Rabu, 29 November 2023

Bagaimana Meringankan Tanggung Jawab Kita?

 "Anda tidak akan bisa lari dari tanggung jawab pada hari esok dengan menghindarinya pada hari ini." –Abraham Lincoln

Apakah masih ada yang lari dari tanggung jawab ? Atau mungkin diantara kita yang masih sering menunda pekerjaan dan tanggung jawab? Tentu semuanya pernah melakukannya kan. Saya juga termasuk yang sering menunda pekerjaan tapi semoga tidak termasuk yang sering lari dari tanggung jawab ya hehehe. Rasanya berat saat akan melakukan pekerjaan tersebut. Entah karena alasan apa, tetapi menunda sebuah pekerjaan atau tanggung jawab seolah-olah dianggap sebagai penyelamat. Padahal menunda pekerjaan itu sama artinya kita menunda penderitaan kita. Toh akhirnya kita juga yang harus bertanggung jawab mengerjakannya, lalu kalau ditunda apakah akan berkurang bebannya, tentu tidak bukan? Justru yang ada kita akan semakin kewalahan karena tumpukan pekerjaan hasil penundaan yang selama ini kita lakukan. Sama seperti yang dikatakan Abraham Lincoln di awal, sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita akan selamanya harus kita penuhi, kecuali kita memang rela menjadi orang yang tidak bertanggung jawab yang artinya kita tidak bisa menjadi orang yang bisa dipercaya. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa merasa ringan dalam melakukan tanggung jawab pekerjaan kita?

  • Mengerjakan dari yang paling mudah dijangkau oleh kita

Melakukan sesuatu yang bukan keinginan kita kadang membutuhkan dorongan semangat yang tinggi. Berbeda jika kita melakukan hal-hal yang memang kita sukai, tentu kita akan melakukannya dengan senang hati meski tidak ada yang menyuruh. Tetapi semakin dewasa seseorang tentu dituntut tanggung jawab yang lebih tinggi. Mungkin itu yang membedakan orang dewasa dengan yang belum dewasa. Orang dewasa adalah orang yang berusaha melakukan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya tanpa sibuk mencari berbagai alasan untuk bisa menghindari tanggung jawab tersebut. Sebagai contoh seorang mahasiswa (dalam hal ini tentu saja mahasiswa sudah bisa dikategorikan sebagai manusia dewasa) dituntut untuk bisa menjalani perkuliahan dengan sebaik-baiknya tanpa banyak aturan seperti waktu masih sekolah di tingkatan sebelumnya. Untuk itu dalam menjalaninya akan sangat terlihat mahasiswa yang sudah dewasa dan belum. Mahasiswa yang sudah dewasa akan berusaha melakukan tanggung jawab perkuliahan dengan berbagai kebebasan yang dimilikinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa waktu belajar mahasiswa tentu lebih banyak harus dilakukan secara mandiri dari pada tatap muka dengan dosen pengajar. Tanpa memiliki sikap tanggung jawab maka mahasiswa akan banyak menemui kesulitan dalam melakoni perannya sebagai mahasiswa yang baik. Lalu tumbuh lagi menjadi orang yang lebih dewasa misalnya menikah tentu saja tanggung jawabnya juga akan semakin meningkat. Maka semakin besar dan berat tanggung jawab itu membutuhkan strategi agar dalam melaksanakannya tetap terasa ringan yaitu dengan memulai dari yang paling bisa kita lakukan, dengan fasilitas yang ada di sekitar kita saat ini. Tidak perlu menunggu sebuah kondisi ideal untuk melakukan tanggung jawab kita, maka lambat laun tanggung jawab kita akan terpenuhi. Kerjakan saja sedikit demi sedikit tanpa perlu banyak memikirkannya, karena pekerjaan ringan sekalipun tidak akan selesai jika tidak dikerjakan dan hanya dipikirkan saja. Jadi mulai saja dari yang paling bisa kita jangkau, setelah kita mulai bergerak melaksanakan sesuatu maka secara tidak sadar kegiatan akan terus berlanjut hingga akhirnya kita bisa menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab kita.

  • Disiplin

Melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab tidak akan tercapai jika kita tidak mendisiplinkan diri. Saya pernah mendengar suatu nasihat yang intinya adalah tidak setiap waktu kita termotivasi maka langkah terbaik untuk terus maju adalah dengan berdisiplin. Apapun bentuknya tujuan itu tidak akan tercapai jika kita tidak disiplin dan konsisten menjalankannya. Semakin dipikir maka semakin terasa berat, maka yang bisa dilakukan adalah dengan membagi dan memperjelas ruang lingkup tanggung jawab kita, mengelolanya dalam bagian-bagian yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan lalu membuat daftar pekerjaan dan tanggung jawab dan terakhir disiplin melaksanakan rencana yang sudah dibuat. Disiplin terdengar sebagai aktivitas yang berat, tetapi sebenarnya kita bisa lebih mudah disiplin jika sudah ada perencanaan dan jadwal pekerjaan lalu mengerjakannya tanpa banyak berpikir. Sekali lagi, kadang kebanyakan berpikir justru membuat kita merasa semakin berat melakukan sesuatu. Membayangkan bahwa deretan to do list yang telah kita buat itu akan melelahkan malah membuat kita tidak jadi melakukan apa-apa. Yang berarti kita sedang menggiring diri sendiri pada kegagalan dalam melaksanakan tanggung jawab.

  • Semua orang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya

Dulu waktu saya kuliah pernah mendengar ada hadits yang mengatakan bahwa:

“Semua kamu adalah pemimpin dan seluruh pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang mereka pimpin. Imam (presiden, raja) adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Suami adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas keluarganya itu. Istri adalah pemimpin di rumah tangganya dan bertanggung jawab atas rumah tangganya itu. Pembantu adalah pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung jawab atasnya. Dan, kalian semua adalah pemimpin serta bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah membaca hadits ini tentu kita semakin yakin bahwa melakukan tanggung jawab memang bagian dalam berbuat baik. Selain tentu saja dengan melakukan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya hal itu akan membuat kita menjadi lebih dapat dipercaya. Karena kalau kita mau melaksanakan bagian masing-masing atau tanggung jawab masing-masing maka keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup akan semakin mudah tercapai. Misalnya saja seorang suami melaksanakan kewajibannya misal mencari nafkah sebaik-baiknya dan melakoni perannya sebagai suami dengan baik. Istri juga demikian, menjalankan semua tugas dan fungsinya dengan baik. Maka sudah bisa dibayangkan bahwa rumah tangga mereka berjalan dengan harmonis. Masalah tentu tetap ada, tetapi jika semua menyadari peran dan fungsinya dan melaksanakannya dengan bertanggung jawab maka segala permasalahan itu akan semakin meningkatkan nilai mereka masing-masing. Begitu juga dengan peran-peran yang lain misalnya sebagai anak, sebagai adik, sebagai tetangga, sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa jika semua mengetahui perannya dan bertanggung jawab di dalamnya maka impian sebuah kehidupan yang harmonis akan lebih mudah tercapai.

  • Menjadi orang yang bertanggung jawab itu keren

Pernah gak mendengar sebuah kalimat yang menyindir yang berbunyi kurang lebih begini:

"Rajin banget sih kamu, sok banget ya pingin dibilang yang paling rajin, hebat, bertanggung jawab dan lain-lain…."

