Sabtu, 13 Desember 2014

Menyiapkan Liburan


Liburan akhir semester dan akhir tahun sudah di depan mata. Anak-anak riang bukan kepalang. Membayangkan bebasnya hari-hari mereka tanpa tumpukan tugas, PR dan belajar. Tetapi saya kok malah agak riweuh mempersiapkannya. Hehehe. Karena saya tidak ingin liburan anak-anak hanya diisi dengan rutinitas yang kurang bermanfaat. Saya memang berusaha membuat anak-anak tidak semakin jatuh cinta dengan TV dan gadget. Penyebab mengapa saya menghindari kedua piranti tersebut tentu tidak perlu saya sebutkan karena sudah banyak ahli yang menyarankan dan memberi penjelasan mengenai hal tersebut.

Lalu bagaimana agar waktu liburan yang cukup panjang itu dapat berkesan bagi anak-anak tetapi juga ada efek positif khususnya bagi mereka. Karenanya saya coba ngubek-ubek artikel tentang liburan dan inilah hasilnya yang telah saya sesuaikan dengan kebutuhan keluarga kami:

1.   Isi liburan dengan kegiatan yang menunjang kreatifitas anak misal membuat kerajinan tangan bersama-sama. Belum lama ini anak-anak mendapatkan ketrampilan di sekolahnya yaitu membuat gantungan kunci dari kain flannel. Cobain di rumah dengan anak-anak kayaknya seru.

2.   Mengunjungi kakek nenek dan sanak saudara.

3.   Berenang.

4.   Bermain sepeda

5.   Berlatih menulis dan membuat cerita dengan ide dari membuat kata benda, kata kerja dan kata sifat untuk kemudian dapat dijadikan sebagai premis (ide dasar cerita)

6.   Tetap membaca minimal 1 buku dalam sehari

7.   Murojaah (hapalan surat-surat dalam Al Quran) agar tidak terlupa

8.   Sedikit mengingat pelajaran dengan mengajak anak menghafal perkalian 1 sd 100. Liburan bukan berarti haram menyentuh dan mengingat kembali pelajaran kan?

9.   Memasak bersama dengan anak-anak

10.      Hari Minggu diajak ke kajian yang diadakan di salah satu masjid kampus di kota kami

11.      Berkebun

12.      Berbagi tugas di rumah

13.      Berolahraga bersama anak-anak misalnya senam bareng anak-anak

Itu tadi catatan saya untuk mempersiapkan liburan yang berkesan untuk anak-anak. Pilihan kegiatan di atas semoga dapat membuat liburan anak-anak tidak terasa membosankan sehingga tidak hanya diisi dengan menonton TV dan bermain game. Semoga bermanfaat.

Lika-Liku Merawat Wajah


Di usia yang sudah memasuki kepala 3 tentu banyak sekali permasalahan kulit yang dihadapi ibu-ibu. Dari mulai kulit kering, kulit kusam, berjerawat dan bintik hitam. Memang kecantikan fisik bukan segalanya, tetapi bukankah menjaga keindahannya juga tidak masalah sebagai wujud syukur atas kulit yang membungkus tubuh kita.

Saya juga pernah merasakan ribet dan ga sabar dalam merawat kulit terutama kulit wajah. Meski begitu saya tetap melakukan standar membersihkan wajah dan menjaga kelembaban kulit. Karena kulit saya sepertinya lebih mudah kering dan kusam, saya keranjingan dengan produk kecantikan (yang ada di pasaran) untuk menjaga kelembaban kulit. Berbagai produk kecantikan yang dapat menjaga kelembaban kulit pernah saya coba.

Tetapi tidak semua produk itu cocok untuk semua jenis kulit. Tapi karena keterbatasan pengetahuan tentangnya, maka saya hanya coba-coba dan mengikuti feeling untuk memilih suatu produk pelembab (untuk kulit wajah kok coba-coba..:)). Ya dari pada tidak menggunakan pelembab sama sekali yang akan menjadikan kulit saya terasa kering dan kusam maka saya pilih cara itu.

