Kamis, 21 Desember 2023

Siap Menjadi Dewasa?

 “Takut tambah dewasa… takut aku kecewa, takut tak semudah yang kukira….” Sebuah lirik yang sangat terkenal akhir-akhir ini. Seolah ingin menyampaikan bahwa menjadi dewasa itu tidak enak. Sebuah lirik yang sepertinya kurang lebih akan mempengaruhi cara berpikir setiap manusia yang pasti melewati fase itu. Fase seseorang harus menjadi dewasa. Entah menjadi dewasa karena dipaksa, dewasa karena jiwanya telah siap, atau seseorang yang terjebak dalam umur dewasa dan dia tetap tidak mau menjalani kodratnya. Yang terakhir ini biasanya disebut umurnya telah menua tetapi kedewasaannya tidak mengikuti usianya.

Dan saya yang sudah memasuki usia dewasa ini semakin menyadari bahwa saya akhir-akhir ini semakin sering menghadapi hal-hal yang katanya hanya dihadapi oleh orang-orang dewasa. Berbagai masalah datang bertubi-tubi dan dari berbagai arah. Kalau tidak siap menjadi dewasa maka yang terjadi ya memang akan lebih banyak kecewanya dari pada menjalani setiap fase itu dengan seutuhnya. Menikmati setiap masalah dengan berbagai cara yang tidak merusak dan menghinakan diri sendiri sejauh ini menjadi solusi yang bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah. Kok jadi kayak pegadaian hehehe….

Melihat dari diri saya sendiri dulu supaya lebih mudah menelaah apa saja yang telah terjadi di usia yang sudah dewasa ini. Baik kita mulai, saya adalah seorang wanita dan sekarang berperan sebagai istri, ibu, ipar, kakak, keponakan dan lain-lain. Sebelumnya mungkin peran saya tidak sekompleks itu. Dulu saya sebatas seorang anak, kakak, keponakan dan teman bermain yang semuanya itu tidak menuntut tanggung jawab lebih. Tidak akan ada orang di sekitar saya yang menuntut saya bersikap dan bertindak di luar usia saya. Semua persoalan masa kecil itu sekarang menjadi terlihat sederhana dan mudah. Iya saya menyebutnya sekarang karena tentu saya dulu juga berusaha menjalani peran itu dengan sebaik-baiknya dan tentu juga sering mengalami kendala sesuai usia yang sedang dijalani.

Lalu sekarang peran saya bertambah, semakin banyak dan tentu saja semakin kompleks. Dan dari semua peran itu, semakin saya sadari perlunya ketenangan dan penerimaan penuh dalam menjalaninya. Contoh satu tugas dan tanggung jawab dari semua itu mencakup kata ‘’berbakti’’. Satu kata itu tetapi bisa mengejawantah sangat luas dan tak ada ujung pangkalnya. Seolah menjadi berbakti itu bisa sangat luas cakupan wilayahnya. Berbaktinya seorang istri tidak cukup dengan melayani suami, tetapi bisa sampai ke menghormati semua saudara dari pihak suami termasuk tentu saja berbakti kepada orang tua suami dan itu semakin tidak berujung saja. Menjadi seorang ibu tentu tidak cukup dengan melahirkan dan menyusui anak-anak saja, tetapi meluas lagi harus bisa mendidik dan merawat mereka dengan baik. Lalu jika dijabarkan lagi proses mendidik dan merawat itu terdiri dari banyak sekali proses dan usaha yang harus dikerjakan.

Menjadi dewasa tentu tidak semudah menjadi anak-anak. Karena menjadi dewasa berarti menjadi manusia yang harus bisa berperan banyak tadi. Dia tidak cukup menjadi anak lalu selamanya bertingkah polah selayaknya anak kecil. Dia memang masih seorang anak dari kedua orang tuanya, tetapi saat dia menambahkan peran satu lagi yaitu misalnya sebagai istri maka tugas dan tanggung jawabnya tentu saja juga bertambah seiring dengan peran yang telah diambilnya. Ada wewenang dan tanggung jawab yang akan dipertaruhkan saat hari penimbangan kelak. Ada pertanyaan tentang bagaimana dan apa yang kamu telah lakukan terhadap semua yang kamu pimpin.

Lalu jika menjadi dewasa terkesan menakutkan, mungkin yang merasa takut itu karena belum siap menjadi dewasa. Tidak ada yang datang tiba-tiba lalu berjalan dengan baik tanpa persiapan. Bahkan untuk menghadapi ujian sekolah saja kita perlu belajar dan berlatih serta harus mempersiapkan semuanya agar tidak banyak kendala. Lalu mengapa menjadi dewasa seolah hanya datang tiba-tiba tanpa aba-aba.

Menjadi dewasa sama seperti menjalani semua proses ujian di dunia ini. Kita akan lebih mudah menjalaninya saat kita mempersiapkan segalanya dengan baik. Ada banyak sekali persiapan yang bisa kita lakukan agar memudahkan menjalani proses saat benar-benar dewasa nantinya:

  • Tentukan tujuan

Belajar menjadi dewasa berarti kita harus mulai berfikir untuk bisa menentukan tujuan hidup kita. Setelah kita tahu tujuan hidup kita apa maka kita akan lebih mudah dalam mejalani hari karena kita tahu ke mana arah yang akan kita tuju. Menjadi dewasa akan terasa lebih berat jika kita belum tahu arah yang benar yang akan kita tuju. Semua orang mungkin memiliki tujuan, tetapi tujuan yang hakiki yang akan membawa ke kedamaian yang sebenarnya tidak diketahui oleh semua orang. Membuka lebar-lebar mata dan telinga sedikit banyak bisa membantu kita lebih peka dalam mencari tujuan yang sebenarnya.

