majalah, artikel atau apa saja akan sangat bermanfaat, terlebih jika membaca yang isinya bisa membantu pengembangan diri. Mengapa buku adalah teman terbaik saat kia sendirian? Karena saat kita tidak sendirian tentunya agak kurang sopan jika kita asyik sendiri sedangkan dalam waktu yang sama kita mengabaikan orang-orang di sekitar kita.

  • Dengan mewariskan bacaan maka otomatis mewariskan gairah menulis

Pernahkah terpikirkan bagaimana jika pada suatu saat nanti tidak ada lagi buku bacaan yang tersisa di dunia ini? Membayangkan semua orang tidak ada lagi yang memiliki ketertarikan terhadap literasi dan semua lebih senang memandangi potongan video yang ada di layar gawai ternyata cukup menakutkan bagi saya. Bagaimana dunia penulisan ini akan tetap ada jika tidak ada yang melanjutkannya? Dan alasan utamanya karena memang sudah tidak ada lagi buku karena tidak ada lagi penulisnya. Seperti lingkaran setan yang mengerikan. Saya teringat pertama kali keinginan menulis itu muncul setelah saya menjadi pembaca. Jadi kalau tidak ada yang dibaca maka kemungkinan besar tidak ada yang tahu nikmatnya membaca dan serunya perasaan ingin menjadi bagian yang karyanya dibaca. Untuk itulah menulis harus selalu dilakukan agar tetap ada bacaan sehingga siklus menulis dan membaca akan tetap ada. Kita sedang bersaing dengan berbagai video yang lebih banyak berisi hiburan dan bukan pengembangan kepribadian. Tentu kita yang generasi tahun 90-an ingat betul, saat kita kecil kita biasa disuguhi dengan berbagai macam lagu anak-anak. Hampir setiap hari muncul artis kanak-kanak baru dengan membawakan lagu-lagu baru yang seru. Tapi lihatlah sekarang, tidak ada lagi lagu anak-anak. Yang semakin eksis malah lagu ambyar dan lagu dewasa lainnya yang kita tahu pasti itu tidak bisa dikonsumsi oleh anak-anak. Untuk itulah bacaan yang menarik dan bermutu tinggi tetap menjadi prioritas. Atau kalau tidak maka tinggal menunggu nasib buku akan menjadi seperti lagu anak-anak itu.

  • Baik buku fiksi maupun non fiksi bermanfaat untuk perkembangan diri

Buku yang bagus itu buku yang fiksi atau non fiksi ? Kalau ada yang bertanya seperti itu maka jawaban saya dulu dan sekarang akan berbeda. Dulu ada masanya saya menyukai buku fiksi. Lalu semakin bertambah dewasa saya menjadi lebih menyukai buku non fiksi. Lebih bermanfaat, begitu menurut saya. Tiba-tiba pikiran itu mulai berubah setelah beberapa hari lalu saya mendapat tantangan dari penulis novel terkenal JS. Khairen agar bisa membaca minimal 2 buku setiap bulannya. Satu buku fiksi dan satu buku non fiksi. Buku non fiksi untuk asupan kepala sedangkan buku fiksi untuk memberi makan hati. Saya baru sadar bahwa keduanya memiliki manfaat masing-masing. Kebiasaan baru yang selayaknya untuk ditiru. Sehingga sejak saat itu saya tidak lagi anti dengan buku fiksi meski masih sulit mencerna buku fiksi fantasi hehehe. Jadi menulislah, baik itu fiksi atau non fiksi jika konten yang ditulis adalah konten yang berisi kebaikan tentu akan tetap bernilai sama.

  • Menulis adalah cara untuk mengikat ilmu

Imam Syafii pernah berkata ilmu itu seperti binatang buruan, jika tidak diikat maka akan terlepas maka menulis adalah ikatannya. Di jaman dengan informasi yang semakin mudah diperoleh ini tentu kita akan dengan mudah mendapatkan apa yang dicari. Meskipun begitu semua informasi itu akan tidak bermakna apa-apa jika dengan cepat kita melupakannya. Memori yang terbatas akan menjadi alasan mengapa kita mudah melupakan apa yang baru saja kita dapatkan termasuk informasi. Maka seperti yang telah disampaikan oleh Imam Syafii tadi jalan mengikatnya agar tidak hilang adalah dengan menuliskannya. Ilmu dan pengetahuan yang bisa kita baca dan pelajari sekarnag adalah karena peneliti atau ulama terdahulu menuliskannya. Maka sampailah ilmu-ilmu itu pada kita. Dan sekarang juga sama, berbagai ilmu, hikmah dan pengetahuan yang kita peroleh sekarang menjadi tugas kita untuk menuliskannya agar dapat dipelajari dan diambil manfaatnya oleh generasi setelah kita. Pandangan tentang hidup, berbagai kebijaksanaan yang ada dan kejadian yang sekarang disaksikan atau dialami sendiri akan bisa menjadi sumber ilmu untuk generasi mendatang. Meski sekarang ada sarana lain berupa video atau gambar berupa foto tetap tidak mengesampingkan peran tulisan dalam mendokumentasikannya. Seperti yang juga telah diuraikan di awal kemampuan membaca harus tetapada, agar kebiasaan berpikir tidak hilang dari setiap generasi. Karena seperti yang telah ditulis sebelumnya bahwa seseorang yang berhenti membaca adalah seseorang yang berhenti berpikir.

  • Menulis dan tulisan adalah bentuk mengawal peradaban

Masih merupakan misi lanjutan dalam menulis yaitu mengawal peradaban manusia. Telah diuraikan di bagian sebelumnya bahwa cara manusia bertindak sangat dipengaruhi oleh asupan yang masuk ke jiwa, raga dan pikirannya. Jika membaca adalah jalan satu-satunya manusia masih mau berpikir maka menyediakan bahan bacaan adalah tugas yang tidak bisa dihindari. Semakin banyak bahan bacaan maka akan semakin luas kesempatan berpikir itu disediakan. Meski kemudian upaya tidak berhenti pada menyediakan bahan bacaan, tetapi harus lebih memastikan bacaan yang ada itu haruslah bisa membawa dampak baik untuk pembacanya. Karena konon katanya kemajuan suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan minat bacanya. Dan tentu akan sangat berdampak luar biasa adalah jika isi tulisan adalah tulisan yang bermanfaat. Semakin ke sini minat baca bangsa ini semakin jauh tertinggal dari bangsa lainnya, dan itu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan suatu bangsa jika tiba masa tak ada lagi minat baca, karena tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu demi mengawal peradaban seperti yang telah dimulai pendahulu bangsa dan orang-orang hebat terdahulu maka jika semua orang merasa memiliki tanggung jawab itu tentu tak ragu lagi menjadi bagian dari pengawalnya dengan mau menuliskan isi pikirannya.


Menulis dan Mengawal Peradaban (1)

Tulisan yang saya buat untuk menjadi pengingat diri saat lupa mengapa harus menulis. 

Mengawal peradaban dengan tulisan. Pagi ini mendapat pencerahan setelah sedikit meragu tentang alasan sebenarnya mengapa harus menulis. Lalu kalimat awal tadi seolah memberi jawaban, menulislah karena masa depan membutuhkan kisah bijak terdahulu. Generasi kemudian akan kesulitan belajar tentang hidup jika mereka hanya dikepung oleh sesuatu semu di genggaman mereka. Kebiasaan membaca harus selalu dihidupkan. Karena jika kelak generasi itu tak tahu ilmu dan tidak menyadari di mana letaknya maka itu kurang lebih merupakan kesalahan generasi kita. Kesalahan kita adalah kita tidak memberikan warisan ilmu itu agar dapat mereka baca dan tiru. Lalu di mana ilmu itu bisa diletakkan? Kalau kamu bukan tipe orang yang senang berinteraksi langsung dengan orang lain, maka jalan satu-satunya adalah membagi kisahmu lewat tulisan. Kisahmu adalah pengalamanmu, tetapi mereka generasi muda dapat belajar kehidupan lewat kisah orang lain termasuk kisahmu. Buat kisahmu yang bermakna yang dapat menggugah jiwa-jiwa lemah dan abadikan dengan tulisan. Jika kisah dan tulisanmu belum cukup hebat untuk mengubah dunia maka rasanya cukup dengan mewariskan jalan pikiran dan cara pandangmu terhadap hidup kepada penerusmu. Agar mereka semua tahu bagaimana ibunya, neneknya atau orang tuanya dalam menyikapi perjalanannya di dunia.