Pernah suatu ketika saya menemukan brosur tentang dibukanya salon khusus muslimah. Karena tertarik cobalah saya ke salon itu untuk berkonsultasi mengenai kulit wajah saya yang sudah mulai muncul bintik hitam yang mengganggu. Setelah berkonsultasi saya diberikan solusi dan treatment untuk mengatasi masalah pada kulit wajah saya. Dan tak lupa tentunya berbagai produk perawatan wajah juga turut saya bungkus untuk melanjutkan treatment di rumah.

Selang beberapa waktu (mungkin hanya kurang dari 3 bulan) kulit wajah saya tampak lebih bersih dan bintik-bintik hitam di wajah memudar. Dan lagi wajah terasa lebih lembab dan segar. Senang dan tenang tentunya, siapa sih yang tidak pingin punya kulit wajah bersih dan berseri. Tetapi setelah hampir 2 tahun melakukan perawatan dan rutin menggunakan produk perawatan wajah tersebut, ternyata salon tersebut menghentikan kerjasama dengan dokter yang memasok produk kecantikan yang juga saya konsumsi tersebut. Alhasil saya kehilangan produk yang membantu saya merawat wajah.

Dan karena tidak ingin kulit kembali kusam maka saya segera mencari produk pengganti dengan yang ada di pasaran. Sebenarnya sebelum saya menggunakan produk dari dokter itu, saya juga telah menggunakan produk pasaran yang sekarang saya beli lagi. Tetapi olala, setelah pemakaian seminggu untuk produk yang saya beli di pasaran tersebut, wajah saya terasa gatal dan memerah dan muncul JERAWAT! Padahal sebelumnya wajah saya termasuk yang bersih dari jerawat. Dan jerawat itu memenuhi seluruh kulit muka saya (kecuali bagian yang tertutup oleh jilbab).

Demi menyembuhkan jerawat yang semakin lama semakin mengganggu itu saya harus berganti-ganti dokter kulit. Hal itu saya lakukan hampir tiga bulan. Bukan karena saya tidak sabar dengan jerawat di muka, tetapi rasa gatal yang ditimbulkan oleh jerawat saya itu sangat menyiksa sampai-sampai mengganggu tidur saya. Kadang karena gatal yang sudah kebangetan saya terpaksa mencubit-cubit bagian wajah saya.

Setelah berpetualang mencari dokter kulit akhirnya saya menemukannya di sebuah rumah sakit terkenal di kota saya. Dan tindakan pertama yang dilakukan oleh dokter itu adalah melakukan tes laboratorium dan tes yang dilakukan adalah Demodex (kalau tidak salah). Tes tersebut dilakukan karena disinyalir diwajah saya terdapat kutu hingga menyebabkan wajah saya dipenuhi jerawat dan terasa sangat gatal. Jerawat yang tumbuh di wajah saya berbeda dengan jerawat yang tumbuh tanpa perantara kutu. Jerawat saya berwarna merah terang itulah indikasinya, itulah penjelasan yang saya dapat dari dokter yang merawat saya.

Setelah melakukan petunjuk dokter dan tentunya dengan tetap menggunakan obat sesuai anjuran dokter, akhirnya masalah jerawat saya tersebut bisa teratasi. Dan kulit muka saya tidak gatal lagi. Satu hal yang saya dapat dari kejadian itu yaitu diperlukan waktu beberapa minggu (minimal 2 minggu) untuk menetralkan kulit dari produk perawatan wajah yang telah lama digunakan sebelum berganti ke produk yang baru.

Penetralan wajah dapat dilakukan dengan mengistirahatkan wajah dari berbagai macam produk (krim malam dan krim pagi) selama waktu penetralan. Penetralan dapat dibantu dengan menggunakan masker ke wajah. Misalnya menggunakan masker putih telur maupun masker madu.

Itu tadi cerita saya tentang lika-liku merawat wajah. Semoga bermanfaat.