Kalimat yang bisa beragam bentuknya tetapi kurang lebih isinya adalah sindiran akan sebuah tindakan yang mengacu pada mengemukakan tanggung jawab dan kebaikan. Jika mengambil kosa kata anak jaman sekarang mungkin kalimat tersebut bisa disebut dengan kalimat toxic, yang mengungkapkan juga orang toxic dan jika itu berupa sebuah lingkungan pertemanan atau pergaulan maka bisa disebut sebagai lingkungan yang toxic. Memang benar bahwa kita dianjurkan untuk menjaga jarak dengan orang-orang dan lingkungan seperti itu. Karena kita jadi lelah gak sih kalau bergaul di lingkungan seperti itu. Kalau kita mau jujur, bukankah melakukan tanggung jawab itu adalah hal yang wajar dan seharusnya memang semua orang memiliki kesadaran serupa. Tetapi karena kita salah mengambil tempat, salah memilih teman dan lingkungan yang terjadi justru sebaliknya menjadi orang yang bertanggung jawab malah dianggap sebagai hal yang memalukan dan sebaiknya tidak dilakukan. Menjadi pelajar yang rajin adalah bentuk tanggung jawab tetapi akan berbeda makna dihadapan anak yang belum memilikinya. Menjadi suami yang rajin bekerja misalnya adalah bentuk pertanggungjawaban yang layak dijadikan contoh, tetapi jika mempunyai teman yang tidak bertanggung jawab maka sikap itu akan dicemooh dan dianggap sebagai suami takut istri. Menjadi istri yang berbakti dan mengerjakan tugasnya dengan baik akan diuji dengan berbagai anggapan bahwa dirinya tidak memiliki nilai di mata suami hingga harus mengabdi dan masih banyak contoh lainnya. Padahal kan memang begitulah seharusnya kehidupan bekerja. Semua akan berjalan dengan normal jika tidak ada yang saling ambil peran orang lain, cukup mengerjakan perannya masing-masing dengan baik maka kehidupan ini akan menjadi seperti yang kita inginkan bersama. Jadi kapan mulai bisa bertanggung jawab dalam hidup? Karena menjadi manusia yang bertanggung jawab itu keren lho.

 

 

Sabtu, 18 November 2023

Berani Menjadi Lebih Baik

 “I always did something I was a little not ready to do. I think that's how you grow. When there's that moment of ‘Wow, I'm not really sure I can do this’, and you push through those moments, that's when you have a breaktrough.”—Marissa Mayer

Sebuah kalimat yang mengisahkan proses dan ketakutan yang harus ditaklukkan. Seringkali kita dihadapkan pada suatu kondisi di mana kita belum benar-benar siap melakukannya, tetapi kalau tidak kita paksakan maka tidak akan ada kemajuan. Dan hal itu membuat kita nekat melakukan sesuatu yang sebenarnya kita sendiri ragu melakukannya. Saya sering mengalaminya, teman-teman pernah juga kan mengalaminya? Setelah saya ingat ternyata banyak juga momen menakutkan itu hiiii…. Coba saya ingat-ingat lagi semua hal yang membuat saya semakin bertumbuh seperti sekarang ini. Beberapa hal yang lumayan memicu adrenalin saya pada saat itu adalah:

  • Belajar mengendarai motor

Saya adalah penakut, harus saya akui itu. Saya sering kali ragu dalam melakukan sesuatu karena saya sudah membayangkan hal-hal yang menakutkan. Misalnya dalam belajar mengendarai motor ini, saya termasuk terlambat belajar mengendarai motor. Adik saya sudah lebih dulu mahir mengendarai kendaraan roda dua ini, sehingga adik saya lah yang mengajari saya hingga bisa mengendarai motor. Pada jaman itu belum ada motor matic seperti sekarang, sehingga tingkat kesulitannya jangan ditanya. Tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang dari kecil sudah mahir kulu kilir pakai motor karena naik motor seperti naik sepeda tinggal gas, rem maka sudah bisa mengendarai motor. Kalau dulu banyak sekali yang harus dipelajari. Bagaimana caranya memindahkan gigi persneling motor agar motor tidak mogok atau malah jalan nyendal-nyendal. Belum lagi menyesuaikan antara gas dan gigi perseneling motor yang cukup rumit itu. Ditambah lagi saya sudah memiliki bayangan yang tidak mengenakkan pada saat itu. Banyak sekali ketakutan yang menghinggapi pikiran saya. Tapi untungnya saya cukup nekat untuk mencoba berkali-kali lengkap dengan berbagai kekonyolan yang terjadi pada proses latihan itu. Hingga akhirnya saya termasuk bagian dari orang-orang yang bisa dan mahir mengendarai motor manual. Good Job diri saya! Alhamdulillah.

  • Belajar menyetir mobil

Proses berkendara roda empat ini juga hampir sama dengan saat saya belajar roda dua, dengan tingkat stress dan ketakutan yang sama seperti dulu. Apalagi saya sudah punya anak pada saat belajar mengendarai mobil ini. Tentu saja semakin membuat ciut nyali saya yang kecil ini. Tetapi lagi-lagi karena tuntutan dan sedikit kenekatan saya berhasil melalui proses ini. Tak lupa beberapa hal konyol juga mewarnai proses belajar mengendarai kendaraan roda empat ini. Bahkan kisah konyolnya malah bisa menghasilkan sedikit cuan, karena kisah lucu itu pernah diterbitkan di salah satu koran lokal di daerah saya. Alhamdulillah, tak henti saya mensyukurinya.

  • Kuliah yang bukan jurusannya

Ini terjadi saat saya kuliah S2. Dan awal saya bisa melanjutkan kuliah juga hal aneh lainnya yaitu karena saya berjualan peyek. Kisah jualan peyek akan saya ceritakan di poin selanjutnya. Nah, akibat dari saya jualan peyek ini saya ditawari oleh suami untuk melanjutkan sekolah lagi dengan biaya akan ditanggung oleh perusahaan suami, tetapi syaratnya saya harus ambil jurusan informatika. Ya, perusahaan UMKM yang didirikan suami ini memang bergerak di bidang teknologi informasi, maka tidak heran jika suami mengharuskan saya mengambil jurusan itu jika bersedia sekolah lagi. Tentu saja saya terima dengan senang hati tawaran yang tidak mungkin datang dua kali itu. Tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan saja tawaran itu. Setelah diterima dan menjalani proses perkuliahan tentu saja saya lebih banyak menemui ‘jalan terjal’ dari pada teman-teman lainnya. Latar belakang saya bukan wanita pekerja karena saya adalah ibu rumah tangga murni. Saat kuliah S1 saya ambil jurusan Teknik Industri dan bukan dari jurusan Teknik Informatika. Dan dunia kampus sudah sangat asing bagi saya yang sehari-hari diisi dengan mengurus suami, anak dan rumah tangga. Bahkan pada saat itu bapak saya juga meragukan dan menganggap aneh keputusan saya kuliah lagi tersebut. Memang dasar saya nekat dan kebetulan mendapatkan dukungan dari suami maka saya tetap menjalani perkuliahan saya meski terseok-seok dan termehek-mehek tentunya. Sungguh perjalanan yang tidak mudah. Meski begitu segala bentuk keraguan itu tidak akan menjadi cerita manis jika saya tidak memberanikan diri keluar dari zona nyaman saya pada waktu itu. Sebuah perjalanan yang meninggalkan banyak kesan dan pembelajaran di hidup saya.