Tugas manusia diturunkan ke dunia konon katanya adalah untuk menjadi pemimpin. Maka diri ini juga harus bisa mengemban peran itu dengan baik. Pemimpin yang baik adalah seseorang yang bisa menginspirasi orang lain untuk berbuat dan berlaku sesuai dengan yang diinginkan sang pemimpin. Maka berbagilah cara pandangmu lewat tulisan. Bukankah sudah berkali mencoba berbagi cara pandang lewat kata, setelah ditengok lagi yang tersisa adalah penyesalan karena tidak sesuai dengan maksud tujuan dan yang ada malah kesalahpahaman. Maka tulislah kisahmu, ambil dan bagikan hikmah di balik itu, dan biarkan tulisan-tulisan itu yang akan menemukan jodohnya.

Kali ini saya akan mencoba meresapi berbagai nilai penting dari menulis dan mewariskannya. Jika berbicara mengenai pentingnya tulisan tentu perlu diungkapkan adalah alasan perlu adanya bacaan bagi setiap generasi.

  • Membaca adalah seperti membuka cakrawala dunia

Dari dulu buku dikenal sebagai jendela dunia. Karena dengan membaca buku orang menjadi tahu dunia di sebalik dinding rumahnya. Dengan buku seseorang bisa sedikit menyelami dan memahami hati bahkan tempat-tempat yang belum pernah dibayangkan apalagi dijangkaunya. Bahkan di awal ayat yang turun adalah perintah membaca hal itu karena penting sekali mendawamkannya. Ada banyak rasa dan imajinasi yang tumbuh dengan seseorang rajin membaca. Lalu mengapa sekarang membaca seolah kegiatan yang menjemukan dan mulai ditinggalkan? Jika dilihat dari kemampuannya yang luar biasa dalam menunjukkan isi dunia maka seharusnya peran membaca tak akan pernah terpinggirkan. Tetapi nyatanya membaca tidak memberikan candu bagi para pembencinya. Jika di luar negeri minat membaca masih tinggi, lalu mengapa gaya hidup literasi seolah tidak dibutuhkan di negeri ini? Membaca melatih orang untuk dapat memahami secara runut, melatih otak agar tetap bisa meresapi pesan-pesan yang dibagi lewat buku yang dibaca dan juga menghidupkan imajinasi pembacanya. Mungkin salah satu sebabnya adalah masih banyak orang tua yang hanya ingin melihat anaknya membaca buku yang menurutnya bermanfaat misal buku pengetahuan atau buku Pelajaran. Dan membaca buku yang tidak berhubungan langsung dengan prestasi yang jamak diyakini masih diharamkan. Pernah menemui suatu kejadian, seorang ayah yang memaksa anaknya untuk membeli buku pengetahuan, dia memaksa tidak akan membelikan buku jika itu tidak sesuai dengan keinginan ayah tersebut. Jadilah dengan berat hari anak itu menuruti ayahnya, beruntungnya dia masih boleh memilih satu buku sesuai dengan minat yang ingin dibacanya. Lalu sesampainya di rumah bisa ditebak buku mana yang langsung dilahap habis oleh anak tadi. Betul sekali, anak tadi dengan serius membuka lembar demi lembar buku yang tadi dipilihnya. Dan nasib buku pengetahuan yang memang bukan minatnya layaknya seorang anak tiri yang tidak diharapkan kehadirannya. Miris sekali bukan? Lalu salahnya di mana jika seorang ayah atau orang tua mengarahkan anaknya untuk membaca buku pengetahuan? Tentu tidak salah, hanya saja kurang bijaksana dan sikap tersebut bisa menyebabkan anak itu tidak lagi memiliki minat pada buku. Hikmah yang bisa dipetik lalu apa? Kalau menurut saya pribadi menumbuhkan minat baca anak jauh lebih penting dari pada konten yang dia baca. Asalkan genre buku yang menjadi minatnya adalah buku yang masih sesuai dengan umur dan tidak melanggar norma maka itu sah-sah saja. Poin pentingnya adalah menanamkan minat bacanya. Selanjutnya jika minat baca itu telah terbentuk insya Allah akan lebih mudah bagi anak itu untuk menjalani hari karena berteman dengan buku. Jadi masih mending beli buku novel, cerpen atau komik tapi dibaca dari pada beli buku pengetahuan tapi tak disentuh sedikitpun. Ruginya dua kali rugi karena telah mengeluarkan uang dan malah tidak dibaca sama sekali. Dan yang kedua sikap itu tanpa disadari akan membuat minat baca anak tak lagi ada.

  • Gencarnya serangan sosial media

Serangan ini terdengar sangat mengerikan, khususnya bagi saya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa kehidupan di jaman yang katanya modern ini ternyata menyisakan banyak sekali bahaya. Seolah kita sekarang sedang tinggal di tengah hutan belantara dan bahaya hewan pemangsa siap menerkan kapan saja karena bersembunyi dan sangat dekat dengan kita. Mungkin itu adalah salah satu ketakutan yang paling menyiksa para orang tua. Bagaimana tidak? Dunia itu sudah ada di genggaman, tanpa ada sekat yang memisahkan wilayah mana yang bisa dijangkau dan mana yang tidak. Jika dulu para orang tua banyak yang memusuhi tayangan di televisi karena banyak tontonan yang tidak mendidik maka sekarang keadaan berubah menjadi lebih tak terkendali. Tak ada Batasan umur untuk akses anak-anak. Dan sosial media ternyata tidak ramah anak kalau tidak mau dikatakan sangat kejam terutama pada anak-anak. Kehadiran sosial media tidak memberikan andil apa-apa kecuali penjerumusan jiwa kecil tak berdosa. Tidak mudah meyakinkan diri melepas anak mengembara di dunia maya. Berbagai cara dipikirkan apa yang sebaiknya dilakukan, lalu Langkah akhir dan semoga menjadi jalan keluar yang baik adalah dengan mendekatkan anak-anak pada buku. Meski itu tidak mudah, karena bagaimanapun gencarnya kita mendekatkan anak pada buku, godaan dunia digital yang menawarkan berbagai hiburan sesaat itu lebih menggairahkan dan ini akan menjadi bencana jika tidak dikendalikan. Mau dibawa ke mana masa depan anak-anak itu nantinya, jika setiap hari hanya sibuk memandangi berbagai potongan kisah, gambar, dan video yang lebih sering berisikan informasi sepotong dan tidak lengkap. Dan parahnya lagi paparan hedonisme, budaya instan dan pornografi seolah sulit dihindari. Seolah ada upaya serius dari pihak-pihak tertentu agar mereka (anak muda penerus) bisa dijauhkan dari Ilahi. Kesalahan langkah dalam dunia maya itu akan mudah menjerumuskan diri dalam lubang kehancuran dan akan sulit untuk keluar. Algoritma dalam dunia maya telah sebuat sedemikian rupa agar tayangan yang muncul disesuaikan dengan minat dan ketertarikan pemegangnya. Sungguh mengerikan, bagaimana jika anak itu sekali saja terjerumus maka tentu akan sulit keluar dari situ. Lalu hadirnya buku-buku yang menarik semoga menjadi pembuka jalan buntu yang mengepung seluruh penjuru.

  • Sebuah nasihat bijak: seseorang akan berhenti berfikir jika dia berhenti membaca

Tentu kita pernah mendengar nasihat bijak yang menerangkan bahwa seseorang akan berhenti berfikir saat orang itu berhenti membaca. Lalu jika dikaitkan dengan maraknya dunia maya hal ini akan sangat erat berkaitan. Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu di dunia maya dengan hanya scroll-scroll sosial media maka selain paparan radiasi ada bahaya lain yaitu mandegnya kemampuan berfikir orang tersebut. Bagaimana tidak mandeg, dia hanya tinggal diam lalu berbagai hiburan itu akan terus datang selama kuota internet masih ada. Semakin dia dimanjakan oleh keberadaan internet dengan beragam hiburannya semakin jauh ia dari kebiasan membaca dan ini berakibat jangka panjang, yaitu kemampuan berfikirnya akan semakin tertinggal dan berakhir mandeg. Dia terbiasa disuapi hiburan tanpa harus lelah mencarinya hingga lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya ada di depan mata dan harus segera dihadapinya. Waktu tidak akan menunggu siapapun untuk menjalankan tugas dan perannya. Hanya orang-orang yang bersiap diri yang tidak akan merugi. Maka mewariskan banyak tulisan semoga bisa mengalihkan dunia orang-orang yang mulai kecanduan dunia maya. Menjaga kemampuan berpikir para generasi muda menjadi tugas kita semuanya atau penjajahan itu akan muncul lagi jika kita tidak menjaga gairah berpikir itu. Menurut pengalaman dan pelajaran sejarah penjajahan lebih mudah terjadi pada bangsa yang tidak pintar. Karena keengganan berpikir sama artinya mengijinkan otak menjadi tumpul dan hal itu berarti pula membiarkan kebodohan menjelma dalam jiwa dan pikiran anak-anak kita. Jadi kalau tidak mau itu terjadi teruslah menulis dan wariskan ilmu pada generasi muda setelah kita.

Rabu, 29 November 2023

Bagaimana Meringankan Tanggung Jawab Kita?