Kamis, 11 Desember 2014

IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis Interaktif)


Pernah saya menuliskan tentang pilihan sikap yang harus berhati-hati menyikapi maraknya komunitas penulisan yang saya tulis disini. Dan dengan mempertimbangkan kesesuaian antara gaya dan selera dalam belajar menulis, saya merasa sangat senang dapat bergabung dengan IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis Interaktif).

IIDN yang didirikan oleh Ibu Indari Mastuti dan telah beranggotakan ribuan ibu-ibu dan calon ibu yang mencintai dunia penulisan ini membuat saya semakin senang menulis. Meski saya tidak tahu pasti apakah kesukaan menulis saya ini nantinya akan memberikan manfaat secara finansial atau tidak. Yang lebih saya syukuri sekarang adalah saya memperoleh lingkungan (meski di dunia maya) yang sangat kondusif dan membangun. Semangat menulis dan membaca saya jadi semakin membara. Hehehe…

Meski belum lama gabung di IIDN, tetapi sudah banyak ilmu yang saya dapat. Mulai dari ilmu manajemen waktu, ilmu EYD, ilmu menangkap dan memanajemen ide, ilmu mencari uang lewat tulisan dan masih banyak lagi ilmu lainnya. Di komunitas ini pula saya seperti mendapat teman seperjuangan dan tentunya menjadikan diri saya semakin bersemangat memperbaiki diri, tidak hanya dari sisi penulisan saja, tetapi dari berbagai aspek.

Kadang terbersit penyesalan setelah masuk di komunitas tersebut. Saya sangat menyesal mengapa tidak dari dulu saya menemukan grup yang digawangi dan beranggotakan orang-orang keren dan super hebat. Saling menyemangati meski hanya mengenal lewat tulisan baik yang diposting di dinding facebook maupun di blog masing-masing.
Meski begitu saya sangat bersyukur dipertemukan dengan perempuan-perempuan khususnya ibu-ibu yang sangat berdedikasi dan mencintai profesinya. Sehingga keberadaannya sebagai ibu dengan segudang tanggung jawab tidak menutup mereka untuk tetap memaksimalkan potensi mereka. Semoga bersama dengan komunitas yang positif ini ada kebaikan yang juga bisa saya bagi selain tentu saja banyak sekali manfaat dan kebaikan yang telah IIDN bagi untuk saya. Terima kasih IIDN.

Rabu, 10 Desember 2014

Tamparan keras dari Upin Ipin



Sumber Gambar disini

Siapa yang tak kenal Upin Ipin? Tokoh kartun yang setiap hari tayang di salah satu TV swasta Indonesia. Sosoknya yang lucu, polos dan cerita yang lebih manusiawi dan masuk akal membuat film kartun yang satu itu menjadi salah satu yang direkomendasikan oleh para ibu untuk ditonton oleh anak-anaknya. Yah, dibanding film kartun lain seperti Sinchan, Naruto, SpongeBob dll sepertinya Upin Ipin masih layak tonton.

Cerita yang ditampilkan memang disesuaikan dengan Negara asalnya yaitu Malaysia. Dengan logat Melayu yang awalnya terasa asing di telinga anak-anak, tidak membuat mereka kehilangan pecintanya di sini. Perlahan dan sangat pasti anak-anak mulai dapat mengikuti dan memahami berbagai logat yang ada dalam cerita Upin Ipin tersebut. Bahkan mereka mulai fasih menirukan berbagai aksen dan logat bicara seperti yang ada dalam kartun kesayangan mereka tersebut.

Di awal perubahan aksen dan logat bicara anak-anak yang ke-Melayu Melayu-an itu terkesan lucu dan menghibur untuk para ibu termasuk saya. Tetapi berjalan beberapa waktu dan hampir tiap hari mendengar anak-anak dan teman-temannya berlogat layaknya orang Malaysia membuat saya risih dan terganggu. Bukan karena logat yang mereka tirukan tidak baik. Tetapi ada hal yang membuat saya tertampar.