  • Belajar bertanggung jawab

Menjadi dewasa berarti menjadi manusia dengan fase di mana akan semakin banyak tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhinya. Untuk itu belajar bertanggung jawab sejak masih masa kanak-kanak atau remaja akan membuat kita siap ketika tiba waktunya kita harus mengemban lebih banyak tanggungjawab. Semakin banyak peran dan tanggung jawab maka semakin sempit waktu yang kita miliki untuk bisa memnuhi semua tanggung jawab itu. Di sini saya tidak bermaksud mengintimidasi bahwa menjadi dewasa artinya melakukan semuanya sendiri. Tidak, tetapi menjadi dewasa artinya mengetahui dan menyadari semua yang menjadi tanggung jawabnya dan mencari jalan keluar agar semuanya itu bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. Di sini sangat dibutuhkan strategi dan perencanaan. Tak mudah mengatur waktu dan tenaga yang semakin hari semakin banyak batasan dan ketidakmampuan. Maka langkah terbaik untuk mengurangi beban adalah dengan membagi tanggung jawab besar itu menjadi printilan yang berupa tugas-tugas kecil sehingga memudahkan kita menyelesaikannya, hal itu juga akan memudahkan kita saat butuh mendelegasikannya. Jika di awal kita sudah paham betul tanggung jawab kita maka langkah selanjutnya hanya teknis penyelesaian masalah. Tetapi jika di awal kita tidak sadar atau bahkan tidak peduli dengan tanggung jawab kita maka hal itu harus diselesaikan dulu kecuali kita memang memilih menjadi kanak-kanak dalam tubuh orang yang semakin tua. Menjadi dewasa sangat bisa dilihat dari seberapa besar dan sadar seseorang bertanggung jawab dengan apa-apa yang harus diembannya.

  • Melakukan yang terbaik setiap waktu

Setelah menyadari tanggung jawab yang semakin banyak dengan waktu dan tenaga yang semakin sedikit maka mengambil peran setiap waktu dengan sebaik-baiknya berarti kita sedang meringankan dan menjalani tanggung ajwab itu satu per satu. Pembagian tanggung jawab menjadi tugas-tugas yang lebih rinci akan memudahkan kita menjalaninya dengan sebaik-baiknya. Setiap waktu yang ada harus diisi dengan pemenuhan tanggung jawab dan memang harus begitu kecuali kita memang tidak ingin menjadi manusia yang bertanggung jawab atau dengan kata lain kita tidak mau menjadi dewasa.

  • Menambah kapasitas diri dengan ilmu

Lalu pengalaman dan berbagai kejadian yang harus dihadapi oleh orang dewasa tentu membutuhkan kematangan berfikir dan bertindak. Seseorang dengan pengalaman dan wawasan sempit tentu akan berbeda saat menyikapi suatu kejadian dari pada orang dengan wawasan luas dan pemikiran yang kaya. Hal itu tentu tidak bisa ditunggu dan diam tak berusaha mencarinya. Tetapi kedewasaan akan lebih mudah dijalani jika kita sudah paham ilmunya. Tidak berhenti mencari ilmu dan mengisi diri dengan berbagai wawasan adalah salah satu jalan supaya kepala kita tidak kosong. Kepala yang ada isinya akan lebih mudah siap mencari referensi dan panduan saat ada persoalan datang.

Semoga kita semua bisa melewati masa-masa dewasa kita dengan lebih siap dan bertanggung jawab.

Banyak Gerak, Banyak Gagal?

 “Would you like me to give you a formula for success” It’s quite simple, really: Double your rate of failure. You are thinking of failure as the enemy of success. But it isn’t at all. You can be discouraged by failure or you can learn from it, so go ahead and make mistakes. Make all you can. Because remember, that’s where you will find success.” –Thomas J. Watson

Pernah merasa gak dulu waktu kecil orang tua sering memarahi kalau kita melakukan kesalahan, baik karena disengaja ataupun tidak. Disadari atau tidak ternyata hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan keberanian seseorang untuk bergerak. Pasti diantara kita sering mendengar atau mengucapkan kepada anak-anak kita:

“Jangan banyak tingkah, mbok yang anteng gitu lho.”

“Dari tadi kok gak bisa diem, malu diliat orang.’’

Ternyata dampak dari kalimat-kalimat larangan yang sering dilontarkan kepada anaknya yang “banyak tingkah” sangat berpengaruh saat dewasa. Cap bahwa banyak gerak itu sering menimbulkan masalah dan itu terstigma tidak baik, menyebabkan kita takut untuk bergerak yang kemungkinan besar akan menghadapi banyak masalah. Seolah menjadi keyakinan bersama bahwa lebih enak diam saja dan lebih mudah terhindar dari masalah. Janga pernah coba-coba deh dari pada kamu sendiri yang repot. Kurang lebih intinya begitu. Menghadapi masalah seolah dianggap sebagai masalah jadi lebih baik menghindari masalah. Caranya bagaimana ? Ya caranya dengan lebih banyak diam. Begitu kira-kira solusi mudahnya.

Padahal semakin banyak diam, semakin tidak ada pengalaman. Pengalaman itu bisa berupa pengalaman baik ataupun buruk. Tetapi kalau kita tidak mencoba melakukan sesuatu maka sudah pasti kita tidak akan mendapat pengalaman apa pun. Dan lagi salah satu sifat dasar makhluk hidup adalah bergerak. Jadi bagaimana mungkin sepanjang hidup kita tidak mau bergerak hanya karena takut melakukan kesalahan.

Padahal kalimat motivasi di awal tadi sudah jelas bahwa kunci sukses adalah dengan sering menemui kegagalan dan kesalahan. Ada kemungkinan kamu akan terpuruk karenanya, tetapi kamu juga bisa belajar banyak dari berbagai kegagalan yang kamu temui itu. Dan hal itu hanya akan kamu dapati saat kamu mau melakukan seseuatu. Lakukan sesuatu sebaik yang kamu bisa, sebanyak yang kamu mampu. Semakin banyak kamu melakukan sesuatu berarti semakin banyak pengalaman yang akan kamu temui. Pengalaman baik atau buruk itu tetap merupakan pelajaran bagi setiap orang yang mau mengambil pelajaran. Dan pengalaman baik juga tidak akan menjadikan apa-apa saat di tangan orang yang salah memaknainya.

Lalu bagaimana cara supaya kita lebih berani bergerak dan melakukan sesuatu?

  • Diam artinya menganggur dan itu merusak

Sudah banyak motivasi yang membagikan betapa menjadi diam itu sangat merusak. Ibarat air apabila ia hanya diam dan menggenang maka banyak keburukan yang bisa ditimbulkannya. Di dalam air yang menggenang itu sering sebagai sarang jentik nyamuk dan air yang menggenang akan membuat lapuk sekitarnya dan merusak. Air yang benda mati saja kalau tidak bergerak bisa sangat merusak, lantas kita, manusia, yang merupakan makhluk hidup dengan sifat dasarnya bergerak, akan jadi seperti apa jika kita hanya berdiam diri saja?