 "Anda tidak akan bisa lari dari tanggung jawab pada hari esok dengan menghindarinya pada hari ini." –Abraham Lincoln

Apakah masih ada yang lari dari tanggung jawab ? Atau mungkin diantara kita yang masih sering menunda pekerjaan dan tanggung jawab? Tentu semuanya pernah melakukannya kan. Saya juga termasuk yang sering menunda pekerjaan tapi semoga tidak termasuk yang sering lari dari tanggung jawab ya hehehe. Rasanya berat saat akan melakukan pekerjaan tersebut. Entah karena alasan apa, tetapi menunda sebuah pekerjaan atau tanggung jawab seolah-olah dianggap sebagai penyelamat. Padahal menunda pekerjaan itu sama artinya kita menunda penderitaan kita. Toh akhirnya kita juga yang harus bertanggung jawab mengerjakannya, lalu kalau ditunda apakah akan berkurang bebannya, tentu tidak bukan? Justru yang ada kita akan semakin kewalahan karena tumpukan pekerjaan hasil penundaan yang selama ini kita lakukan. Sama seperti yang dikatakan Abraham Lincoln di awal, sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita akan selamanya harus kita penuhi, kecuali kita memang rela menjadi orang yang tidak bertanggung jawab yang artinya kita tidak bisa menjadi orang yang bisa dipercaya. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa merasa ringan dalam melakukan tanggung jawab pekerjaan kita?

  • Mengerjakan dari yang paling mudah dijangkau oleh kita

Melakukan sesuatu yang bukan keinginan kita kadang membutuhkan dorongan semangat yang tinggi. Berbeda jika kita melakukan hal-hal yang memang kita sukai, tentu kita akan melakukannya dengan senang hati meski tidak ada yang menyuruh. Tetapi semakin dewasa seseorang tentu dituntut tanggung jawab yang lebih tinggi. Mungkin itu yang membedakan orang dewasa dengan yang belum dewasa. Orang dewasa adalah orang yang berusaha melakukan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya tanpa sibuk mencari berbagai alasan untuk bisa menghindari tanggung jawab tersebut. Sebagai contoh seorang mahasiswa (dalam hal ini tentu saja mahasiswa sudah bisa dikategorikan sebagai manusia dewasa) dituntut untuk bisa menjalani perkuliahan dengan sebaik-baiknya tanpa banyak aturan seperti waktu masih sekolah di tingkatan sebelumnya. Untuk itu dalam menjalaninya akan sangat terlihat mahasiswa yang sudah dewasa dan belum. Mahasiswa yang sudah dewasa akan berusaha melakukan tanggung jawab perkuliahan dengan berbagai kebebasan yang dimilikinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa waktu belajar mahasiswa tentu lebih banyak harus dilakukan secara mandiri dari pada tatap muka dengan dosen pengajar. Tanpa memiliki sikap tanggung jawab maka mahasiswa akan banyak menemui kesulitan dalam melakoni perannya sebagai mahasiswa yang baik. Lalu tumbuh lagi menjadi orang yang lebih dewasa misalnya menikah tentu saja tanggung jawabnya juga akan semakin meningkat. Maka semakin besar dan berat tanggung jawab itu membutuhkan strategi agar dalam melaksanakannya tetap terasa ringan yaitu dengan memulai dari yang paling bisa kita lakukan, dengan fasilitas yang ada di sekitar kita saat ini. Tidak perlu menunggu sebuah kondisi ideal untuk melakukan tanggung jawab kita, maka lambat laun tanggung jawab kita akan terpenuhi. Kerjakan saja sedikit demi sedikit tanpa perlu banyak memikirkannya, karena pekerjaan ringan sekalipun tidak akan selesai jika tidak dikerjakan dan hanya dipikirkan saja. Jadi mulai saja dari yang paling bisa kita jangkau, setelah kita mulai bergerak melaksanakan sesuatu maka secara tidak sadar kegiatan akan terus berlanjut hingga akhirnya kita bisa menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab kita.

  • Disiplin

Melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab tidak akan tercapai jika kita tidak mendisiplinkan diri. Saya pernah mendengar suatu nasihat yang intinya adalah tidak setiap waktu kita termotivasi maka langkah terbaik untuk terus maju adalah dengan berdisiplin. Apapun bentuknya tujuan itu tidak akan tercapai jika kita tidak disiplin dan konsisten menjalankannya. Semakin dipikir maka semakin terasa berat, maka yang bisa dilakukan adalah dengan membagi dan memperjelas ruang lingkup tanggung jawab kita, mengelolanya dalam bagian-bagian yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan lalu membuat daftar pekerjaan dan tanggung jawab dan terakhir disiplin melaksanakan rencana yang sudah dibuat. Disiplin terdengar sebagai aktivitas yang berat, tetapi sebenarnya kita bisa lebih mudah disiplin jika sudah ada perencanaan dan jadwal pekerjaan lalu mengerjakannya tanpa banyak berpikir. Sekali lagi, kadang kebanyakan berpikir justru membuat kita merasa semakin berat melakukan sesuatu. Membayangkan bahwa deretan to do list yang telah kita buat itu akan melelahkan malah membuat kita tidak jadi melakukan apa-apa. Yang berarti kita sedang menggiring diri sendiri pada kegagalan dalam melaksanakan tanggung jawab.

  • Semua orang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya

Dulu waktu saya kuliah pernah mendengar ada hadits yang mengatakan bahwa:

“Semua kamu adalah pemimpin dan seluruh pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang mereka pimpin. Imam (presiden, raja) adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Suami adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas keluarganya itu. Istri adalah pemimpin di rumah tangganya dan bertanggung jawab atas rumah tangganya itu. Pembantu adalah pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung jawab atasnya. Dan, kalian semua adalah pemimpin serta bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah membaca hadits ini tentu kita semakin yakin bahwa melakukan tanggung jawab memang bagian dalam berbuat baik. Selain tentu saja dengan melakukan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya hal itu akan membuat kita menjadi lebih dapat dipercaya. Karena kalau kita mau melaksanakan bagian masing-masing atau tanggung jawab masing-masing maka keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup akan semakin mudah tercapai. Misalnya saja seorang suami melaksanakan kewajibannya misal mencari nafkah sebaik-baiknya dan melakoni perannya sebagai suami dengan baik. Istri juga demikian, menjalankan semua tugas dan fungsinya dengan baik. Maka sudah bisa dibayangkan bahwa rumah tangga mereka berjalan dengan harmonis. Masalah tentu tetap ada, tetapi jika semua menyadari peran dan fungsinya dan melaksanakannya dengan bertanggung jawab maka segala permasalahan itu akan semakin meningkatkan nilai mereka masing-masing. Begitu juga dengan peran-peran yang lain misalnya sebagai anak, sebagai adik, sebagai tetangga, sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa jika semua mengetahui perannya dan bertanggung jawab di dalamnya maka impian sebuah kehidupan yang harmonis akan lebih mudah tercapai.

  • Menjadi orang yang bertanggung jawab itu keren

Pernah gak mendengar sebuah kalimat yang menyindir yang berbunyi kurang lebih begini:

"Rajin banget sih kamu, sok banget ya pingin dibilang yang paling rajin, hebat, bertanggung jawab dan lain-lain…."

Kalimat yang bisa beragam bentuknya tetapi kurang lebih isinya adalah sindiran akan sebuah tindakan yang mengacu pada mengemukakan tanggung jawab dan kebaikan. Jika mengambil kosa kata anak jaman sekarang mungkin kalimat tersebut bisa disebut dengan kalimat toxic, yang mengungkapkan juga orang toxic dan jika itu berupa sebuah lingkungan pertemanan atau pergaulan maka bisa disebut sebagai lingkungan yang toxic. Memang benar bahwa kita dianjurkan untuk menjaga jarak dengan orang-orang dan lingkungan seperti itu. Karena kita jadi lelah gak sih kalau bergaul di lingkungan seperti itu. Kalau kita mau jujur, bukankah melakukan tanggung jawab itu adalah hal yang wajar dan seharusnya memang semua orang memiliki kesadaran serupa. Tetapi karena kita salah mengambil tempat, salah memilih teman dan lingkungan yang terjadi justru sebaliknya menjadi orang yang bertanggung jawab malah dianggap sebagai hal yang memalukan dan sebaiknya tidak dilakukan. Menjadi pelajar yang rajin adalah bentuk tanggung jawab tetapi akan berbeda makna dihadapan anak yang belum memilikinya. Menjadi suami yang rajin bekerja misalnya adalah bentuk pertanggungjawaban yang layak dijadikan contoh, tetapi jika mempunyai teman yang tidak bertanggung jawab maka sikap itu akan dicemooh dan dianggap sebagai suami takut istri. Menjadi istri yang berbakti dan mengerjakan tugasnya dengan baik akan diuji dengan berbagai anggapan bahwa dirinya tidak memiliki nilai di mata suami hingga harus mengabdi dan masih banyak contoh lainnya. Padahal kan memang begitulah seharusnya kehidupan bekerja. Semua akan berjalan dengan normal jika tidak ada yang saling ambil peran orang lain, cukup mengerjakan perannya masing-masing dengan baik maka kehidupan ini akan menjadi seperti yang kita inginkan bersama. Jadi kapan mulai bisa bertanggung jawab dalam hidup? Karena menjadi manusia yang bertanggung jawab itu keren lho.