Menggunakan bahasa ibu sendiri saja mereka kesusahan, mengapa mudah sekali mereka mengadopsi bahasa dari negeri tetangga? Jika kita berani jujur pasti mengakui bahwa kita saja kesulitan menggunakan bahasa nasional dan apalagi bahasa ibu. Lantas bagaimana nasib bahasan itu di generasi yang akan datang jika tidak selalu dipupuk dan dipertahankan keberadaannya? Pikiran itu menggelitik dan mengusik hingga membuat saya lebih sering mengingatkan anak-anak agar mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan tetap mengajarkan juga menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Tulisan ini bukan tentang perbedaan Negara tetapi lebih pada tanggung jawab sebagai anak bangsa agar warisan budaya bangsa tidak tergerus dan terlupakan bahkan tergantikan dengan budaya Negara lain. Belajar budaya negara lain tetap perlu agar kita dan anak-anak lebih kaya wawasan, tetapi tetap berusaha mengingat bahwa kita sebagai bangsa Indonesia juga mempunya budaya dan bahasa yang tetap harus dipertahankan dan dijunjung tinggi keberadaannya.

Perjalanan Menuju Kebahagiaan


Dulu ketika saya masih remaja, saya mempunyai mimpi bahwa saat dewasa nanti saya ingin menjadi wanita karier. Pokoknya menjadi wanita yang bekerja di kantor, yang berangkat pagi pulang petang. Pagi-pagi sudah wangi, cantik dan keren. Memakai pakaian kerja setiap hari. Dan tentunya mempunyai penghasilan “lumayan”. Kala itu sepertinya saya lupa, bahwa impian terpendam saya yang lainnya adalah mempunyai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Menjadi ibu yang mendampingi dan menjadi saksi proses perjalanan hidup anak-anak saya.

Hingga beranjak dewasa lha kok usaha yang saya lakukan tanpa saya sengaja lebih condong mengarah mimpi saya yang kedua. Saya lebih tertarik dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan peran saya sebagai seorang istri dan ibu, dari pada kegiatan yang menuntun saya menjadi wanita karier. Hingga waktu mempertemukan saya dengan bapaknya anak-anak. Jadilah impian saya yang kedua lebih cepat terwujud dari pada mimpi lainnya.

Tak berapa lama, lahirlah anak-anak melengkapi rajutan mimpi saya. Perjalanan hidup saya menjadi lebih semarak, dan mimpi saya yang pertama semakin tertinggal di belakang. Tertutup oleh canda, tawa, rengekan, tangisan dan hiruk pikuk keseharian saya sebagai istri dan ibu. Tak terlalu banyak penyesalan, selain perasaan “berhutang” pada orang tua.

Kedua orang tua saya beranggapan, anak yang mereka sekolahkan haruslah menjadi wanita mandiri yaitu wanita karier. Berbagai upaya saya lakukan untuk dapat memberi pengertian pada mereka. Bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja, bukan berarti tidak membutuhkan kepintaran dan kecerdasan. Saya harus sering mengulang-ulang perkataan bahwa inilah tanggung jawab saya sekarang. Hingga lambat laun, mereka mulai bisa memahami keinginan dan cara bersikap saya.

Terima kasih untuk pengertian kalian. Putri kecil kalian ini telah dewasa dan tidak ingin mengecewakan kalian, dia hanya sedang mewujudkan mimpi-mimpinya dengan caranya. Semoga kalian merestui.

Hipnotis


Pernah mendengar kata hipnotis? Atau mungkin pernah menjadi salah satu korban hipnotis? Atau jangan-jangan malah bertindak sebagai pelaku hipnotis? Hmmm saya pernah menjadi salah satu korbannya. Menyebalkan sekali.

Ya! Dihipnotis adalah pengalaman pertama kali saya mengalami hal yang sebelumnya saya anggap tidak masuk akal. Jika ingat kejadian tersebut rasanya saya ingin kembali ke masa ketika saya dihipnotis dan memaki orang yang menghipnotis saya tersebut.