  • Bergerak untuk suatu keberkahan

Seperti nasihat dari seorang guru mengenai banyaknya keberkahan yang akan diperoleh dari aktivitas bergerak. Tentu bergerak yang dimaksud di sini adalah semua yang dilakukan dalam bentuk dan tujuan kebaikan. Pergerakan yang bertujuan dan dengan cara yang tidak baik maka tidak bisa mengharapkan keberkahan di dalamnya. Diam identik dengan malas dan bergerak sangat mengisyaratkan sifat rajin dari yang melakukannya.

  • Apa yang kau tanam maka itu yang akan kau tuai

Sebuah pepatah lama ini mengajarkan untuk terbiasa berproses untuk mencapai tujuan. Jika proses yang dilakukan terkait dengan hal-hal baik maka kemungkinan besar yang dituai adalah kebaikan juga. Ada yang mencontohkan jika kita menanam padi maka memang akan tumbuh rumput, tetapi jika kita menanam rumput kecil kemungkinan padi akan tumbuh di situ. Seperti inilah biasanya kehidupan bekerja. Menanam hal baik bukan berarti tidak akan menemui hal-hal yang kurang baik, tetapi jika kita hanya menanam hal-hal buruk maka yang akan kita panen tentu saja hanya keburukan saja.

  • Tak ada yang dapat mengubah nasib suatu kaum kecuali dirinya sendiri

Dalam salah satu ayat di al Quran juga sudah disinggung bahwa jalan untuk mengubah nasib adalah dengan mengusahakan perubahan itu. Jika suatu perbaikan sudah diusahakan maka akan ada kebaikan yang didapat, tetapi jika tidak melakukan apa-apa besar kemungkinan kita juga tidak memperoleh apa-apa.

  • Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah

Lalu mungkin ada yang berpikir bahwa kalau memang rejeki tidak akan ke mana-mana. Ya, itu juga masuk akal. Tetapi ternyata sudah diterangkan oleh nabi bahwa tangan yang di atas lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Seseorang yang memberi lebih baik dari seorang peminta-peminta. Bagaimana orang itu bisa memberi jika tidak mempunyai apa-apa yang bisa dibagi? Oleh karena itu bergerak, mengusahakan sesuatu adalah suatu bentuk pemantasan diri bahwa diri ini layak untuk mendapatkan yang lebih. Lalu dari kelebihan yang dimiliki tersebut aktivitas tangan di atas bisa dilakukan.

Jika sudah sangat banyak kalimat motivasi dan pepatah yang mengajarkan pentingnya untuk berkarya dan berdaya, lalu mengapa masih banyak kita yang enggan bergerak, dan justru lebih senang bermalas-malasan. Berikut saya rangkum dari beberapa sumber untuk kita pelajari:

  • Tugas dan kewajiban yang tidak jelas

Pernah gak melihat atau mungkin diri sendiri yang merasa malas melakukan sesuatu karena tidak adanya kejelasan tugas dan tanggung jawab? Beberapa pemilik usaha melakukan introspeksi setelah mengetahui karyawannya bermalas-malasan. Dan jawabannya ternyata bukan semata-mata karena mereka malas bekerja, tetapi karena tidak ada kejelasan tugas dan kewajiban (jobdesk). Seseorang yang merasa keberadaannya tidak terlalu dibutuhkan juga akan menjadi lebih malas dari pada orang yang tahu bahwa keberadaan dirinya sangat dibutuhkan. Untuk menghindari ketidakjelasan tugas dan kewajiban maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membuat penjelasan rinci mengenai apa saja yang harus dikerjakan setiap hari dan ditegaskan dengan membuat jadwal kegiatan.

Penjabaran tugas dan kewajiban ini juga sangat penting untuk dipraktikkan untuk diri sendiri. Saya pribadi juga memperoleh banyak manfaat dari melakukan penjadwalan kegiatan apa saja yang harus dilakukan setiap harinya. Jadwal yang saya buat tentu saja berisi tugas yang harus diselesaikan setiap hari dan dilengkapi dengan alokasi waktunya. Sebelum saya menggunakan jadwal harian, sebanyak apa pun pekerjaan tidak terasa hingga kadang menyebabkan malas karena merasa tidak banyak yang akan dikerjakan. Ternyata setelah dirinci beserta kebutuhan waktunya sangat terlihat jelas beban pekerjaan yang harus diselesaikan. Mengetahui dan menakar beban pekerjaan kita membuat semangat untuk segera menyelesaikannya.

  • Target yang terlalu banyak atau terlalu tinggi

Membuat target terhadap apa-apa yang ingin dicapai tentu sangat penting, tetapi jika target yang dibuat terlalu tinggi yang terjadi justru sebaliknya karena target yang terlalu tinggi itu akan membuat pikiran tidak fokus, kesulitan mengurai pekerjaan menjadi langkah-langkah yang akan diambil dan malah bingung mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

  • Tidak tertarik/ tidak menguasai bidang itu

Sepenting apa pun pekerjaan itu kalau kita tidak memiliki ketertarikan di bidang itu tentu akan tetap malas melakukannya. Untuk hal-hal yang kita memiliki ketertarikan pasti tanpa disuruh akan kita lakukan bahkan sampai lembur-lembur juga tidak masalah bukan? Tetapi sebaliknya pada hal-hal yang sama sekali tidak kita sukai maka tidak ada motivasi untuk mengerjakannya dan akan mencari berbagai alasan untuk menghindari pekerjaan atau tugas tersebut.

Penyebab munculnya rasa malas adalah karena kita tidak/belum menguasai bidang itu, sehingga menimbulkan perasaan takut. Berat rasanya melakukan sesuatu yang kita tidak mempunyai kompetensi di dalamnya dan ujung-ujungnya menunda-nunda pengerjaan tersebut. Semangat langsung hilang saat kita dihadapkan pada sesuatu yang asing bagi kita. Antara takut memulai dan takut melakukan kesalahan. Padahal sebenarnya bayangan ketakutan ini belum tentu menjadi kenyataan. Mungkin setelah dicoba dan ditekuni, meski tidak mudah, akan ada titik terang dan sedikit pengetahuan dalam pekerjaan tersebut. Setelah memahami pekerjaan dan bagaimana cara menyelesaikannya kemungkinan besar semangat juga akan muncul.