 

 

Sabtu, 18 November 2023

Berani Menjadi Lebih Baik

 “I always did something I was a little not ready to do. I think that's how you grow. When there's that moment of ‘Wow, I'm not really sure I can do this’, and you push through those moments, that's when you have a breaktrough.”—Marissa Mayer

Sebuah kalimat yang mengisahkan proses dan ketakutan yang harus ditaklukkan. Seringkali kita dihadapkan pada suatu kondisi di mana kita belum benar-benar siap melakukannya, tetapi kalau tidak kita paksakan maka tidak akan ada kemajuan. Dan hal itu membuat kita nekat melakukan sesuatu yang sebenarnya kita sendiri ragu melakukannya. Saya sering mengalaminya, teman-teman pernah juga kan mengalaminya? Setelah saya ingat ternyata banyak juga momen menakutkan itu hiiii…. Coba saya ingat-ingat lagi semua hal yang membuat saya semakin bertumbuh seperti sekarang ini. Beberapa hal yang lumayan memicu adrenalin saya pada saat itu adalah:

  • Belajar mengendarai motor

Saya adalah penakut, harus saya akui itu. Saya sering kali ragu dalam melakukan sesuatu karena saya sudah membayangkan hal-hal yang menakutkan. Misalnya dalam belajar mengendarai motor ini, saya termasuk terlambat belajar mengendarai motor. Adik saya sudah lebih dulu mahir mengendarai kendaraan roda dua ini, sehingga adik saya lah yang mengajari saya hingga bisa mengendarai motor. Pada jaman itu belum ada motor matic seperti sekarang, sehingga tingkat kesulitannya jangan ditanya. Tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang dari kecil sudah mahir kulu kilir pakai motor karena naik motor seperti naik sepeda tinggal gas, rem maka sudah bisa mengendarai motor. Kalau dulu banyak sekali yang harus dipelajari. Bagaimana caranya memindahkan gigi persneling motor agar motor tidak mogok atau malah jalan nyendal-nyendal. Belum lagi menyesuaikan antara gas dan gigi perseneling motor yang cukup rumit itu. Ditambah lagi saya sudah memiliki bayangan yang tidak mengenakkan pada saat itu. Banyak sekali ketakutan yang menghinggapi pikiran saya. Tapi untungnya saya cukup nekat untuk mencoba berkali-kali lengkap dengan berbagai kekonyolan yang terjadi pada proses latihan itu. Hingga akhirnya saya termasuk bagian dari orang-orang yang bisa dan mahir mengendarai motor manual. Good Job diri saya! Alhamdulillah.

  • Belajar menyetir mobil

Proses berkendara roda empat ini juga hampir sama dengan saat saya belajar roda dua, dengan tingkat stress dan ketakutan yang sama seperti dulu. Apalagi saya sudah punya anak pada saat belajar mengendarai mobil ini. Tentu saja semakin membuat ciut nyali saya yang kecil ini. Tetapi lagi-lagi karena tuntutan dan sedikit kenekatan saya berhasil melalui proses ini. Tak lupa beberapa hal konyol juga mewarnai proses belajar mengendarai kendaraan roda empat ini. Bahkan kisah konyolnya malah bisa menghasilkan sedikit cuan, karena kisah lucu itu pernah diterbitkan di salah satu koran lokal di daerah saya. Alhamdulillah, tak henti saya mensyukurinya.

  • Kuliah yang bukan jurusannya

Ini terjadi saat saya kuliah S2. Dan awal saya bisa melanjutkan kuliah juga hal aneh lainnya yaitu karena saya berjualan peyek. Kisah jualan peyek akan saya ceritakan di poin selanjutnya. Nah, akibat dari saya jualan peyek ini saya ditawari oleh suami untuk melanjutkan sekolah lagi dengan biaya akan ditanggung oleh perusahaan suami, tetapi syaratnya saya harus ambil jurusan informatika. Ya, perusahaan UMKM yang didirikan suami ini memang bergerak di bidang teknologi informasi, maka tidak heran jika suami mengharuskan saya mengambil jurusan itu jika bersedia sekolah lagi. Tentu saja saya terima dengan senang hati tawaran yang tidak mungkin datang dua kali itu. Tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan saja tawaran itu. Setelah diterima dan menjalani proses perkuliahan tentu saja saya lebih banyak menemui ‘jalan terjal’ dari pada teman-teman lainnya. Latar belakang saya bukan wanita pekerja karena saya adalah ibu rumah tangga murni. Saat kuliah S1 saya ambil jurusan Teknik Industri dan bukan dari jurusan Teknik Informatika. Dan dunia kampus sudah sangat asing bagi saya yang sehari-hari diisi dengan mengurus suami, anak dan rumah tangga. Bahkan pada saat itu bapak saya juga meragukan dan menganggap aneh keputusan saya kuliah lagi tersebut. Memang dasar saya nekat dan kebetulan mendapatkan dukungan dari suami maka saya tetap menjalani perkuliahan saya meski terseok-seok dan termehek-mehek tentunya. Sungguh perjalanan yang tidak mudah. Meski begitu segala bentuk keraguan itu tidak akan menjadi cerita manis jika saya tidak memberanikan diri keluar dari zona nyaman saya pada waktu itu. Sebuah perjalanan yang meninggalkan banyak kesan dan pembelajaran di hidup saya.

  • Jualan peyek

Seperti yang sudah saya singgung di atas jika saya bisa kuliah S2 karena saya berjualan peyek. Ya, sungguh latar belakang yang membagongkan bukan? Tapi memang begitulah cerita aslinya. Dan alasan saya berjualan peyek juga tidak kalah aneh hehehe. Jadi pada saat itu saya sebagai ibu rumah tangga seutuhnya dan memiliki kegiatan seperti ibu rumah tangga pada umumnya yaitu mengurus rumah dan keluarga. Memang tidak ada yang istimewa dari kegiatan saya. Nah, melihat hal itu suami saya terusik, dia tidak suka melihat istrinya seolah ‘mandeg’. Dia mungkin risih melihat sesosok makhluk ini yang sepertinya tidak berkarya apa-apa hehehe. Mungkin yang membaca ini akan beranggapan bahwa omongan suami tadi terkesan meremehkan profesi ibu rumah tangga. Memang bisa dimaklumi anggapan seperti itu pasti akan muncul, karena saya saja pada awalnya tidak terima dikatakan seperti itu oleh suami. Tetapi karena saya merasa terusik oleh omongan suami yang bernada satir itu, maka saya berpikir untuk berkegiatan sehingga bisa sedikit membungkam suara sumbang itu hehehe. Sebuah pembuktian diri saja sepertinya. Lalu setelah saya pikir-pikir saya memutuskan untuk jualan peyek. Jadi saya goreng sendiri peyek itu, lalu mengemas sendiri dan menawarkan ke warung-warung juga saya lakukan sendiri. Kenekatan saya tentu saja masih ada di proses ini. Semua hal yang saya lakukan tadi (menggoreng, mengemas dan menawarkan) adalah hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Jadi saya berjualan itu sambil menjalani proses saya belajar. Sungguh hal yang sangat nekat dan saya sedikit malu jika mengingat kecerobohan saya pada waktu itu. Tetapi tetap saja segala kerumitan dan permasalahn yang mengiringi proses ini memberikan banyak sekali pelajaran dan tentu saja hikmah. Salah satu hikmah terbesarnya ya karena saya bisa lanjut sekolah lagi. Alhamduilillah.

  • Mengajar di kampus

Cerita ini adalah lanjutan dari kelulusan saya dari S2. Jadi setelah saya lulus S2 saya ditawari untuk mengajar di kampus swasta kecil. Saya sangat sadar bahwa saya tidak mempunyai kemampuan mengajar yang mumpuni, tetapi karena saya memang orangnya nekat dan sedikit tidak tahu diri maka saya tetap saja menerima tawaran tersebut. Meski begitu saya harus menebusnya dengan kerja keras. Saya harus mengejar segala ketertinggalan saya dan berusaha mengajarkan yang terbaik. Satu pesan dari salah satu dosen terdahulu yang membuat saya berani mengajar adalah ‘’Perbedaan dosen dan mahasiswa itu hanyalah dosen membaca lebih dulu apa yang mahasiswanya belum baca.’’ Maka hari-hari saya semakin habis untuk membaca dan mempelajari hal-hal yang besok harus saya ajarkan di kelas. Meski akhirnya saya berhenti mengajar karena saya merasa tidak mampu tetapi saya telah melewati hal yang sangat saya syukuri. Banyak sekali pengalaman yang bisa saya jadikan pelecut saya di kemudian hari. Alhamdulillah.