Tidak akan saya lupakan dan mungkin sampai sekarang saya belum memaafkan perbuatannya kepada saya. Karena yang saya alami bukan sekedar hipnotis yang ada di TV yang biasa digunakan untuk membuka rahasia (aib) sendiri. Ini penipuan!

Grrrr geram sekali saya jika mengingat peristiwa sekitar 2 tahun yang lalu. Peristiwa itu dimulai dengan adanya sms masuk di hp suami saya. Entah mengapa suami yang biasanya cuek dengan berbagai sms yang berisi menjadi pemenang undian, eh ini kok malah antusias. Dia merasa mungkin memang benar pesan yang ada di sms tersebut.

Dan seperti biasa, sayalah yang harus mengurus semuanya. Jadilah saya menghubungi nomor yang ada di hp suami saya tersebut. dan langsung diterima oleh seorang laki-laki. Dibelakang suara laki-laki tersebut juga terdengar beberapa suara lagi juga suara laki-laki. Semakin lengkaplah saya mempercayai bahwa yang saya telepon adalah sebuah kantor. L

Percakapan pun berlanjut dan saya diharuskan menuju ke ATM untuk memeriksa saldo di rekening tabungan suami saya. Saya sangat sadar, tetapi saya seperti tidak berdaya saat saya digiring untuk menekan tombol pemindahan dana dan mengetikkan nomor rekening tujuan untuk saya transfer. Dan konyolnya saya, sesampai di rumah pun saya belum merasa bahwa saya telah ditipu, Hingga akhirnya suami menanyakan kebenaran yang terjadi di ATM.

Pernyataan suami yang menanggapi peristiwa yang baru saja saya alami menyadarkan saya bahwa saya telah ditipu dan para penipu itu telah mendapatkan uang Rp 750.000,- dari tabungan suami saya. Banyak hikmah yang saya ambil dari peristiwa tersebut satu diantaranya saya tidak akan lagi mempercayai berbagai sms yang berisi memenangkan undian apapun itu. Dan harus lebih tenang dalam menghadapi situasi apapun. Semoga peristiwa saya itu tidak terjadi lagi baik pada diri saya maupun orang lain.

Jangan menua dalam hampa.


Terinspirasi dari kalimat yang dibuat oleh seorang teman. Mengingatkan saya pada perjalanan hidup yang sudah berjalan cukup jauh. Jika menilik perjalanan kehidupan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, maka saya sudah sampai diseparuh perjalanan beliau. Ahh, tidak terasa, sekian puluh ribu hari telah saya lalui. Jika boleh melihat ke dalam diri dan berkaca, apakah yang telah saya isi di terowongan panjang yang telah saya lalui? Apakah kehampaan saja ataukah meninggalkan jejak-jejak penuh keberartian? Apakah saya menjalani proses untuk menjadi seperti kalimat teman saya tersebut “menua dalam hampa”? Dan saya semakin yakin, selama ini saya hanya meninggalkan kehampaan. Menyedihkan.

Tapi jika berpikir ke belakang hanya menyebabkan diri ini meratap saja maka akan semakin rugilah diri ini. Tak ada lagi waktu untuk meratapi kehampaan di belakang perjalanan. Yang ada sekarang adalah titik dimana saya berdiri dan pasti akan meninggalkan jejaknya. Memilih jejak yang memberi arti tentu tidak mudah, tetapi itulah yang harus dilakukan agar sisa hidup ini dapat membuka pintu-pintu kebahagiaan yang menjadi impian.

Permasalahan dan hutang menunaikan tanggung jawab sudah menantang untuk dapat ditaklukkan. Mereka menyeringai tajam sehingga membuat ciut nyali untuk menumbangkan mereka yang menghalangi perjalanan menuju keabadian. Tapi disitulah letak kuncinya dan memang harus ditaklukkan agar kita tidak menua dalam hampa.