  • Tidak ada tujuan yang jelas dari aktivitas yang akan dilakukan

Penyebab seseorang malas melakukan suatu hal yaitu karena dia tidak tahu apa maksud dari aktivitas yang akan dilakukannya tesebut. Apa manfaat yang bisa diperoleh jika melakukan hal tersebut. Memang sudah watak manusia bahwa dia akan bersemangat melakukan sesuatu yang mempunyai manfaat langsung untuknya. Jadi kegiatan yang dirasa tidak memiliki manfaat langsung pasti sebisa mungkin akan dihindari. Mengetahu tujuan dari setiap kegiatan yang dilakukan sangat penting agar lebih bersemangat dalam mengerjakannya. Misalnya kita belajar Bahasa Inggris untuk supaya bisa melanjutkan sekolah ke luar negeri, kita belajar masak agar bisa membuka usaha catering dan lain sebagainya. Dengan memvisualisasikan tujuan di pikiran kita maka akan terlihat jelas arah yang kita tuju dan lebih meningkatkan semangat kita dalam proses pencapaiannya.

Dunia Remaja

Sebagai ibu dengan dua anak laki-laki yang sudah mulai remaja, saya seringkali merasa gusar, selalu muncul kekhawatiran bahwa saya tidak bisa mengawal dua amanat yang dititipkan Tuhan ini. Untuk sedikit menambah pengetahuan saya tentang dunia anak-anak remaja sekarang maka saya sering membaca atau menyimak hal-hal yang ada kaitannya dengan remaja. Saya mencoba meringkas beberapa hal yang menjadi tantangan anak remaja di jaman teknologi digital ini.

Beberapa masalah yang dialami remaja sekarang ini yaitu :

  • Pertemanan yang toksik

Pertemanan yang toksik ini tidak hanya baru muncul sekarang, sejak jaman dulu juga sudah ada tipe-tipe teman yang seperti ini. Entah apa maksudnya dengan menjadi teman yang toksik tetapi sungguh keberadaannya sangat menjengkelkan dan menakutkan bagi remaja lain seusianya. Jika tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup rasanya sangat sulit keluar dari pertemanan toksik ini. Jadi kuncinya adalah percaya diri dengan cita-cita sendiri dan mampu memperjuangkannya bahkan saat tidak ada seorang pun yang mendukung usahanya. Tidak ada jalan lain selain keluar dari pertemanan yang merugikan itu. Dan sekarang yang manjadi sedikit rancu adalah percaya diri disamakan dengan kenarsisan diri, padahal keduanya tentu jauh berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar keluarga dan parenting. Beliau membedakan antara percaya diri dan bentuk yang satu lagi yaitu kenarsisan itu disebutnya dengan ‘binal’. Tentu mengagetkan dan sedikit melegakan mendengar penjelasan dari beliau. Maraknya sosial media yang secara tidak sadar telah memaksa orang untuk narsis dan menjadi sedikit binal dengan tujuan hanya ingin tetap dianggap keberadaannya. Dan yang tidak mau unjuk diri seperti standar kebanyakan orang sekarang ini akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kepercayaan diri. Untuk seseorang yang belum matang secara usia tentu kondisi ini sangat membingungkan jiwanya. Apalagi untuk orang yang memang tidak senang tampil itu akan membuatnya semakin merasa tersudut. Nah penjelasan dari pakar parenting tadi sangat menyejukkan bagi saya yang ingin anak-anaknya tumbuh percaya diri. Saya jadi semakin yakin bahwa percaya diri itu penting, dan percaya diri yang saya maksud ternyata sejalan dengan apa yang diterangkan oleh pakar parenting tersebut. Lalu bagaimana jika lingkungan pertemanan kita ternyata toksik? Untuk bisa keluar dari pertemanan yang toksik selain memiliki kepercayaan diri tinggi juga  harus mempunyai kapabilitas diri yang bisa dijadikan senjata untuk melawan golongan toksik tadi. Dan tentu masih sangat berhubungan karena biasanya orang-orang yang memiliki suatu kebisaan tertentu akan jauh lebih percaya diri dari pada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan dan menyerah dengan ketidakmampuannya itu. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang percaya diri. Menjadi diri mereka yang penuh potensi dan berani menampilkan sisi-sisi kebaikan meski itu ada kalanya berbeda dari manusia kebanyakan. Yang perlu diingat adalah sesuatu yang diikuti oleh banyak orang belum tentu merupakan perwujudan kebenaran. Kita sedang berada di akhir jaman, tentu saja kerusakan juga semakin banyak. Maka tetap percaya diri dibarengi dengan ilmu yang semakin mumpuni adalah kunci.

  • Orang tua yang tidak mendukung.

Jika tadi berbicara tentang teman yang toksik maka sekarang beralih ke orang tua toksik xixixi. Mosok sih ada orang tua yang tidak mau mendukung anaknya? Woo ya jelas ada, banyak malah. Berapa banyak orang tua yang kukuh dengan pendiriannya dan tidak mengijinkan anak melakukan sesuatu hal sesuai minat dan bakatnya hanya karena menurut mereka itu adalah hal yang tidak lazim dan tidak popular di jamannya. Dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para anak muda yang sedang dalam proses mengejar cita-cita. Kalau saya pernah mendengar wejangan dari penulis terkenal Raditya Dika bahwa sampai kita lulus kuliah S1, maka itu adalah tugas kita sebagai anak untuk berbakti pada orang tua. Tetapi setelah itu kita bisa melakukan apa yang menjadi impian kita dan memperjuangkannya. Hmmm, ada benarnya sih karena bagaimanapun juga pintarnya kita sangat tidak dibenarkan kita menumbuhkan kecewa di hati kedua orang tua kita. Meski demikian tidak ada salahnya  jika di awal perjalannya pun tetap menyuarakan dengan santun mengenai apa dan bagaimana impian dan pemikirannya. Mengambil jalur komunikasi terbuka dengan orang tua tetap bisa dijalankan, dan kalaupun selama itu masih belum ada titik temu ya memang sebagai anak tidak boleh mengecewakan orang tua. Insya Allah segala pengorbanan untuk membahagiakan orang tua itu akan menjadi catatan kebaikan yang sewaktu-waktu akan sangat membantu. Jadi sikapi dengan bijak dan kepala dingin jika bertemu dengan kondisi semacam ini. Yang perlu diingat adalah segala cobaan yang terjadi bukan bermaksud untuk menghambat dan menghentikan langkahmu wahai anak muda. Itu hanyalah serupa ujian sejauh mana dan sekuat apa kita dengan pilihan cita-cita kita.