  • Jualan peyek

Seperti yang sudah saya singgung di atas jika saya bisa kuliah S2 karena saya berjualan peyek. Ya, sungguh latar belakang yang membagongkan bukan? Tapi memang begitulah cerita aslinya. Dan alasan saya berjualan peyek juga tidak kalah aneh hehehe. Jadi pada saat itu saya sebagai ibu rumah tangga seutuhnya dan memiliki kegiatan seperti ibu rumah tangga pada umumnya yaitu mengurus rumah dan keluarga. Memang tidak ada yang istimewa dari kegiatan saya. Nah, melihat hal itu suami saya terusik, dia tidak suka melihat istrinya seolah ‘mandeg’. Dia mungkin risih melihat sesosok makhluk ini yang sepertinya tidak berkarya apa-apa hehehe. Mungkin yang membaca ini akan beranggapan bahwa omongan suami tadi terkesan meremehkan profesi ibu rumah tangga. Memang bisa dimaklumi anggapan seperti itu pasti akan muncul, karena saya saja pada awalnya tidak terima dikatakan seperti itu oleh suami. Tetapi karena saya merasa terusik oleh omongan suami yang bernada satir itu, maka saya berpikir untuk berkegiatan sehingga bisa sedikit membungkam suara sumbang itu hehehe. Sebuah pembuktian diri saja sepertinya. Lalu setelah saya pikir-pikir saya memutuskan untuk jualan peyek. Jadi saya goreng sendiri peyek itu, lalu mengemas sendiri dan menawarkan ke warung-warung juga saya lakukan sendiri. Kenekatan saya tentu saja masih ada di proses ini. Semua hal yang saya lakukan tadi (menggoreng, mengemas dan menawarkan) adalah hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Jadi saya berjualan itu sambil menjalani proses saya belajar. Sungguh hal yang sangat nekat dan saya sedikit malu jika mengingat kecerobohan saya pada waktu itu. Tetapi tetap saja segala kerumitan dan permasalahn yang mengiringi proses ini memberikan banyak sekali pelajaran dan tentu saja hikmah. Salah satu hikmah terbesarnya ya karena saya bisa lanjut sekolah lagi. Alhamduilillah.

  • Mengajar di kampus

Cerita ini adalah lanjutan dari kelulusan saya dari S2. Jadi setelah saya lulus S2 saya ditawari untuk mengajar di kampus swasta kecil. Saya sangat sadar bahwa saya tidak mempunyai kemampuan mengajar yang mumpuni, tetapi karena saya memang orangnya nekat dan sedikit tidak tahu diri maka saya tetap saja menerima tawaran tersebut. Meski begitu saya harus menebusnya dengan kerja keras. Saya harus mengejar segala ketertinggalan saya dan berusaha mengajarkan yang terbaik. Satu pesan dari salah satu dosen terdahulu yang membuat saya berani mengajar adalah ‘’Perbedaan dosen dan mahasiswa itu hanyalah dosen membaca lebih dulu apa yang mahasiswanya belum baca.’’ Maka hari-hari saya semakin habis untuk membaca dan mempelajari hal-hal yang besok harus saya ajarkan di kelas. Meski akhirnya saya berhenti mengajar karena saya merasa tidak mampu tetapi saya telah melewati hal yang sangat saya syukuri. Banyak sekali pengalaman yang bisa saya jadikan pelecut saya di kemudian hari. Alhamdulillah.

  • Menjadi MC kecil-kecilan di kampung

Saya memiliki demam panggung. Ya, saya akan menjadi sangat grogi saat berada di depan dan menjadi pusat perhatian banyak orang. Meskipun begitu saya rasa sampai tulisan ini muncul, tidak ada yang tahu bahwa saya mempunyai sisi lemah itu. Karena bahkan sampai sekarang saya masih saya diminta untuk berbicara di depan umum saat diperlukan (tentu saja bukan membicarakan hal-hal yang sangat urgent). Dengan kelemahan yang secara sadar saya miliki, sedari kecil saya terbiasa diminta untuk menjadi pembawa acara di acara-acara kampung saya. Demikian halnya saat saya bersekolah saya juga beberapa kali diminta menjadi pembawa acara (MC) dalam kegiatan di sekolah. Sesuatu yang bahkan sampai sekarang membuat saya heran mengapa saya bisa melakukan hal yang sangat saya takuti tersebut. Dan yang saya ingat di setiap melaksanakan tugas itu saya masih selalu saja grogi.

Kenekatan-kenekatan itu berbuah banyak hal di diri saya. Saya menjadi pribadi yang telah tumbuh di tengah keberanian yang dipaksakan itu. Segala kesulitan yang saya alami dan bisa saya taklukan itu membuat saya lebih percaya diri dan semakin yakin bahwa segala sesuatu akan bisa kita lakukan tanpa harus menunggu kita sempurna. Jadi teringat lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh CJR:

 “Tak perlu tunggu hebat untuk berani memulai apa yang yang kau impikan....”

Dan saya masih terus memulai impian saya selanjutnya tanpa harus menunggu menjadi hebat terlebih dulu.

Kamis, 16 November 2023

Remaja dan Organisasi Sekolah. Mengapa berorganisasi semenarik itu?

 "Anak ini sepertinya nurun ibunya, narsis banget. Kalau bapak kan gak gitu, bapak kayaknya gak sukan narsis-narsis kayak gitu pake acara sibuk-sibuk ngurusin organisasi segala!"

Adakah yang pernah mendengar kalimat seperti di atas? 

Ataukah kita yang malah sering mengucapkannya?

Ya kalimat di atas adalah sebuah kalimat yang kurang lebih ingin menunjukkan ketidaksukaan seorang bapak pada anaknya yang sekarang lebih senang berorganisasi di sekolahnya. Menurutnya itu lebih ke kegiatan narsis, saya juga tidak tau persis mengapa beliau bisa beranggapan seperti itu. Tetapi wajar beliau mengatakan itu, karena setau saya di jaman beliau sekolah hingga kuliah beliau memang tidak pernah ikut organisasi, dan saya tidak pernah menanyakan penyebab aslinya mengapa beliau tidak tertarik untuk ikut organisasi.

Saya sebagai orang yang waktu kecil hingga dewasa banyak mengikuti organisasi, lebih bisa mengerti mengapa ada anak yang sangat getol berorganisasi. Awal mulanya ya hanya tertarik, lalu ingin melihat dari dekat, lalu mencoba mengamati lebih dekat lagi dan tanpa sadar kita sudah terlibat aktif di organisasi sekolah atau kuliah. Meski secara akademik saya tidak terlalu menonjol tetapi saya tetap saja punya waktu luang untuk ikut cawe-cawe dalam berbagai kegiatan di organisasi tersebut. Dan herannya lagi, orang tua saya tidak pernah melarang saya aktif dalam berbagai organisasi tersebut, padahal kalau dilihat dari nilai saya akan sangat wajar jika orang tua saya melarang saya berorganisasi dan harus belajar saja hehehe. Lalu sebenarnya apa sih yang membuat sebagian remaja senang ikut organisasi?