  • Menjadi MC kecil-kecilan di kampung

Saya memiliki demam panggung. Ya, saya akan menjadi sangat grogi saat berada di depan dan menjadi pusat perhatian banyak orang. Meskipun begitu saya rasa sampai tulisan ini muncul, tidak ada yang tahu bahwa saya mempunyai sisi lemah itu. Karena bahkan sampai sekarang saya masih saya diminta untuk berbicara di depan umum saat diperlukan (tentu saja bukan membicarakan hal-hal yang sangat urgent). Dengan kelemahan yang secara sadar saya miliki, sedari kecil saya terbiasa diminta untuk menjadi pembawa acara di acara-acara kampung saya. Demikian halnya saat saya bersekolah saya juga beberapa kali diminta menjadi pembawa acara (MC) dalam kegiatan di sekolah. Sesuatu yang bahkan sampai sekarang membuat saya heran mengapa saya bisa melakukan hal yang sangat saya takuti tersebut. Dan yang saya ingat di setiap melaksanakan tugas itu saya masih selalu saja grogi.

Kenekatan-kenekatan itu berbuah banyak hal di diri saya. Saya menjadi pribadi yang telah tumbuh di tengah keberanian yang dipaksakan itu. Segala kesulitan yang saya alami dan bisa saya taklukan itu membuat saya lebih percaya diri dan semakin yakin bahwa segala sesuatu akan bisa kita lakukan tanpa harus menunggu kita sempurna. Jadi teringat lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh CJR:

 “Tak perlu tunggu hebat untuk berani memulai apa yang yang kau impikan....”

Dan saya masih terus memulai impian saya selanjutnya tanpa harus menunggu menjadi hebat terlebih dulu.

Kamis, 16 November 2023

Remaja dan Organisasi Sekolah. Mengapa berorganisasi semenarik itu?

 "Anak ini sepertinya nurun ibunya, narsis banget. Kalau bapak kan gak gitu, bapak kayaknya gak sukan narsis-narsis kayak gitu pake acara sibuk-sibuk ngurusin organisasi segala!"

Adakah yang pernah mendengar kalimat seperti di atas? 

Ataukah kita yang malah sering mengucapkannya?

Ya kalimat di atas adalah sebuah kalimat yang kurang lebih ingin menunjukkan ketidaksukaan seorang bapak pada anaknya yang sekarang lebih senang berorganisasi di sekolahnya. Menurutnya itu lebih ke kegiatan narsis, saya juga tidak tau persis mengapa beliau bisa beranggapan seperti itu. Tetapi wajar beliau mengatakan itu, karena setau saya di jaman beliau sekolah hingga kuliah beliau memang tidak pernah ikut organisasi, dan saya tidak pernah menanyakan penyebab aslinya mengapa beliau tidak tertarik untuk ikut organisasi.

Saya sebagai orang yang waktu kecil hingga dewasa banyak mengikuti organisasi, lebih bisa mengerti mengapa ada anak yang sangat getol berorganisasi. Awal mulanya ya hanya tertarik, lalu ingin melihat dari dekat, lalu mencoba mengamati lebih dekat lagi dan tanpa sadar kita sudah terlibat aktif di organisasi sekolah atau kuliah. Meski secara akademik saya tidak terlalu menonjol tetapi saya tetap saja punya waktu luang untuk ikut cawe-cawe dalam berbagai kegiatan di organisasi tersebut. Dan herannya lagi, orang tua saya tidak pernah melarang saya aktif dalam berbagai organisasi tersebut, padahal kalau dilihat dari nilai saya akan sangat wajar jika orang tua saya melarang saya berorganisasi dan harus belajar saja hehehe. Lalu sebenarnya apa sih yang membuat sebagian remaja senang ikut organisasi?

Menurut pengalaman saya penyebab seseorang menyukai berorganisasi diantaranya:

  • Ketertarikan pada satu bidang

Salah satu hal yang mendominasi perasaan seseorang untuk ikut terlibat dalam organisasi adalah rasa penasaran. Ingin tahu apa yang ada di dalam organisasi dan merasa tertarik dengan kegiatan yang ada dalam organisasi tersebut. Rasa tertarik tersebut yang membuat seorang menjadi sering berinteraksi di dalam organisasi, yang awalnya menjadi peserta kegiatan, lalu menjadi peserta yang aktif datang dan semakin lama merasa nyaman di dalamnya. Seperti yang saya alami sewaktu saya mengikuti organisasi Rohis (Organisasi Islam) di SMA saya. Seperti organisasi keagamaan pada umumnya, Rohis ini juga sering mengadakan kajian atau kegiatan keagamaan lainnya. Dan karena saya pada saat itu sedang pada tahap pencarian ilmu agama. Saya yang haus dengan siraman rohani tentu saja bagai gayung bersambut. Saya sangat aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh Rohis meskipun tak pernah berangan-angan untuk ikut menjadi pengurus di organisasi. Satu-satunya alasannya adalah saya membutuhkan yang mereka tawarkan, yaitu ilmu agama. Tetapi tentu saja dalam organisasi ada yang namanya regenerasi organisasi yang membuat saya ditawari untuk ‘’membantu’’ di Rohis. Saya juga kurang yakin alasan saya menerima tawaran dari senior waktu itu, apakah karena segan atau memang ada ketertarikan. Tapi sepertinya muncul rasa ‘’saya harus turut andil dalam kegiatan in’’ yang menyebabkan saya setuju menjadi salah satu pengurusnya.

  • Merasa terpanggil

Pernah gak di dalam situasi yang seolah-olah tidak ada orang lain yang mau mengambil peran itu? Jadi kalau kita tidak turut serta rasanya tidak tega karena yang telah diusahakan dan dirintis tidak akan berkelanjutan. Nah, biasanya orang yang mau ikut organisasi karena merasa terpanggil untuk bisa turut membantu jalannya organisasi itu. Tentu rasa terpanggil ini karena merasa sepakat dengan visi misi di organisasi tersebut.

  • Mencari pengalaman

Namanya anak muda tentu saja sangat haus akan pengalaman dan hal-hal baru di dalam hidupnya. Sangat banyak hal yang ingin diketahui dan dialami. Saya termasuk salah satunya. Mungkin kalau jaman sekarang saya termasuk yang FOMO (fear of missing out). Kalau anak-anak yang FOMO di jaman sekarang menunjukkannya dengan selalu aktif dan mengikuti media sosial. Nah, kalau jaman dulu mungkin yang aktif di organisasi ini termasuk yang FOMO hehehe. Ini menurut penafsiran dan apa yang saya rasakan dulu ya, mohon maaf kalau tidak sesuai. Perasaan puas saat bisa aktif berkegiatan yang berarti up to date dengan segala hal di lingkungan sekolah yang mendorong kami aktivis organisasi ini rela pulang telat atau bahkan tetap berangkat sekolah di hari libur. Demi apa coba? Ya tentu saja dalam rangka mengawal dan menjalankan program di dalam organisasi masing-masing. Dan semua itu menjadi pengalaman yang mewarnai perjalanan hidup kami para aktivis di jamannya.

  • Jenuh dengan kegiatan sekolah/kuliah

Ada beberapa siswa yang merasa hidupnya kurang seru jika hanya diisi dengan kegiatan sekolah saja, rasanya ada yang kurang. Nah, kami para pegiat organisasi ini termasuk yang merasakannya, jenuh dengan aktivitas yang hanya itu-itu saja. Kami menyebutnya hanya pindah dari rumah ke sekolah lalu pulang lagi ke rumah, sepertinya kami bosan dengan aktivitas yang serupa setiap hari. Apalagi jaman saya sekolah dulu belum ada hp apalagi smartphone seperti sekarang, jadi mengikuti banyak kegiatan menjadi salah satu alternatif mengatasi kebosanan tersebut.

  • Menyukai tantangan

Terkadang kegiatan yang ritmenya monoton menjadi tidak menarik lagi sehingga membutuhkan hal lain yang lebih menantang. Beberapa dari kita mencari aktivitas menantang dengan caranya masing-masing, ada yang bermain dengan teman-temannya, ada yang berpetualang atau naik gunung ada juga yang mengisinya dengan berbagai hal di organisasi. Tantangan di organisasi juga tidak bisa diremehkan, kami harus belajar banyak hal baru seperti mengurusi seluruh kegiatan, anggota dan manajemen waktu kami agar tidak tertinggal/semakin tertinggal dalam pelajaran di sekolah atau kuliah.