  • Dunia maya yang sangat berbahaya

Nah, ini lagi-lagi disebutkan dalam kondisi yang bisa memperburuk keadaan. Itu terjadi sangat dipengaruhi dengan daya tahan dan komitmen dalam menjalani hari. Bagaimana pun juga gangguan itu ada dan nyata. Jika kita terbawa arusnya dan tidak bisa mengendalikannya maka ujung-ujungnya nasib kitalah yang akan dipermainkan. Saat kita tidak bisa mengelola teknologi dengan baik maka kita sedang menghancurkan diri sendiri dan lingkungan. Teknologi termasuk internet itu adalah alat, dan dia akan sangt berguna jika kita memang bijak menggunakannya. Sebaliknya dia akan sangat membinasakan jika kita tidak bisa mengendalikannya dan malah diperdayanya. Naudubillahi min dzalik.

  • Persaingan yang semakin ketat tidak hanya antar SDM nya tetapi juga bersaing dengan mesin/robot

Lalu ini adalah kondisi yang mau tidak mau harus dihadapi. Kemajuan teknologi telah banyak menciptakan alat yang bisa menggantikan peran manusia. Jadi kalau kita tidak mempersiapkan diri dengan perubahan yang ada maka kita akan tertinggal. Tak ada yang bisa bertahan selain seseorang yang bisa beradaptasi dengan semua perubahan. Kemampuan beradaptasi dan memperbaiki diri itu menjadi solusi. Jangan merutuki perubahan yang terjadi, tetapi mencoba beradaptasi dan menyesuaikan diri maka kemungkinan selamat tentu akan lebih tinggi. Semoga generasi sekarang diberikan kemampuan untuk tetap bisa menjadi pemimpin di tengah gempuran manusia lain dan ancaman teknologi. Kuncinya adalah tetap mau belajar hal-hal baru mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan begitu anak muda akan tetap responsif menghadapi perubahan yang sewaktu-waktu bisa terjadi. 

 

Memperkuat Usaha dengan Doa

 “Only I can change my life. No one can do it for me.”—Carol Burnett

Pernah suatu hari seorang anak laki-laki remaja seperti sedang asyik bercakap dengan ibunya. Sebuah obrolan ringan tentang kabar hari ini dan rencana esok hari. Lalu dengan suara datar anak laki-laki itu bertanya, ‘’Memang pemimpin yang baik itu ada ya Mi ? ‘’ Pertanyaan yang meluncur itu tidak membuat ibunya kaget, anak sulungnya memang kadang suka berpikir kritis.

‘’Nabi Muhammad SAW pemimpin yang sangat baik lho.’’

‘’Yang sekarang ini maksudku.’’ Anak itu memperjelas pertanyaannya.

Ibunya tidak yakin akan menjawab apa. Karena dia sendiri tidak tahu pasti apakah pemimpin yang baik itu masih ada sekarang ini. Sepertinya masih ada tapi karena tidak bisa menyebutkan nama dengan pasti maka jawabannya ia ganti. ‘’Kalau memang pemimpin yang baik itu sekarang tidak ada lagi, maka tugasmu adalah menajdikan pemimpin yang baik itu ada.’’ Jawaban singkat dan tidak berani menambah kalimat penjelas karena sepertinya kalimat tadi sudah menjelaskan maksud ibu itu. Lalu hening….

Sebagai seorang ibu dengan dua anak laki-laki yang sudah memasuki usia remaja berbagai kekhawatiran dan harapan seolah selalu mengisi pikiran. Bagaimana tidak, keadaan jaman sekarang sangat jauh berbeda dengan jaman kita muda dulu. Dulu perasaan tidak aman biasanya muncul saat kita berada di luar rumah. Kalau sekarang bahkan masih di dalam kamar di rumah sendiri saja kejahatan sudah mengintai, menelusup masuk. Untuk itulah berbagai cara dilakukan agar bisa membentengi anak-anak dari pengaruh buruk yang seolah semakin banyak bentuk dan jumlahnya. Berusaha memberi nasihat sudah dan masih dilakukan. Tetapi sepertinya itu saja tidak cukup, maka masih terus mencari cara untuk bisa mengarahkan dan membentengi anak-anak dari pengaruh buruk dunia, baik dunia nyata maupun dunia maya. Cara lain yang juga dikerjakan adalah berusaha memberi contoh, meski ini juga tidak mudah tetapi tetap tidak boleh diabaikan. Seberapa berat dan susahnya tetap harus diupayakan. Langkah selanjutnya adalah berusaha memberi kesibukan dan mencontohkan bahwa orang tuanya juga selalu memilih menjadi orang sibuk dari pada menganggur. Karena pada saat menganggur itulah kemungkinan besar menjadi pintu masuknya setan. Selain menasihatkan dan mencontohkan maka tetap harus memiliki jurus pamungkas, apalagi selain doa. Beruntungnya sebagai umat yang beriman dan beraga Islam kita selalu dituntun dan diingatkan bahwa semua kejadian yang ada di dunia ini semua karena kuasa-Nya. Jadi sehebat dan sekuat apa pun usaha kita tetap yang tidak boleh dilupakan adalah kesadaran tentang keberadaan zat yang Maha Kuasa. Sehingga saat semuanya terasa buntu tak ada jalan keluar, maka tidak akan terjadi kondisi berputus asa. Hal itu karena kesadaran dan keyakinan bahwa kita ini hanyalah makhluk yang harus siap menjalani sesuatu yang sudah menjadi garis kehidupan yang harus dilalui. Dan seberat apa pun kita masih ada senjata terakhir yaitu berdoa, memohon kepada Sang Penguasa alam raya ini. Dengan begitu semua menjadi lebih ringan dan lebih tenang dalam melewati setiap episode yang ditulis-Nya.

Termasuk dalam nasihat yang ada di kalimat pembuka tadi juga sering menjadi bahan obrolan dengan anak-anak. Intinya tidak ada yang bisa merubah keadan kita selain kita sendiri. Dan Allah SWT juga pernah berfirman yang artinya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubah keadaannya sendiri. Jadi berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan Impian kita itu sudah merupakan sunatullah. Memang begitulah kehidupan berjalan. Kalau ada hal-hal yang dirasa kok di luar kendali kita, karena memang pengendalinya bukan kita. Ada dalang yang sangat berkuasa yang karena Dia lah kita diciptakan dan ada lalu nanti akan ditiadakan Kembali. Sekali lagi hidup ini sakdermo nglakoni lan nyekseni. Jika bisa kita ikhtiari maka kita jalani ikhtiar itu sepenuh hati. Jika terasa berat maka caranya jauh lebih mudah lagi, karena kita tinggal memohon Sang Penguasa untuk mengurus masalah yang sedang dihadapi.