Menurut pengalaman saya penyebab seseorang menyukai berorganisasi diantaranya:

  • Ketertarikan pada satu bidang

Salah satu hal yang mendominasi perasaan seseorang untuk ikut terlibat dalam organisasi adalah rasa penasaran. Ingin tahu apa yang ada di dalam organisasi dan merasa tertarik dengan kegiatan yang ada dalam organisasi tersebut. Rasa tertarik tersebut yang membuat seorang menjadi sering berinteraksi di dalam organisasi, yang awalnya menjadi peserta kegiatan, lalu menjadi peserta yang aktif datang dan semakin lama merasa nyaman di dalamnya. Seperti yang saya alami sewaktu saya mengikuti organisasi Rohis (Organisasi Islam) di SMA saya. Seperti organisasi keagamaan pada umumnya, Rohis ini juga sering mengadakan kajian atau kegiatan keagamaan lainnya. Dan karena saya pada saat itu sedang pada tahap pencarian ilmu agama. Saya yang haus dengan siraman rohani tentu saja bagai gayung bersambut. Saya sangat aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh Rohis meskipun tak pernah berangan-angan untuk ikut menjadi pengurus di organisasi. Satu-satunya alasannya adalah saya membutuhkan yang mereka tawarkan, yaitu ilmu agama. Tetapi tentu saja dalam organisasi ada yang namanya regenerasi organisasi yang membuat saya ditawari untuk ‘’membantu’’ di Rohis. Saya juga kurang yakin alasan saya menerima tawaran dari senior waktu itu, apakah karena segan atau memang ada ketertarikan. Tapi sepertinya muncul rasa ‘’saya harus turut andil dalam kegiatan in’’ yang menyebabkan saya setuju menjadi salah satu pengurusnya.

  • Merasa terpanggil

Pernah gak di dalam situasi yang seolah-olah tidak ada orang lain yang mau mengambil peran itu? Jadi kalau kita tidak turut serta rasanya tidak tega karena yang telah diusahakan dan dirintis tidak akan berkelanjutan. Nah, biasanya orang yang mau ikut organisasi karena merasa terpanggil untuk bisa turut membantu jalannya organisasi itu. Tentu rasa terpanggil ini karena merasa sepakat dengan visi misi di organisasi tersebut.

  • Mencari pengalaman

Namanya anak muda tentu saja sangat haus akan pengalaman dan hal-hal baru di dalam hidupnya. Sangat banyak hal yang ingin diketahui dan dialami. Saya termasuk salah satunya. Mungkin kalau jaman sekarang saya termasuk yang FOMO (fear of missing out). Kalau anak-anak yang FOMO di jaman sekarang menunjukkannya dengan selalu aktif dan mengikuti media sosial. Nah, kalau jaman dulu mungkin yang aktif di organisasi ini termasuk yang FOMO hehehe. Ini menurut penafsiran dan apa yang saya rasakan dulu ya, mohon maaf kalau tidak sesuai. Perasaan puas saat bisa aktif berkegiatan yang berarti up to date dengan segala hal di lingkungan sekolah yang mendorong kami aktivis organisasi ini rela pulang telat atau bahkan tetap berangkat sekolah di hari libur. Demi apa coba? Ya tentu saja dalam rangka mengawal dan menjalankan program di dalam organisasi masing-masing. Dan semua itu menjadi pengalaman yang mewarnai perjalanan hidup kami para aktivis di jamannya.

  • Jenuh dengan kegiatan sekolah/kuliah

Ada beberapa siswa yang merasa hidupnya kurang seru jika hanya diisi dengan kegiatan sekolah saja, rasanya ada yang kurang. Nah, kami para pegiat organisasi ini termasuk yang merasakannya, jenuh dengan aktivitas yang hanya itu-itu saja. Kami menyebutnya hanya pindah dari rumah ke sekolah lalu pulang lagi ke rumah, sepertinya kami bosan dengan aktivitas yang serupa setiap hari. Apalagi jaman saya sekolah dulu belum ada hp apalagi smartphone seperti sekarang, jadi mengikuti banyak kegiatan menjadi salah satu alternatif mengatasi kebosanan tersebut.

  • Menyukai tantangan

Terkadang kegiatan yang ritmenya monoton menjadi tidak menarik lagi sehingga membutuhkan hal lain yang lebih menantang. Beberapa dari kita mencari aktivitas menantang dengan caranya masing-masing, ada yang bermain dengan teman-temannya, ada yang berpetualang atau naik gunung ada juga yang mengisinya dengan berbagai hal di organisasi. Tantangan di organisasi juga tidak bisa diremehkan, kami harus belajar banyak hal baru seperti mengurusi seluruh kegiatan, anggota dan manajemen waktu kami agar tidak tertinggal/semakin tertinggal dalam pelajaran di sekolah atau kuliah.

Memang banyak alasan yang menyebabkan kami mau meluangkan waktu, energi dan tenaga untuk berorganisasi. Tetapi sebenarnya apa saja sih manfaat berorganisasi bagi remaja?

Manfaat berorganisasi pada anak remaja termasuk yang saya rasakan sendiri yaitu:

  • Memperluas pergaulan

Tentu saja dengan berorganisasi kita memperoleh lebih banyak kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak. Beda halnya jika kehidupan kita hanya diisi dengan belajar saja yang kemungkinan bertemu dengan orang banyak sangat kecil. Dengan berorganisasi kita jadi mengenal teman yang beda kelas atau jurusan yang hal itu kemungkinan tidak ditemui oleh orang yang tidak mengikuti organisasi.

  • Meningkatkan kemampuan komunikasi

Semakin banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang banyak tentu saja akan melatih kemampuan berkomunikasi kita. Kita jadi tahu bagaimana berbicara dengan orang lain, berbicara dengan yang lebih tua atau yang dihormati, berbicara di depan orang banyak (saat memimpin rapat, diskusi atau moderator suatu kegiatan). Dan kemampuan berkomunikasi ini sangat diperlukan dalam dunia kerja atau bermasyarakat nantinya.

  • Melatih kerja sama

Kebiasaan mengerjakan kegiatan bersama-sama dalam organisasi dapat melatih pengurus dan anggota untuk selalu bekerja sama agar tujuan dan kegiatan organisasi dapat tercapai dan terlaksana dengan baik. Kita akan tahu dan terbiasa membantu teman atau anggota lain yang kesusahan dalam mengerjakan tugasnya. Kebiasaan bekerja sama ini tanpa disadari akan terbentuk dan menjadi nilai positif yang dimiliki dan akan berguna di masa depan.

  • Melatih jiwa kepemimpinan

Sama seperti kemampuan komunikasi, leadership atau jiwa kepemimpinan ini akan sangat terlatih di dalam organisasi. Hal ini karena di dalam organisasi ada sistem regenerasi yang membuat kita harus bisa membimbing dan mengarahkan anggota serta berlatih bisa mengayomi anggota agar semua merasa nyaman dan semangat mengerjakan tugas-tugas di organisasi. Kemampuan ini sangat dibutuhkan di masa depan, terutama saat kita dewasa dan di posisi yang mengharuskan kita bisa menjadi pemimpin. Saat itu kita yang terbiasa berorganisasi tidak akan kaget karena sudah terbiasa menjalaninya selama menjalankan peran di organisasi. Dalam hidup ini harus siap memimpin dan siap dipimpin. Jika semua bisa menjalankan porsinya dengan baik maka semakin mudah mencapai tujuan yang diharapkan.

  • Belajar manajemen waktu

Salah satu manfaat berorganisasi yang sangat terasa hingga sekarang adalah kemampuan membagi waktu ini. Entah ini murni manfaat berorganisasi atau tidak, tetapi saya sangat merasakannya. Beberapa kali mengemban tugas dalam organisasi dan harus bisa menjalankan peran sebagai pelajar atau mahasiswa membuat saya sangat paham bahwa waktu saya tidaklah banyak, sehingga saya harus selalu menjadwalkan kegiatan saya agar semua yang menjadi tanggung jawab saya dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Dan kebiasaan baik ini masih saya terapkan sampai sekarang.