Memang banyak alasan yang menyebabkan kami mau meluangkan waktu, energi dan tenaga untuk berorganisasi. Tetapi sebenarnya apa saja sih manfaat berorganisasi bagi remaja?

Manfaat berorganisasi pada anak remaja termasuk yang saya rasakan sendiri yaitu:

  • Memperluas pergaulan

Tentu saja dengan berorganisasi kita memperoleh lebih banyak kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak. Beda halnya jika kehidupan kita hanya diisi dengan belajar saja yang kemungkinan bertemu dengan orang banyak sangat kecil. Dengan berorganisasi kita jadi mengenal teman yang beda kelas atau jurusan yang hal itu kemungkinan tidak ditemui oleh orang yang tidak mengikuti organisasi.

  • Meningkatkan kemampuan komunikasi

Semakin banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak tentu saja akan melatih kemampuan berkomunikasi kita. Kita jadi tahu bagaimana berbicara dengan orang lain, berbicara dengan yang lebih tua atau yang dihormati, berbicara di depan orang banyak (saat memimpin rapat, diskusi atau moderator suatu kegiatan). Dan kemampuan berkomunikasi ini sangat diperlukan dalam dunia kerja atau bermasyarakat nantinya.

  • Melatih kerja sama

Kebiasaan mengerjakan kegiatan bersama-sama dalam organisasi dapat melatih pengurus dan anggota untuk selalu bekerja sama agar tujuan dan kegiatan organisasi dapat tercapai dan terlaksana dengan baik. Kita akan tahu dan terbiasa membantu teman atau anggota lain yang kesusahan dalam mengerjakan tugasnya. Kebiasaan bekerja sama ini tanpa disadari akan terbentuk dan menjadi nilai positif yang dimiliki dan akan berguna di masa depan.

  • Melatih jiwa kepemimpinan

Sama seperti kemampuan komunikasi, leadership atau jiwa kepemimpinan ini akan sangat terlatih di dalam organisasi. Hal ini karena di dalam organisasi ada sistem regenerasi yang membuat kita harus bisa membimbing dan mengarahkan anggota serta berlatih bisa mengayomi anggota agar semua merasa nyaman dan semangat mengerjakan tugas-tugas di organisasi. Kemampuan ini sangat dibutuhkan di masa depan, terutama saat kita dewasa dan di posisi yang mengharuskan kita bisa menjadi pemimpin. Saat itu kita yang terbiasa berorganisasi tidak akan kaget karena sudah terbiasa menjalaninya selama menjalankan peran di organisasi. Dalam hidup ini harus siap memimpin dan siap dipimpin. Jika semua bisa menjalankan porsinya dengan baik maka semakin mudah mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Belajar manajemen waktu

Salah satu manfaat berorganisasi yang sangat terasa hingga sekarang adalah kemampuan membagi waktu ini. Entah ini murni manfaat berorganisasi atau tidak, tetapi saya sangat merasakannya. Beberapa kali mengemban tugas dalam organisasi dan harus bisa menjalankan peran sebagai pelajar atau mahasiswa membuat saya sangat paham bahwa waktu saya tidaklah banyak, sehingga saya harus selalu menjadwalkan kegiatan saya agar semua yang menjadi tanggung jawab saya dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Dan kebiasaan baik ini masih saya terapkan sampai sekarang.

Banyak sekali manfaat berorganisasi ini semoga menjadi penyemangat bagi anak muda yang ingin mengisi waktunya dengan hal positif dan bermanfaat. Dari pada hanya bengang bengong di rumah atau menghabiskan waktu dengan scroll hp yang tidak jelas tujuannya, coba deh ikut organisasi. Pilih organisasi yang paling mendekati minat kalian dan temukan banyak manfaat di dalamnya. Semoga dengan begitu kalian terbiasa menjadi orang yang sibuk, karena sibuk itu keren. Dan karena waktu luang adalah pintu masuknya syetan maka dengan berkegiatan berarti menutup pintu tersebut. 

Rabu, 15 November 2023

Sudah Belajar Apa Saja Hari ini?

 Never stop learning because life never stop teaching.”— NN

Banyak sekali pepatah yang membicarakan tentang pentingnya belajar. Belajarlah sejak dari buaian hingga liang lahat. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Kedua kalimat tersebut kurang lebih bermakna serupa, bahwa tidak ada batasan umur untuk kita belajar. Bahkan mungkin kita beberapa kali membaca atau mendengar berita tentang orang lanjut usia yang melanjutkan pendidikan formalnya. Tidak mengherankan, karena bagi Sebagian orang belajar baik formal maupun informal, secara otodidak atau lewat guru adalah sebuah kesenangan. Hidup seakan lebih bersemangat dan kadang sampai membuat lupa dengan usia kita sebenarnya. Mungkinkah belajar juga membuat semangat selalu muda?

Meski tidak semua terlihat belajar, sesungguhnya mau tidak mau semua orang belajar. Perkara bagaimana hasil belajarnya tentu saja tergantung masing-masing orang. Sejak jadi anak kita belajar bagaimana menjadi anak yang bisa menyenangkan orang tua, pun peran itu berbarengan dengan peran lain misal sebagai murid, sebagai adik, sebagai kakak sebagai teman dan lain sebagainya. Semua butuh proses belajar agar dalam menjalani peran kita dapat maksimal.

Setelah tumbuh dewasa lalu menikah tentu masih terus kita belajar, bahkan mungkin harus lebih banyak yang dipelajari dengan hambatan waktu dan tanggungjawab yang semakin padat. Menjadi istri, otomatis menjadi menantu, menjadi saudara ipar. Menjadi istri artinya belajar mengenai kebiasaan atau adat istiadat dari keluarga yang baru saja dimasukinya. Tidak mungkin tetap membawa kebiasaan keluarga asal jika hal tersebut tidak sesuai di lingkungan keluarga suami/istri. Tidak harus memang, tetapi jika menginginkan perjalanan dalam rumah tangga lancar tanpa hambatan ya memang cara itulah satu-satunya. Mencoba beradaptasi dan menghormati jika memang ada perbedaan.

Lalu hadirlah anak-anak yang semakin menambah semarak sebuah rumah tangga. Di balik itu ada semakin banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan. Dan penyelesaian tanggungjawab itu akan berhasil baik jika kita sebagi orang tua tidak berhenti belajar. Membesarkan anak tidak semata cukup dengan memberi makan dan menyekolahkannya. Mereka butuh makanan yang bergizi, butuh pendampingan dan pendidikan yang benar, agar kelak mereka tumbuh sesuai dengan fitrah mereka sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang harusnya menjadi pemimpin. Dan semua itu harus dibarengi dengan kebiasaan untuk terus menerus belajar. Dan masih banyak lagi, karena memang untuk bisa melewati perjalanan di dunia dengan baik harus ditunjang dengan ilmu.

Tidak hanyak belajar untuk persiapan menjalani hidup di dunia, bahkan kehidupan setelah kematian pun harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Dan semua itu butuh sekali yang namanya ilmu. Bacalah, bacalah, bacalah. Perintah yang disampaikan kepada Rosul itu cukup menjadi bekal kita selanjutnya untuk tidak berhenti membaca. Baca apa saja baik yang tesirat maupun yang tersurat.

Kamis, 09 November 2023

Mental Load, Ibu dan Segala Penatnya.

Pernah gak teman-teman para emak-emak merasakan pikiran kemrungsung (bahasa jawa yang artinya cemas dan merasa tergesa-gesa)? Hal ini biasanya terjadi karena pekerjaan rumah tangga yang sangat banyak hingga seolah sedang berderet menunggu dituntaskan lalu yang terjadi malah bingung harus mulai dari mana. Lalu segalanya menjadi semakin runyam karena seorang ibu yang kelelahan akan dengan mudah tersulut emosi, mudah tersinggung dan mudah marah. Rasa capek yang kerap kali muncul saat menjadi istri dan ibu tentu sudah tidak diragukan lagi. Setiap hari sibuk dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Semua tenaga ibu terkuras bahkan energi dari dalam pun ikut tersedot.

Saya adalah seorang istri dan ibu dua orang anak, beberapa tahun yang lalu saya pernah bekerja di suatu instansi pendidikan. Tetapi selama menjalaninya saya merasa tidak bahagia, ada beban yang teramat besar yang saya rasakan. Pada saat sedang merintis karier tersebut, beban dan tanggung jawab saya sebagai ibu rumah tangga tidak berkurang. Semua hal yang menyangkut rumah dan isinya menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya saya putuskan untuk mundur dari pekerjaan tersebut dan kembali menjalani hari-hari sebagai istri dan ibu. Pada saat itu saya tidak tahu apa yang terjadi dengan diri saya, saya hanya merasa sangat lelah dan kewalahan karena harus menyelesaikan tanggung jawab saya sendiri dengan tambahan pekerjaan baru saya. Lalu semua berjalan seperti biasa, kadang saat pekerjaan seolah menodong dan merongrong saya tanpa ampun saya jadi sangat mudah tersinggung. Tumpahan air di meja yang tidak sengaja dilakukan oleh suami bisa membuat urat leher saya menegang berlanjut dengan rentetan omelan dan masih banyak lagi contoh lainnya. Intinya saya jadi gampang naik darah hehehe. Lalu saya membaca artikel tentang mental load, yang membuat saya menyadari suatu hal, apakah mungkin saat itu saya sedang mengalami mental load? Apakah sekarang masih terjebak dalam mental load? Lalu bagaimana mengatasinya?