Menulis dan Mengawal Peradaban (2)

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, Menulis dan Mengawal Peradaban (1). Tujuan tulisan ini masih sama yaitu untuk mengingatkan diri sendiri agar tidak lelah menulis.

  • Buku adalah sebaik-baik teman saat sedang sendirian

Pernah mendengar kan kalau buku adalah teman terbaik saat kita sendirian? Ataukah keberadaannya sudah digeser oleh gawai yang semakin mudah diperoleh? Mungkin kita samakan persepsi dulu, bahwa buku yang dimaksud tidak saja berupa buku fisik tetapi termasuk buku digital yang sekarang mulai dilirik oleh beberapa kalangan. Mereka tetap membaca buku hanya saja medianya tidak lagi lembaran kertas tetapi berpindah ke bentuk digital di gadget masing-masing. Apapun media yang digunakan tetaplah membaca karena bisa menjadi teman yang paling tepat saat sendirian. Dulu sewaktu masih kulaih, saya pernah mendengar nasihat dari dosen saya yang kurang lebih isinya adalah menyarankan kami untuk memiliki koleksi buku di rumah. Meskipun pada saat itu belum dibaca maka akan tiba masanya buku itu dibutuhkan dan dicari. Karena kita telah memiliki buku yang sedang kita butuhkan maka akan lebih mudah dan bisa segera membacanya. Lalu saya juga pernah mendengar sebuah inspirasi dari seorang influencer Bernama Dzawin Nur untuk selalu membawa buku dan meletakkan satu buku di tas. Hal itu agar kita bisa membacanya kapan pun kita ada waktu luang dan saat berada di mana saja. Tidak akan ada alasan tidak mempunyai waktu membaca karena sesibuk apapun aktivitas yang ada pasti terselip waktu luang yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka rugilah kita. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membaca. Membaca buku, majalah, artikel atau apa saja akan sangat bermanfaat, terlebih jika membaca yang isinya bisa membantu pengembangan diri. Mengapa buku adalah teman terbaik saat kia sendirian? Karena saat kita tidak sendirian tentunya agak kurang sopan jika kita asyik sendiri sedangkan dalam waktu yang sama kita mengabaikan orang-orang di sekitar kita.

  • Dengan mewariskan bacaan maka otomatis mewariskan gairah menulis

Pernahkah terpikirkan bagaimana jika pada suatu saat nanti tidak ada lagi buku bacaan yang tersisa di dunia ini? Membayangkan semua orang tidak ada lagi yang memiliki ketertarikan terhadap literasi dan semua lebih senang memandangi potongan video yang ada di layar gawai ternyata cukup menakutkan bagi saya. Bagaimana dunia penulisan ini akan tetap ada jika tidak ada yang melanjutkannya? Dan alasan utamanya karena memang sudah tidak ada lagi buku karena tidak ada lagi penulisnya. Seperti lingkaran setan yang mengerikan. Saya teringat pertama kali keinginan menulis itu muncul setelah saya menjadi pembaca. Jadi kalau tidak ada yang dibaca maka kemungkinan besar tidak ada yang tahu nikmatnya membaca dan serunya perasaan ingin menjadi bagian yang karyanya dibaca. Untuk itulah menulis harus selalu dilakukan agar tetap ada bacaan sehingga siklus menulis dan membaca akan tetap ada. Kita sedang bersaing dengan berbagai video yang lebih banyak berisi hiburan dan bukan pengembangan kepribadian. Tentu kita yang generasi tahun 90-an ingat betul, saat kita kecil kita biasa disuguhi dengan berbagai macam lagu anak-anak. Hampir setiap hari muncul artis kanak-kanak baru dengan membawakan lagu-lagu baru yang seru. Tapi lihatlah sekarang, tidak ada lagi lagu anak-anak. Yang semakin eksis malah lagu ambyar dan lagu dewasa lainnya yang kita tahu pasti itu tidak bisa dikonsumsi oleh anak-anak. Untuk itulah bacaan yang menarik dan bermutu tinggi tetap menjadi prioritas. Atau kalau tidak maka tinggal menunggu nasib buku akan menjadi seperti lagu anak-anak itu.

  • Baik buku fiksi maupun non fiksi bermanfaat untuk perkembangan diri

Buku yang bagus itu buku yang fiksi atau non fiksi ? Kalau ada yang bertanya seperti itu maka jawaban saya dulu dan sekarang akan berbeda. Dulu ada masanya saya menyukai buku fiksi. Lalu semakin bertambah dewasa saya menjadi lebih menyukai buku non fiksi. Lebih bermanfaat, begitu menurut saya. Tiba-tiba pikiran itu mulai berubah setelah beberapa hari lalu saya mendapat tantangan dari penulis novel terkenal JS. Khairen agar bisa membaca minimal 2 buku setiap bulannya. Satu buku fiksi dan satu buku non fiksi. Buku non fiksi untuk asupan kepala sedangkan buku fiksi untuk memberi makan hati. Saya baru sadar bahwa keduanya memiliki manfaat masing-masing. Kebiasaan baru yang selayaknya untuk ditiru. Sehingga sejak saat itu saya tidak lagi anti dengan buku fiksi meski masih sulit mencerna buku fiksi fantasi hehehe. Jadi menulislah, baik itu fiksi atau non fiksi jika konten yang ditulis adalah konten yang berisi kebaikan tentu akan tetap bernilai sama.

  • Menulis adalah cara untuk mengikat ilmu

Imam Syafii pernah berkata ilmu itu seperti binatang buruan, jika tidak diikat maka akan terlepas maka menulis adalah ikatannya. Di jaman dengan informasi yang semakin mudah diperoleh ini tentu kita akan dengan mudah mendapatkan apa yang dicari. Meskipun begitu semua informasi itu akan tidak bermakna apa-apa jika dengan cepat kita melupakannya. Memori yang terbatas akan menjadi alasan mengapa kita mudah melupakan apa yang baru saja kita dapatkan termasuk informasi. Maka seperti yang telah disampaikan oleh Imam Syafii tadi jalan mengikatnya agar tidak hilang adalah dengan menuliskannya. Ilmu dan pengetahuan yang bisa kita baca dan pelajari sekarnag adalah karena peneliti atau ulama terdahulu menuliskannya. Maka sampailah ilmu-ilmu itu pada kita. Dan sekarang juga sama, berbagai ilmu, hikmah dan pengetahuan yang kita peroleh sekarang menjadi tugas kita untuk menuliskannya agar dapat dipelajari dan diambil manfaatnya oleh generasi setelah kita. Pandangan tentang hidup, berbagai kebijaksanaan yang ada dan kejadian yang sekarang disaksikan atau dialami sendiri akan bisa menjadi sumber ilmu untuk generasi mendatang. Meski sekarang ada sarana lain berupa video atau gambar berupa foto tetap tidak mengesampingkan peran tulisan dalam mendokumentasikannya. Seperti yang juga telah diuraikan di awal kemampuan membaca harus tetapada, agar kebiasaan berpikir tidak hilang dari setiap generasi. Karena seperti yang telah ditulis sebelumnya bahwa seseorang yang berhenti membaca adalah seseorang yang berhenti berpikir.