Banyak sekali manfaat berorganisasi ini semoga menjadi penyemangat bagi anak muda yang ingin mengisi waktunya dengan hal positif dan bermanfaat. Dari pada hanya bengang bengong di rumah atau menghabiskan waktu dengan scroll hp yang tidak jelas tujuannya, coba deh ikut organisasi. Pilih organisasi yang paling mendekati minat kalian dan temukan banyak manfaat di dalamnya. Semoga dengan begitu kalian terbiasa menjadi orang yang sibuk, karena sibuk itu keren. Dan karena waktu luang adalah pintu masuknya syetan maka dengan berkegiatan berarti menutup pintu tersebut. 

Rabu, 15 November 2023

Sudah Belajar Apa Saja Hari ini?

 Never stop learning because life never stop teaching.”— NN

Banyak sekali pepatah yang membicarakan tentang pentingnya belajar. Belajarlah sejak dari buaian hingga liang lahat. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Kedua kalimat tersebut kurang lebih bermakna serupa, bahwa tidak ada batasan umur untuk kita belajar. Bahkan mungkin kita beberapa kali membaca atau mendengar berita tentang orang lanjut usia yang melanjutkan pendidikan formalnya. Tidak mengherankan, karena bagi Sebagian orang belajar baik formal maupun informal, secara otodidak atau lewat guru adalah sebuah kesenangan. Hidup seakan lebih bersemangat dan kadang sampai membuat lupa dengan usia kita sebenarnya. Mungkinkah belajar juga membuat semangat selalu muda?

Meski tidak semua terlihat belajar, sesungguhnya mau tidak mau semua orang belajar. Perkara bagaimana hasil belajarnya tentu saja tergantung masing-masing orang. Sejak jadi anak kita belajar bagaimana menjadi anak yang bisa menyenangkan orang tua, pun peran itu berbarengan dengan peran lain misal sebagai murid, sebagai adik, sebagai kakak sebagai teman dan lain sebagainya. Semua butuh proses belajar agar dalam menjalani peran kita dapat maksimal.

Setelah tumbuh dewasa lalu menikah tentu masih terus kita belajar, bahkan mungkin harus lebih banyak yang dipelajari dengan hambatan waktu dan tanggungjawab yang semakin padat. Menjadi istri, otomatis menjadi menantu, menjadi saudara ipar. Menjadi istri artinya belajar mengenai kebiasaan atau adat istiadat dari keluarga yang baru saja dimasukinya. Tidak mungkin tetap membawa kebiasaan keluarga asal jika hal tersebut tidak sesuai di lingkungan keluarga suami/istri. Tidak harus memang, tetapi jika menginginkan perjalanan dalam rumah tangga lancar tanpa hambatan ya memang cara itulah satu-satunya. Mencoba beradaptasi dan menghormati jika memang ada perbedaan.

Lalu hadirlah anak-anak yang semakin menambah semarak sebuah rumah tangga. Di balik itu ada semakin banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan. Dan penyelesaian tanggungjawab itu akan berhasil baik jika kita sebagi orang tua tidak berhenti belajar. Membesarkan anak tidak semata cukup dengan memberi makan dan menyekolahkannya. Mereka butuh makanan yang bergizi, butuh pendampingan dan pendidikan yang benar, agar kelak mereka tumbuh sesuai dengan fitrah mereka sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang harusnya menjadi pemimpin. Dan semua itu harus dibarengi dengan kebiasaan untuk terus menerus belajar. Dan masih banyak lagi, karena memang untuk bisa melewati perjalanan di dunia dengan baik harus ditunjang dengan ilmu.

Tidak hanyak belajar untuk persiapan menjalani hidup di dunia, bahkan kehidupan setelah kematian pun harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Dan semua itu butuh sekali yang namanya ilmu. Bacalah, bacalah, bacalah. Perintah yang disampaikan kepada Rosul itu cukup menjadi bekal kita selanjutnya untuk tidak berhenti membaca. Baca apa saja baik yang tesirat maupun yang tersurat.

Kamis, 09 November 2023

Mental Load, Ibu dan Segala Penatnya.

Pernah gak teman-teman para emak-emak merasakan pikiran kemrungsung (bahasa jawa yang artinya cemas dan merasa tergesa-gesa)? Hal ini biasanya terjadi karena pekerjaan rumah tangga yang sangat banyak hingga seolah sedang berderet menunggu dituntaskan lalu yang terjadi malah bingung harus mulai dari mana. Lalu segalanya menjadi semakin runyam karena seorang ibu yang kelelahan akan dengan mudah tersulut emosi, mudah tersinggung dan mudah marah. Rasa capek yang kerap kali muncul saat menjadi istri dan ibu tentu sudah tidak diragukan lagi. Setiap hari sibuk dengan pekerjaan yang tiada habisnya. Semua tenaga ibu terkuras bahkan energi dari dalam pun ikut tersedot.

Saya adalah seorang istri dan ibu dua orang anak, beberapa tahun yang lalu saya pernah bekerja di suatu instansi pendidikan. Tetapi selama menjalaninya saya merasa tidak bahagia, ada beban yang teramat besar yang saya rasakan. Pada saat sedang merintis karier tersebut, beban dan tanggung jawab saya sebagai ibu rumah tangga tidak berkurang. Semua hal yang menyangkut rumah dan isinya menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya saya putuskan untuk mundur dari pekerjaan tersebut dan kembali menjalani hari-hari sebagai istri dan ibu. Pada saat itu saya tidak tahu apa yang terjadi dengan diri saya, saya hanya merasa sangat lelah dan kewalahan karena harus menyelesaikan tanggung jawab saya sendiri dengan tambahan pekerjaan baru saya. Lalu semua berjalan seperti biasa, kadang saat pekerjaan seolah menodong dan merongrong saya tanpa ampun saya jadi sangat mudah tersinggung. Tumpahan air di meja yang tidak sengaja dilakukan oleh suami bisa membuat urat leher saya menegang berlanjut dengan rentetan omelan dan masih banyak lagi contoh lainnya. Intinya saya jadi gampang naik darah hehehe. Lalu saya membaca artikel tentang mental load, yang membuat saya menyadari suatu hal, apakah mungkin saat itu saya sedang mengalami mental load? Apakah sekarang masih terjebak dalam mental load? Lalu bagaimana mengatasinya?

Menurut artikel yang saya baca mental load adalah kelelahan mental dan kebanyakan dialami oleh kaum Wanita khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh tanggung jawab seorang ibu yang sangat banyak. Mental load ini biasanya tidak disadari karena penyebabnya terjadi di dalam pikiran ibu itu sendiri. Berbagai hal yang menuntut untuk segera dibereskan menyebabkan para ibu ini harus memikirkan banyak hal demi membuat semua tanggung jawabnya selesai dengan baik. Dalam kesibukan fisiknya tanpa orang sekitarnya sadari di kepala ibu penuh dengan berbagai macam hal yang berkaitan dengan strategi demi menyelesaikan tugas-tugasnya. Maka jika terjadi hal-hal yang menjengkelkan yang keluar dari seorang ibu yang sering muncul adalah salah paham. Hal itu terjadi karena biasanya orang-orang disekitar ibu itu tidak paham dengan beban pikiran yang ada di kepala si ibu.