Menurut artikel yang saya baca mental load adalah kelelahan mental dan kebanyakan dialami oleh kaum Wanita khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh tanggung jawab seorang ibu yang sangat banyak. Mental load ini biasanya tidak disadari karena penyebabnya terjadi di dalam pikiran ibu itu sendiri. Berbagai hal yang menuntut untuk segera dibereskan menyebabkan para ibu ini harus memikirkan banyak hal demi membuat semua tanggung jawabnya selesai dengan baik. Dalam kesibukan fisiknya tanpa orang sekitarnya sadari di kepala ibu penuh dengan berbagai macam hal yang berkaitan dengan strategi demi menyelesaikan tugas-tugasnya. Maka jika terjadi hal-hal yang menjengkelkan yang keluar dari seorang ibu yang sering muncul adalah salah paham. Hal itu terjadi karena biasanya orang-orang disekitar ibu itu tidak paham dengan beban pikiran yang ada di kepala si ibu.

Lalu penyebab mental load apa saja? Banyak artikel yang membicarakan penyebab mental load. Tapi menurut yang saya alami penyebab mental load adalah:

  • Menuntut Kesempurnaan

Lumrahnya seorang ibu memang sangat mendambakan suasan rumah yang rapi, teratur, makanan untuk keluarga yang selalu siap sedia dengan komposisi empat sehat lima sempurna. Ideal sekali kan? Tetapi tunggu dulu, untuk mendapatkan semuanya itu tidak sesederhana merapal mantra lalu semuanya rapi jali lengkap dengan hidangan yang lezat dan bergizi. Tidak semudah itu kan mak? Jika ingin rumah rapi dan bersih maka ada banyak proses yang harus dilalui seperti merapikan semua barang dan mengembalikannya ke tempat masing-masing, mengelap meja dan membersihkan semua debu, lanjut dengan menyapu atau mem-vacuum lantai. Apakah sudah cukup? Bagi ibu yang setiap hari menuntut rumahnya kinclong tentu harus ada aktivitas tambahan yaitu mengepel rumah. Nah baru beres urusan rapi-rapi rumah. Lalu bagaimana dengan urusan makanan seluruh penghuni rumah? Ini juga tidak semenyenangkan melihat meja makan penuh makanan. Tetapi ada banyak sekali proses di dalamnya. Mulai dari menyiapkan menu makanan, lalu belanja bahan makanan, menyiapkannya dan memasakannya baru bisa terhidang makanan di meja makan. Apakah lantas sudah selesai pekerjaan ibu ? Jangan takut mak, peralatan masak yang tadi dipakai menanti dieksekusi tuh. Itu belum semuanya mak, masalah baju kotor juga tidak bisa dibiarkan, lalu mengawasi tumbuh kembang anak serta macam ragamnya tentu juga tidak boleh diabaikan. Ditambah lagi jika si ibu menjalani profesi sebagai wanita bekerja. Aduh tidak terbayang bagaimana ruwetnya isi kepala.

Semuanya tadi memang tugas kita sebagai Wanita, sebagai istri dan ibu. Tetapi jika kita mematok standar terlalu tinggi maka kita hanya sedang menyakiti diri sendiri. Tidak perlu sepanjang hari, setiap waktu rumah selalu rapi dan bersih. Sesekali tutup mata demi menjaga keseimbangan beban kerja saya rasa tidak ada salahnya. Sesekali biarkan cucian piring itu menumpuk jika memang tidak ada yang membantu mencucinya, lalu melipir sejenak di kamar untuk sedikit menikmati waktu sendiri dengan melakukan hal-hal yang disukai. Ideal itu baik tetapi menjaga kewarasan jauh lebih dibutuhkan oleh tubuh kita.

Untuk mengurangi burnout yang mungkin terjadi karena mental load maka bisa dengan mengurai beban kerja ke dalam rincian tugas-tugas kecil hingga tidak semuanya memenuhi isi kepala kita. Yang bisa dilakukan yaitu menuliskan tugas-tugas harian, mingguan atau bulanan dan tinggal menjalankan sesuai jadwalnya. Mengurangi isi kepala dari berbagai cara menyelesaikan tugas itu akan sangat melegakan dan menghemat banyak energi kita.

  • Merasa bahwa mengurus rumah tangga adalah tanggung jawab ibu semata

Pekerjaan ibu rumah tangga ternyata banyak banget kan? Padahal belum saya tuliskan semuanya loh, tetapi baru membaca sebagian kecil saja rasanya sudah mau muntah. Lalu apa kabar para ibu yang melakukan pekerjaan itu sendiri setiap harinya? Pantas saja mental load lebih sering menjangkiti para ibu dibandingkan ayah, ya karena seruwet dan seberat itu. Hal itu tentu saja terjadi karena sejak jaman dulu stereotip pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab ibu seorang menjadi salah satu penyebabnya.

Lalu supaya tidak terjadi mental load apa yang harus kita lakukan sebagai ibu? Kita memang tidak bisa serta merta menghapus stereotip itu, pun juga kita tidak bisa terlalu berharap orang lain akan merasa mempunyai tanggung jawab yang sama dengan kita mengenai rumah serta pengaturan isi dan penghuni di dalamnya. Meskipun begitu demi kenyamanan Bersama saya akan tetap memberi tahu suami atau penghuni rumah lain untuk bisa menjalankan tanggung jawab menjaga kenyamanan rumah bersama. Tetapi jika tetap tidak ada perubahan dari suami atau penghuni rumah lain maka saya akan tetap melakukan apa-apa yang menjadi tanggung jawab saya dengan tidak memaksakan diri. Dan tak lupa memberikan waktu dan kesempatan kepada diri sendiri untuk menikmati hal-hal yang membuat hati Bahagia, misalnya membaca buku atau menjalankan hobi atau sekedar bersantai di kamar. Terlalu banyak berharap kepada manusia yang ada malah menambah beban karena kecewa. Mencoba tetap memberi porsi bahagia untuk diri sendiri dan belajar menjadikan setiap pekerjaan dan tanggung jawab sebagai sarana ibadah juga akan meringankan rasa penat yang ada.

Rabu, 08 November 2023

Perjalanan self-love saya.

Menurut artikel yang saya baca, self-love bisa diartikan sebagai mencintai diri sendiri. Baik saya akan mencoba melihat diri sendiri dulu. Seberapa saya mencintai diri sendiri. Saya adalah orang yang gak enakan dan sering mengalah. Ini bukan statement dari saya ya, tetapi memang beberapa orang sering menyebut saya demikian dan saya juga menyadari hal itu. Bahkan kebiasaan mengalah saya ini sering membuat orang-orang terdekat saya sering merasa geram. Mereka juga terang-terangan mengatakan bahwa mereka tidak suka melihat saya terus-menerus mengalah, kalau tidak suka ngomong saja, begitu kata mereka. Apa yang mereka lihat memang tidak salah. Saya lebih memilih diam jika ada suatu masalah dan ini terkesan saya mengalah dan tidak melawan saat ada orang yang sedang mencurangi saya, ibaratnya begitu. Tapi saya justru berpikiran sebaliknya, saya seringkali diam saat ada orang yang mungkin sedang tidak baik kepada saya bukan karena saya mengalah, hanya saja saya menganggap menanggapi keburukan dengan keburukan itu melelahkan. Saya merasa tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengurusi hal-hal yang seperti itu. Jika self-love artinya mencintai diri sendiri, maka saya juga sedang mencintai diri saya dengan tidak mempedulikan sesuatu yang tidak menjadi prioritas saya. “Impian dan tanggung jawab saya terlalu banyak hingga tak ada waktu mengurusi yang begitu-begitu.” Kalimat yang hampir sama yang saya sampaikan saat ada kerabat atau teman dekat yang memprotes sikap diam saya. Meski begitu tak jarang komentar dan masukan dari teman dan kerabat itu cukup mempengaruhi pikiran saya hingga kadang menyebabkan saya berpikir apakah memang saya ini kurang mencintai diri sendiri? Nasihat dan masukan dari orang-orang terdekat tetap saya jadikan pertimbangan dan saya mulai perubahan pada diri saya. Beberapa perubahan itu diantaranya yaitu:

  • Berani berkata tidak

Seiring tumbuhnya kedewasaan diri saya merasa dan menyadari tidak semua orang di dunia ini yang membutuhkan pertolongan kita adalah orang yang benar-benar butuh, banyak juga yang bermain sebagai korban (playing victim) yang mendorong kita untuk membantunya. Padahal setelah ditelisik lebih dalam adalah sebenarnya bantuan kita tidak terlalu diperlukan, tetapi lebih karena mereka memang tidak mau membantu diri mereka sendiri dan lebih mengandalkan orang lain. Nah, jika berada di kondisi seperti ini saya akan memilih untuk berkata “tidak”. Pada awalnya tentu ada rasa tidak enak, karena memang saya tipe orang yang gak enakan, tetapi setelah terbiasa dan mencoba memastikan diri bahwa dengan berkata tidak pada kasus-kasus tertentu bukan berarti saya berbuat jahat maka kebiasaan itu bisa lebih ringan diterapkan.