  • Menulis dan tulisan adalah bentuk mengawal peradaban

Masih merupakan misi lanjutan dalam menulis yaitu mengawal peradaban manusia. Telah diuraikan di bagian sebelumnya bahwa cara manusia bertindak sangat dipengaruhi oleh asupan yang masuk ke jiwa, raga dan pikirannya. Jika membaca adalah jalan satu-satunya manusia masih mau berpikir maka menyediakan bahan bacaan adalah tugas yang tidak bisa dihindari. Semakin banyak bahan bacaan maka akan semakin luas kesempatan berpikir itu disediakan. Meski kemudian upaya tidak berhenti pada menyediakan bahan bacaan, tetapi harus lebih memastikan bacaan yang ada itu haruslah bisa membawa dampak baik untuk pembacanya. Karena konon katanya kemajuan suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan minat bacanya. Dan tentu akan sangat berdampak luar biasa adalah jika isi tulisan adalah tulisan yang bermanfaat. Semakin ke sini minat baca bangsa ini semakin jauh tertinggal dari bangsa lainnya, dan itu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan suatu bangsa jika tiba masa tak ada lagi minat baca, karena tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu demi mengawal peradaban seperti yang telah dimulai pendahulu bangsa dan orang-orang hebat terdahulu maka jika semua orang merasa memiliki tanggung jawab itu tentu tak ragu lagi menjadi bagian dari pengawalnya dengan mau menuliskan isi pikirannya.


Menulis dan Mengawal Peradaban (1)

Tulisan yang saya buat untuk menjadi pengingat diri saat lupa mengapa harus menulis. 

Mengawal peradaban dengan tulisan. Pagi ini mendapat pencerahan setelah sedikit meragu tentang alasan sebenarnya mengapa harus menulis. Lalu kalimat awal tadi seolah memberi jawaban, menulislah karena masa depan membutuhkan kisah bijak terdahulu. Generasi kemudian akan kesulitan belajar tentang hidup jika mereka hanya dikepung oleh sesuatu semu di genggaman mereka. Kebiasaan membaca harus selalu dihidupkan. Karena jika kelak generasi itu tak tahu ilmu dan tidak menyadari di mana letaknya maka itu kurang lebih merupakan kesalahan generasi kita. Kesalahan kita adalah kita tidak memberikan warisan ilmu itu agar dapat mereka baca dan tiru. Lalu di mana ilmu itu bisa diletakkan? Kalau kamu bukan tipe orang yang senang berinteraksi langsung dengan orang lain, maka jalan satu-satunya adalah membagi kisahmu lewat tulisan. Kisahmu adalah pengalamanmu, tetapi mereka generasi muda dapat belajar kehidupan lewat kisah orang lain termasuk kisahmu. Buat kisahmu yang bermakna yang dapat menggugah jiwa-jiwa lemah dan abadikan dengan tulisan. Jika kisah dan tulisanmu belum cukup hebat untuk mengubah dunia maka rasanya cukup dengan mewariskan jalan pikiran dan cara pandangmu terhadap hidup kepada penerusmu. Agar mereka semua tahu bagaimana ibunya, neneknya atau orang tuanya dalam menyikapi perjalanannya di dunia.

Tugas manusia diturunkan ke dunia konon katanya adalah untuk menjadi pemimpin. Maka diri ini juga harus bisa mengemban peran itu dengan baik. Pemimpin yang baik adalah seseorang yang bisa menginspirasi orang lain untuk berbuat dan berlaku sesuai dengan yang diinginkan sang pemimpin. Maka berbagilah cara pandangmu lewat tulisan. Bukankah sudah berkali mencoba berbagi cara pandang lewat kata, setelah ditengok lagi yang tersisa adalah penyesalan karena tidak sesuai dengan maksud tujuan dan yang ada malah kesalahpahaman. Maka tulislah kisahmu, ambil dan bagikan hikmah di balik itu, dan biarkan tulisan-tulisan itu yang akan menemukan jodohnya.

Kali ini saya akan mencoba meresapi berbagai nilai penting dari menulis dan mewariskannya. Jika berbicara mengenai pentingnya tulisan tentu perlu diungkapkan adalah alasan perlu adanya bacaan bagi setiap generasi.