Lalu penyebab mental load apa saja? Banyak artikel yang membicarakan penyebab mental load. Tapi menurut yang saya alami penyebab mental load adalah:

  • Menuntut Kesempurnaan

Lumrahnya seorang ibu memang sangat mendambakan suasan rumah yang rapi, teratur, makanan untuk keluarga yang selalu siap sedia dengan komposisi empat sehat lima sempurna. Ideal sekali kan? Tetapi tunggu dulu, untuk mendapatkan semuanya itu tidak sesederhana merapal mantra lalu semuanya rapi jali lengkap dengan hidangan yang lezat dan bergizi. Tidak semudah itu kan mak? Jika ingin rumah rapi dan bersih maka ada banyak proses yang harus dilalui seperti merapikan semua barang dan mengembalikannya ke tempat masing-masing, mengelap meja dan membersihkan semua debu, lanjut dengan menyapu atau mem-vacuum lantai. Apakah sudah cukup? Bagi ibu yang setiap hari menuntut rumahnya kinclong tentu harus ada aktivitas tambahan yaitu mengepel rumah. Nah baru beres urusan rapi-rapi rumah. Lalu bagaimana dengan urusan makanan seluruh penghuni rumah? Ini juga tidak semenyenangkan melihat meja makan penuh makanan. Tetapi ada banyak sekali proses di dalamnya. Mulai dari menyiapkan menu makanan, lalu belanja bahan makanan, menyiapkannya dan memasakannya baru bisa terhidang makanan di meja makan. Apakah lantas sudah selesai pekerjaan ibu ? Jangan takut mak, peralatan masak yang tadi dipakai menanti dieksekusi tuh. Itu belum semuanya mak, masalah baju kotor juga tidak bisa dibiarkan, lalu mengawasi tumbuh kembang anak serta macam ragamnya tentu juga tidak boleh diabaikan. Ditambah lagi jika si ibu menjalani profesi sebagai wanita bekerja. Aduh tidak terbayang bagaimana ruwetnya isi kepala.

Semuanya tadi memang tugas kita sebagai Wanita, sebagai istri dan ibu. Tetapi jika kita mematok standar terlalu tinggi maka kita hanya sedang menyakiti diri sendiri. Tidak perlu sepanjang hari, setiap waktu rumah selalu rapi dan bersih. Sesekali tutup mata demi menjaga keseimbangan beban kerja saya rasa tidak ada salahnya. Sesekali biarkan cucian piring itu menumpuk jika memang tidak ada yang membantu mencucinya, lalu melipir sejenak di kamar untuk sedikit menikmati waktu sendiri dengan melakukan hal-hal yang disukai. Ideal itu baik tetapi menjaga kewarasan jauh lebih dibutuhkan oleh tubuh kita.

Untuk mengurangi burnout yang mungkin terjadi karena mental load maka bisa dengan mengurai beban kerja ke dalam rincian tugas-tugas kecil hingga tidak semuanya memenuhi isi kepala kita. Yang bisa dilakukan yaitu menuliskan tugas-tugas harian, mingguan atau bulanan dan tinggal menjalankan sesuai jadwalnya. Mengurangi isi kepala dari berbagai cara menyelesaikan tugas itu akan sangat melegakan dan menghemat banyak energi kita.

  • Merasa bahwa mengurus rumah tangga adalah tanggung jawab ibu semata

Pekerjaan ibu rumah tangga ternyata banyak banget kan? Padahal belum saya tuliskan semuanya loh, tetapi baru membaca sebagian kecil saja rasanya sudah mau muntah. Lalu apa kabar para ibu yang melakukan pekerjaan itu sendiri setiap harinya? Pantas saja mental load lebih sering menjangkiti para ibu dibandingkan ayah, ya karena seruwet dan seberat itu. Hal itu tentu saja terjadi karena sejak jaman dulu stereotip pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab ibu seorang menjadi salah satu penyebabnya.

Lalu supaya tidak terjadi mental load apa yang harus kita lakukan sebagai ibu? Kita memang tidak bisa serta merta menghapus stereotip itu, pun juga kita tidak bisa terlalu berharap orang lain akan merasa mempunyai tanggung jawab yang sama dengan kita mengenai rumah serta pengaturan isi dan penghuni di dalamnya. Meskipun begitu demi kenyamanan Bersama saya akan tetap memberi tahu suami atau penghuni rumah lain untuk bisa menjalankan tanggung jawab menjaga kenyamanan rumah bersama. Tetapi jika tetap tidak ada perubahan dari suami atau penghuni rumah lain maka saya akan tetap melakukan apa-apa yang menjadi tanggung jawab saya dengan tidak memaksakan diri. Dan tak lupa memberikan waktu dan kesempatan kepada diri sendiri untuk menikmati hal-hal yang membuat hati Bahagia, misalnya membaca buku atau menjalankan hobi atau sekedar bersantai di kamar. Terlalu banyak berharap kepada manusia yang ada malah menambah beban karena kecewa. Mencoba tetap memberi porsi bahagia untuk diri sendiri dan belajar menjadikan setiap pekerjaan dan tanggung jawab sebagai sarana ibadah juga akan meringankan rasa penat yang ada.

Rabu, 08 November 2023

Perjalanan self-love saya.

Menurut artikel yang saya baca, self-love bisa diartikan sebagai mencintai diri sendiri. Baik saya akan mencoba melihat diri sendiri dulu. Seberapa saya mencintai diri sendiri. Saya adalah orang yang gak enakan dan sering mengalah. Ini bukan statement dari saya ya, tetapi memang beberapa orang sering menyebut saya demikian dan saya juga menyadari hal itu. Bahkan kebiasaan mengalah saya ini sering membuat orang-orang terdekat saya sering merasa geram. Mereka juga terang-terangan mengatakan bahwa mereka tidak suka melihat saya terus-menerus mengalah, kalau tidak suka ngomong saja, begitu kata mereka. Apa yang mereka lihat memang tidak salah. Saya lebih memilih diam jika ada suatu masalah dan ini terkesan saya mengalah dan tidak melawan saat ada orang yang sedang mencurangi saya, ibaratnya begitu. Tapi saya justru berpikiran sebaliknya, saya seringkali diam saat ada orang yang mungkin sedang tidak baik kepada saya bukan karena saya mengalah, hanya saja saya menganggap menanggapi keburukan dengan keburukan itu melelahkan. Saya merasa tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengurusi hal-hal yang seperti itu. Jika self-love artinya mencintai diri sendiri, maka saya juga sedang mencintai diri saya dengan tidak mempedulikan sesuatu yang tidak menjadi prioritas saya. “Impian dan tanggung jawab saya terlalu banyak hingga tak ada waktu mengurusi yang begitu-begitu.” Kalimat yang hampir sama yang saya sampaikan saat ada kerabat atau teman dekat yang memprotes sikap diam saya. Meski begitu tak jarang komentar dan masukan dari teman dan kerabat itu cukup mempengaruhi pikiran saya hingga kadang menyebabkan saya berpikir apakah memang saya ini kurang mencintai diri sendiri? Nasihat dan masukan dari orang-orang terdekat tetap saya jadikan pertimbangan dan saya mulai perubahan pada diri saya. Beberapa perubahan itu diantaranya yaitu:

  • Berani berkata tidak

Seiring tumbuhnya kedewasaan diri saya merasa dan menyadari tidak semua orang di dunia ini yang membutuhkan pertolongan kita adalah orang yang benar-benar butuh, banyak juga yang bermain sebagai korban (playing victim) yang mendorong kita untuk membantunya. Padahal setelah ditelisik lebih dalam adalah sebenarnya bantuan kita tidak terlalu diperlukan, tetapi lebih karena mereka memang tidak mau membantu diri mereka sendiri dan lebih mengandalkan orang lain. Nah, jika berada di kondisi seperti ini saya akan memilih untuk berkata “tidak”. Pada awalnya tentu ada rasa tidak enak, karena memang saya tipe orang yang gak enakan, tetapi setelah terbiasa dan mencoba memastikan diri bahwa dengan berkata tidak pada kasus-kasus tertentu bukan berarti saya berbuat jahat maka kebiasaan itu bisa lebih ringan diterapkan.