  • Mulai mengabdi pada diri sendiri

Ini sebenarnya saya lakukan bahkan di lingkungan keluarga kecil saya. Saya adalah seorang istri dan seorang ibu. Sebagai seorang penyayang keluarga cieeee…hehehe, saya sering mengalah dan menahan keinginan sendiri semata-mata karena saya lebih mementingkan kepentingan suami dan anak-anak saya. Memang tidak ada yang salah dengan sikap ini. Yang menjadi masalah adalah Ketika kita melakukan itu tetapi terus menerus menahan segala keinginan, karena itu artinya kita malah menyakiti diri sendiri. Padahal menjadi seorang istri dan ibu sangat diperlukan perasaan bahagia. Setelah menyadari bahwa kebiasaan saya sudah tidak menyehatkan jiwa dan raga saya maka pelan-pelan saya mulai memberikan apa-apa yang disukai oleh diri saya, selama apa yang saya lakukan itu tidak merugikan saya dan keluarga maka saya berusaha memenuhinya.

  • Menyalurkan hobi

Sudah lama saya tidak menulis, membaca atau melakukan hal-hal yang saya sukai. Salah satu alasannya adalah karena permintaan dari suami untuk mencurahkan seluruh waktu dan tenaga untuk membantu proyek yang sedang dikerjakannya. Pada tahun-tahun awal saya berusaha mematuhinya. Tetapi ternyata saya malah kehilangan keseimbangan hidup, banyak hal-hal buruk yang terjadi dalam tubuh saya. Singkat kata saya kelebihan beban pikiran teman-teman. Tidak ada yang akan menyukai kondisi tersebut, setiap hari tubuh dipaksa untuk melakukan semua yang tidak saya sukai, semua hanya tentang menjalankan tanggung jawab. Akhirnya saya memberanikan diri mulai melakukan hal-hal yang saya sukai seperti menulis dan membaca hal-hal yang menarik buat saya. Pada awal-awal tentu saja suami saya protes dan tetap meminta saya untuk tetap mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan proyeknya. Tetapi saya sampaikan padanya bahwa saya juga membutuhkan keseimbangan hidup, sama seperti dirinya yang seharusnya juga mulai menyeimbangkan ritme hidupnya. Mulai saat itu saya menjalani hari saya dengan lebih bersemangat tanpa meninggalkan tanggung jawab saya terhadap tugas-tugas saya.

  • Istirahat cukup

Beberapa tahun kemarin saya seolah diburu oleh pekerjaan. Salah pengaturan waktu dan orang menjadi penyebabnya. Jika waktu penyerahan tugas sudah mepet maka saya harus lembur berhari-hari. Dan kebiasaan itu sangat tidak sehat secara fisik maupun mental. Oleh karena itu saya tidak lagi membiarkan diri saya pontang-panting oleh pekerjaan. Semua harus sudah dijadwalkan dengan baik. Pekerjaan-pekerjaan mulai saya rinci menjadi tugas-tugas kecil dan saya selesaikan satu per satu tanpa menunggu batas akhir waktu. Setiap hari saya bekerja dengan mematuhi tugas-tugas yang telah saya susun sebelumnya. Dan alhamdulillah semua berjalan dengan lebih normal dan saya memiliki waktu istirahat cukup untuk bisa menjaga kesegaran, semangat dan yang terpenting kesehatan saya.

  • Berani berbeda

Saya adalah orang yang tidak terlalu nyaman berada dalam sorotan, dan menjadi berbeda tentu akan sangat mencolok bukan? Tetapi ironisnya ternyata sejak dari dulu saya telah biasa berbeda dari kebanyakan orang di lingkungan saya. Hal tersebut saya lakukan bukan semata-mata karena pingin tampil beda ya, tetapi memang saya harus melakukannya. Tetapi saya merasa akhir-akhir ini keberanian saya mulai luntur, selalu ada rasa gak enak hati saat harus berbeda dari lingkungan sekitar. Saya tidak menyukai suatu hal tetapi karena begitulah yang terjadi di lingkungan saya maka saya memaksakan diri untuk menjadi seperti yang biasa dilakukan di lingkungan saya itu. Tapi lama-lama saya capek sendiri, saya seolah harus mengenakan topeng karena saya tidak menjadi diri sendiri. Maka sejak beberapa waktu lalu saya mulai meyakinkan diri bahwa menjadi berbeda itu tidak masalah. Berbeda tidak selalu menunjukkan perlawanan, kita hanya sedang menyuarakan sesuatu yang menurut kita baik. Berbeda bukan berarti kita merasa lebih baik dari orang di sekitar tetapi memang suatu keharusan yang menyebabkan kita harus berbeda. Dengan meyakinkan diri seperti itu saya sekarang lebih nyaman dengan menjadi diri sendiri dan menyuarakan apa yang saya anggap baik dan benar. Seperti kegiatan menulis saya ini, di lingkungan terdekat saya masih sangat jarang orang melakukannya. Ibu rumah tangga seperti saya biasanya mengisi waktu dengan mengerjakan urusan rumah saja tidak ada kegiatan tambahan lainnya. Kebanyakan penggunaan gadget sebatas untuk mencari informasi dan hiburan. Tetapi saya merasa bahwa kebiasaan itu tidak cukup untuk menambah kapabilitas diri maka saya beranikan diri menulis dan membaca. Sekali lagi tak ada yang salah dengan menjadi orang yang berbeda selama perbedaan itu untuk kebaikan.

  • Meninggalkan lingkungan yang tidak membuat nyaman

Menjadi istri dan ibu membuat saya harus beradaptasi dengan banyak lingkungan baru. Dan ternyata tidak semua lingkungan baru itu cukup nyaman. Permasalahannya tidak selalu pada tempatnya tetapi pada unsur yang ada di lingkungan tersebut. Jika sebelumnya saya mencoba menerima dengan segala ketidaknyamanan itu maka sekarang saya sudah bisa memposisikan diri agar bisa menjadi ''orang asing" jika berada di lingkungan yang memang tidak tepat untuk saya. Perasaan bahwa tidak selamanya kita harus diterima di semua lingkungan membuat saya lebih tenang dan nyaman berada di lingkungan mana pun. Dan jika memang harus berada di lingkungan yang kita tidak nyaman di situ maka saya cukup membatasi diri, menjadi diri sendiri dan tidak terlalu berusaha agar “diterima”. Dan ternyata semua menjadi baik-baik saja.

  • Tidak terlalu peduli dengan pandangan orang lain

Perasaan ini dulu sangat menyiksa saya. Saya selalu khawatir jika tingkah laku saya atau omongan saya melukai atau menyinggung orang lain atau lawan bicara saya. Tapi semua berubah setelah ada kesalahpahaman antara saya dan lawan bicara terkait pembicaraan kami. Setelah saya tahu penyebabnya saya menyadari sesuatu bahwa saya tidak perlu terlalu mengkhawatirkan pandangan orang lain tentang apa yang saya ucapkan atau yang saya lakukan. Karena ternyata ketersinggungan orang lain itu lebih sering tidak bisa ditebak dari arah mana. Saat terlibat obrolan itu saya hanya bicara yang ringan-ringan, tidak ada pembicaraan yang serius, tapi ternyata ada salah satu omongan saya yang menyinggung lawan bicara saya tersebut. Menyadari hal tersebut bukan membuat saya menjadi merasa bersalah tetapi justru membuat saya lebih santai dalam berinteraksi dengan orang lain. Tidak ada lagi beban harus selalu menjaga perasaan orang lain. Selama ini saya terlalu sibuk menjaga perasaan orang lain hingga hampir lupa menjaga perasaan saya sendiri. Jadi selama saya tidak punya niatan buruk di dalamnya maka seharusnya saya bisa tenang menjalani hari.

Begitulah perjalanan self-love saya, semoga saya cukup bisa mencintai diri sendiri ya, karena dengan mencintai diri sendiri artinya saya lebih mudah mencintai orang lain dan menyebarkan kebahagiaan untuk orang lain. Semoga bisa diambil manfaatnya.