  • Membaca adalah seperti membuka cakrawala dunia

Dari dulu buku dikenal sebagai jendela dunia. Karena dengan membaca buku orang menjadi tahu dunia di sebalik dinding rumahnya. Dengan buku seseorang bisa sedikit menyelami dan memahami hati bahkan tempat-tempat yang belum pernah dibayangkan apalagi dijangkaunya. Bahkan di awal ayat yang turun adalah perintah membaca hal itu karena penting sekali mendawamkannya. Ada banyak rasa dan imajinasi yang tumbuh dengan seseorang rajin membaca. Lalu mengapa sekarang membaca seolah kegiatan yang menjemukan dan mulai ditinggalkan? Jika dilihat dari kemampuannya yang luar biasa dalam menunjukkan isi dunia maka seharusnya peran membaca tak akan pernah terpinggirkan. Tetapi nyatanya membaca tidak memberikan candu bagi para pembencinya. Jika di luar negeri minat membaca masih tinggi, lalu mengapa gaya hidup literasi seolah tidak dibutuhkan di negeri ini? Membaca melatih orang untuk dapat memahami secara runut, melatih otak agar tetap bisa meresapi pesan-pesan yang dibagi lewat buku yang dibaca dan juga menghidupkan imajinasi pembacanya. Mungkin salah satu sebabnya adalah masih banyak orang tua yang hanya ingin melihat anaknya membaca buku yang menurutnya bermanfaat misal buku pengetahuan atau buku Pelajaran. Dan membaca buku yang tidak berhubungan langsung dengan prestasi yang jamak diyakini masih diharamkan. Pernah menemui suatu kejadian, seorang ayah yang memaksa anaknya untuk membeli buku pengetahuan, dia memaksa tidak akan membelikan buku jika itu tidak sesuai dengan keinginan ayah tersebut. Jadilah dengan berat hari anak itu menuruti ayahnya, beruntungnya dia masih boleh memilih satu buku sesuai dengan minat yang ingin dibacanya. Lalu sesampainya di rumah bisa ditebak buku mana yang langsung dilahap habis oleh anak tadi. Betul sekali, anak tadi dengan serius membuka lembar demi lembar buku yang tadi dipilihnya. Dan nasib buku pengetahuan yang memang bukan minatnya layaknya seorang anak tiri yang tidak diharapkan kehadirannya. Miris sekali bukan? Lalu salahnya di mana jika seorang ayah atau orang tua mengarahkan anaknya untuk membaca buku pengetahuan? Tentu tidak salah, hanya saja kurang bijaksana dan sikap tersebut bisa menyebabkan anak itu tidak lagi memiliki minat pada buku. Hikmah yang bisa dipetik lalu apa? Kalau menurut saya pribadi menumbuhkan minat baca anak jauh lebih penting dari pada konten yang dia baca. Asalkan genre buku yang menjadi minatnya adalah buku yang masih sesuai dengan umur dan tidak melanggar norma maka itu sah-sah saja. Poin pentingnya adalah menanamkan minat bacanya. Selanjutnya jika minat baca itu telah terbentuk insya Allah akan lebih mudah bagi anak itu untuk menjalani hari karena berteman dengan buku. Jadi masih mending beli buku novel, cerpen atau komik tapi dibaca dari pada beli buku pengetahuan tapi tak disentuh sedikitpun. Ruginya dua kali rugi karena telah mengeluarkan uang dan malah tidak dibaca sama sekali. Dan yang kedua sikap itu tanpa disadari akan membuat minat baca anak tak lagi ada.

  • Gencarnya serangan sosial media

Serangan ini terdengar sangat mengerikan, khususnya bagi saya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa kehidupan di jaman yang katanya modern ini ternyata menyisakan banyak sekali bahaya. Seolah kita sekarang sedang tinggal di tengah hutan belantara dan bahaya hewan pemangsa siap menerkan kapan saja karena bersembunyi dan sangat dekat dengan kita. Mungkin itu adalah salah satu ketakutan yang paling menyiksa para orang tua. Bagaimana tidak? Dunia itu sudah ada di genggaman, tanpa ada sekat yang memisahkan wilayah mana yang bisa dijangkau dan mana yang tidak. Jika dulu para orang tua banyak yang memusuhi tayangan di televisi karena banyak tontonan yang tidak mendidik maka sekarang keadaan berubah menjadi lebih tak terkendali. Tak ada Batasan umur untuk akses anak-anak. Dan sosial media ternyata tidak ramah anak kalau tidak mau dikatakan sangat kejam terutama pada anak-anak. Kehadiran sosial media tidak memberikan andil apa-apa kecuali penjerumusan jiwa kecil tak berdosa. Tidak mudah meyakinkan diri melepas anak mengembara di dunia maya. Berbagai cara dipikirkan apa yang sebaiknya dilakukan, lalu Langkah akhir dan semoga menjadi jalan keluar yang baik adalah dengan mendekatkan anak-anak pada buku. Meski itu tidak mudah, karena bagaimanapun gencarnya kita mendekatkan anak pada buku, godaan dunia digital yang menawarkan berbagai hiburan sesaat itu lebih menggairahkan dan ini akan menjadi bencana jika tidak dikendalikan. Mau dibawa ke mana masa depan anak-anak itu nantinya, jika setiap hari hanya sibuk memandangi berbagai potongan kisah, gambar, dan video yang lebih sering berisikan informasi sepotong dan tidak lengkap. Dan parahnya lagi paparan hedonisme, budaya instan dan pornografi seolah sulit dihindari. Seolah ada upaya serius dari pihak-pihak tertentu agar mereka (anak muda penerus) bisa dijauhkan dari Ilahi. Kesalahan langkah dalam dunia maya itu akan mudah menjerumuskan diri dalam lubang kehancuran dan akan sulit untuk keluar. Algoritma dalam dunia maya telah sebuat sedemikian rupa agar tayangan yang muncul disesuaikan dengan minat dan ketertarikan pemegangnya. Sungguh mengerikan, bagaimana jika anak itu sekali saja terjerumus maka tentu akan sulit keluar dari situ. Lalu hadirnya buku-buku yang menarik semoga menjadi pembuka jalan buntu yang mengepung seluruh penjuru.

  • Sebuah nasihat bijak: seseorang akan berhenti berfikir jika dia berhenti membaca

Tentu kita pernah mendengar nasihat bijak yang menerangkan bahwa seseorang akan berhenti berfikir saat orang itu berhenti membaca. Lalu jika dikaitkan dengan maraknya dunia maya hal ini akan sangat erat berkaitan. Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu di dunia maya dengan hanya scroll-scroll sosial media maka selain paparan radiasi ada bahaya lain yaitu mandegnya kemampuan berfikir orang tersebut. Bagaimana tidak mandeg, dia hanya tinggal diam lalu berbagai hiburan itu akan terus datang selama kuota internet masih ada. Semakin dia dimanjakan oleh keberadaan internet dengan beragam hiburannya semakin jauh ia dari kebiasan membaca dan ini berakibat jangka panjang, yaitu kemampuan berfikirnya akan semakin tertinggal dan berakhir mandeg. Dia terbiasa disuapi hiburan tanpa harus lelah mencarinya hingga lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya ada di depan mata dan harus segera dihadapinya. Waktu tidak akan menunggu siapapun untuk menjalankan tugas dan perannya. Hanya orang-orang yang bersiap diri yang tidak akan merugi. Maka mewariskan banyak tulisan semoga bisa mengalihkan dunia orang-orang yang mulai kecanduan dunia maya. Menjaga kemampuan berpikir para generasi muda menjadi tugas kita semuanya atau penjajahan itu akan muncul lagi jika kita tidak menjaga gairah berpikir itu. Menurut pengalaman dan pelajaran sejarah penjajahan lebih mudah terjadi pada bangsa yang tidak pintar. Karena keengganan berpikir sama artinya mengijinkan otak menjadi tumpul dan hal itu berarti pula membiarkan kebodohan menjelma dalam jiwa dan pikiran anak-anak kita. Jadi kalau tidak mau itu terjadi teruslah menulis dan wariskan ilmu pada generasi muda setelah kita.