  • Mulai mengabdi pada diri sendiri

Ini sebenarnya saya lakukan bahkan di lingkungan keluarga kecil saya. Saya adalah seorang istri dan seorang ibu. Sebagai seorang penyayang keluarga cieeee…hehehe, saya sering mengalah dan menahan keinginan sendiri semata-mata karena saya lebih mementingkan kepentingan suami dan anak-anak saya. Memang tidak ada yang salah dengan sikap ini. Yang menjadi masalah adalah Ketika kita melakukan itu tetapi terus menerus menahan segala keinginan, karena itu artinya kita malah menyakiti diri sendiri. Padahal menjadi seorang istri dan ibu sangat diperlukan perasaan bahagia. Setelah menyadari bahwa kebiasaan saya sudah tidak menyehatkan jiwa dan raga saya maka pelan-pelan saya mulai memberikan apa-apa yang disukai oleh diri saya, selama apa yang saya lakukan itu tidak merugikan saya dan keluarga maka saya berusaha memenuhinya.

  • Menyalurkan hobi

Sudah lama saya tidak menulis, membaca atau melakukan hal-hal yang saya sukai. Salah satu alasannya adalah karena permintaan dari suami untuk mencurahkan seluruh waktu dan tenaga untuk membantu proyek yang sedang dikerjakannya. Pada tahun-tahun awal saya berusaha mematuhinya. Tetapi ternyata saya malah kehilangan keseimbangan hidup, banyak hal-hal buruk yang terjadi dalam tubuh saya. Singkat kata saya kelebihan beban pikiran teman-teman. Tidak ada yang akan menyukai kondisi tersebut, setiap hari tubuh dipaksa untuk melakukan semua yang tidak saya sukai, semua hanya tentang menjalankan tanggung jawab. Akhirnya saya memberanikan diri mulai melakukan hal-hal yang saya sukai seperti menulis dan membaca hal-hal yang menarik buat saya. Pada awal-awal tentu saja suami saya protes dan tetap meminta saya untuk tetap mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan proyeknya. Tetapi saya sampaikan padanya bahwa saya juga membutuhkan keseimbangan hidup, sama seperti dirinya yang seharusnya juga mulai menyeimbangkan ritme hidupnya. Mulai saat itu saya menjalani hari saya dengan lebih bersemangat tanpa meninggalkan tanggung jawab saya terhadap tugas-tugas saya.

  • Istirahat cukup

Beberapa tahun kemarin saya seolah diburu oleh pekerjaan. Salah pengaturan waktu dan orang menjadi penyebabnya. Jika waktu penyerahan tugas sudah mepet maka saya harus lembur berhari-hari. Dan kebiasaan itu sangat tidak sehat secara fisik maupun mental. Oleh karena itu saya tidak lagi membiarkan diri saya pontang-panting oleh pekerjaan. Semua harus sudah dijadwalkan dengan baik. Pekerjaan-pekerjaan mulai saya rinci menjadi tugas-tugas kecil dan saya selesaikan satu per satu tanpa menunggu batas akhir waktu. Setiap hari saya bekerja dengan mematuhi tugas-tugas yang telah saya susun sebelumnya. Dan alhamdulillah semua berjalan dengan lebih normal dan saya memiliki waktu istirahat cukup untuk bisa menjaga kesegaran, semangat dan yang terpenting kesehatan saya.

  • Berani berbeda

Saya adalah orang yang tidak terlalu nyaman berada dalam sorotan, dan menjadi berbeda tentu akan sangat mencolok bukan? Tetapi ironisnya ternyata sejak dari dulu saya telah biasa berbeda dari kebanyakan orang di lingkungan saya. Hal tersebut saya lakukan bukan semata-mata karena pingin tampil beda ya, tetapi memang saya harus melakukannya. Tetapi saya merasa akhir-akhir ini keberanian saya mulai luntur, selalu ada rasa gak enak hati saat harus berbeda dari lingkungan sekitar. Saya tidak menyukai suatu hal tetapi karena begitulah yang terjadi di lingkungan saya maka saya memaksakan diri untuk menjadi seperti yang biasa dilakukan di lingkungan saya itu. Tapi lama-lama saya capek sendiri, saya seolah harus mengenakan topeng karena saya tidak menjadi diri sendiri. Maka sejak beberapa waktu lalu saya mulai meyakinkan diri bahwa menjadi berbeda itu tidak masalah. Berbeda tidak selalu menunjukkan perlawanan, kita hanya sedang menyuarakan sesuatu yang menurut kita baik. Berbeda bukan berarti kita merasa lebih baik dari orang di sekitar tetapi memang suatu keharusan yang menyebabkan kita harus berbeda. Dengan meyakinkan diri seperti itu saya sekarang lebih nyaman dengan menjadi diri sendiri dan menyuarakan apa yang saya anggap baik dan benar. Seperti kegiatan menulis saya ini, di lingkungan terdekat saya masih sangat jarang orang melakukannya. Ibu rumah tangga seperti saya biasanya mengisi waktu dengan mengerjakan urusan rumah saja tidak ada kegiatan tambahan lainnya. Kebanyakan penggunaan gadget sebatas untuk mencari informasi dan hiburan. Tetapi saya merasa bahwa kebiasaan itu tidak cukup untuk menambah kapabilitas diri maka saya beranikan diri menulis dan membaca. Sekali lagi tak ada yang salah dengan menjadi orang yang berbeda selama perbedaan itu untuk kebaikan.

  • Meninggalkan lingkungan yang tidak membuat nyaman

Menjadi istri dan ibu membuat saya harus beradaptasi dengan banyak lingkungan baru. Dan ternyata tidak semua lingkungan baru itu cukup nyaman. Permasalahannya tidak selalu pada tempatnya tetapi pada unsur yang ada di lingkungan tersebut. Jika sebelumnya saya mencoba menerima dengan segala ketidaknyamanan itu maka sekarang saya sudah bisa memposisikan diri agar bisa menjadi ''orang asing" jika berada di lingkungan yang memang tidak tepat untuk saya. Perasaan bahwa tidak selamanya kita harus diterima di semua lingkungan membuat saya lebih tenang dan nyaman berada di lingkungan mana pun. Dan jika memang harus berada di lingkungan yang kita tidak nyaman di situ maka saya cukup membatasi diri, menjadi diri sendiri dan tidak terlalu berusaha agar “diterima”. Dan ternyata semua menjadi baik-baik saja.

  • Tidak terlalu peduli dengan pandangan orang lain

Perasaan ini dulu sangat menyiksa saya. Saya selalu khawatir jika tingkah laku saya atau omongan saya melukai atau menyinggung orang lain atau lawan bicara saya. Tapi semua berubah setelah ada kesalahpahaman antara saya dan lawan bicara terkait pembicaraan kami. Setelah saya tahu penyebabnya saya menyadari sesuatu bahwa saya tidak perlu terlalu mengkhawatirkan pandangan orang lain tentang apa yang saya ucapkan atau yang saya lakukan. Karena ternyata ketersinggungan orang lain itu lebih sering tidak bisa ditebak dari arah mana. Saat terlibat obrolan itu saya hanya bicara yang ringan-ringan, tidak ada pembicaraan yang serius, tapi ternyata ada salah satu omongan saya yang menyinggung lawan bicara saya tersebut. Menyadari hal tersebut bukan membuat saya menjadi merasa bersalah tetapi justru membuat saya lebih santai dalam berinteraksi dengan orang lain. Tidak ada lagi beban harus selalu menjaga perasaan orang lain. Selama ini saya terlalu sibuk menjaga perasaan orang lain hingga hampir lupa menjaga perasaan saya sendiri. Jadi selama saya tidak punya niatan buruk di dalamnya maka seharusnya saya bisa tenang menjalani hari.

Begitulah perjalanan self-love saya, semoga saya cukup bisa mencintai diri sendiri ya, karena dengan mencintai diri sendiri artinya saya lebih mudah mencintai orang lain dan menyebarkan kebahagiaan untuk orang lain. Semoga bisa diambil manfaatnya. 

Rahasia! Jangan bilang-bilang ya...

Pernah gak merasa menyesal setelah menceritakan sesuatu mengenai diri kita kepada orang lain? Kalau saya sering merasa begitu. Saya adalah seorang yang lebih suka kesendirian, orang-orang jaman sekarang sering menyebutnya sebagai introvert. Dan saya memang sangat nyaman dengan kesendirian saya. Meskipun begitu saya juga bukan orang yang sama sekali tidak mau bergaul dengan orang lain. Cuma ya…selayaknya introvert pada umumnya saya sering merasa kagok dan cepat kehilangan energi saat berada di keramaian yang mengharuskan saya untuk terus “on”. Tetapi semakin bertambahnya umur tentu ada tuntutan untuk bisa berbasa-basi kan ? Nah, kondisi berbasa basi ini lama-lama beneran basi kalau menurut saya, hehehe…. Saya sampai kehabisan bahan obrolan hingga kadang sangking bingungnya mau ngomong apa, saya malah banyak membuka hal-hal yang sepertinya tidak pas untuk diceritakan. Dan ini biasanya baru saya sadari di perjalanan pulang atau ketika sampai di rumah. Saya sering berusaha mengingat kembali apa saja yang telah saya omongkan atau lakukan. Hal itu demi memastikan yang saya lakukan tidak menyinggung orang yang diajak bicara. Dan baru sadar kalau sepertinya yang saya bicarakan tadi agak berlebihan, hal-hal yang seharusnya cukup saya simpan sendiri malah tanpa sengaja terbagi. Lalu kalau sudah begitu saya biasanya bedoa ‘’Semoga teman yang saya ajak bicara tadi lupa dengan apa yang saya katakan.’’ Hehehe.

Nah kebetulan ketika saya menonton youtube ada pembahasan mengenai ini. Di sini akan saya bagi dan coba elaborasi berdasarkan cara pandang saya. Beberapa hal yang sebaiknya tidak diceritakan kepada orang lain yaitu:

  • Mimpi besar

Setiap kita pasti memiliki Impian yang ingin sekali diwujudkan. Saya pernah melakukan hal ini sebelumnya, yaitu saat saya mempunyai suatu keinginan maka saya akan diam dan diam-diam berusaha mewujudkannya. Dan pada saat itu rasanya sangat nikmat hehehe. Lalu perjalanan hidup dengan bertemu banyak orang pandangan saya tersebut sempat berubah. Saya pernah mendengar jika punya keinginan ceritakan pada orang lain dengan tak lupa meminta doa pada orang tersebut. Iya, tidak ada yang salah dengan nasihat tadi dan saya memang pernah melakukan hal tersebut. Tetapi beberapa peristiwa lain telah membawa saya Kembali pada nasihat awal yaitu untuk merahasiakan mimpi besar saya. Saya memilih untuk merahasiakan mimpi besar saya karena beberapa pertimbangan diantaranya yaitu saya tidak cocok dengan menjadi orang yang sering menceritakan mimpi besar kepada orang lain karena biasanya setelah saya menceritakannya kok saya jadi tidak semangat seperti sebelumnya. Mimpi yang belum tercapai hanya itu menjadi tidak menantang lagi karena sudah diceritakan. Kok seolah-olah sudah kehabisan energi untuk meraih mimpi itu dan tidak bersemangat lagi dalam mewujudkannya. Dan kalaupun saya tetap bersemangat setelah menceritakan mimpi saya tersebut, hal jelek lain yang muncul yaitu saya menjadi tidak fokus karena tujuan saya bukan lagi Impian saya tetapi bercabang menjadi ingin mendapat pengakuan juga. Lalu ada juga nasihat tambahan supaya tidak menyebarkan mimpi besar adalah karena dikhawatirkan ada Sebagian yang mendengar malah tidak suka dan menjadi penghambat kita dalam meraih Impian tersebut.

  • Kebaikan

Kebaikan juga sebaiknya tidak diceritakan kepada orang lain. Tentu saja alasan utamanya agar tidak mengurangi pahala kebaikan itu sendiri. Dan lagi menceritakan kebaikan kita kepada orang lain juga akan menjadikan orang yang mendengar risih dengan cerita kita. Risih gak sih teman-teman? Kok kalau saya risih ya kalau mendengar orang menceritakan kebaikannya. Saya merasa aneh saja kalau mendengar orang yang sangat senang menceritakan kebaikannya, sekali dua kali bisa lah diterima, tapi kalo keseringan ya bisa Lelah juga saya. Loh saya malah ragu dengan perasaan saya sendiri, ini saya sedang risih karena ada kejanggalan kejadian atau memang dasar sayanya saja yang tidak suka temannya berbuat kebaikan ya? (kok saya malah jadi mikir sendiri) Waduh segera tobat deh mak hehehe. Tetapi menurut nasihat tadi sebaiknya kita tidak terlalu mengumbar hal-hal baik yang telah kita lakukan, takut jadi kebiasaan juga mak. Kalau keterusan malah jadi riya’ kan? Hehehe.

  • Hubungan dengan pasangan

Hayo siapa yang kalau lagi nongkrong sama teman-teman suka kelepasan bicara? Gak sengaja ternyata kok malah sampai membicarakan hal-hal pribadi seperti bercerita tentang hubungan kita dengan pasangan. Memang seru ya mak ghibahin pasangan sendiri. Eits, tapi ternyata ini gak boleh diteruskan loh mak. Baik itu cerita manis dan romantic maupun cerita penuh tangis tetap sebaiknya tidak dengan mudah kita menceritakan pada orang lain. Menceritakan hal-hal baik mengenai pasangan rawan menyebabkan iri dan menceritakan hal-hal buruk rawan menambah dosa kita ke pasangan. Saya kadang masih keceplosan juga sih, ya gimana lagi Namanya juga asyik ngobrol eh, gak Taunya kok obrolannya semakin jauh. Mulai sekarang saya akan mencoba berhati-hati agar tidak mudah menceritakan hubungan saya dengan suami ke orang lain meskipun itu teman sendiri.

  • Saldo rekening

Heits, saldo rekening cukup saya dan Tuhan saja yang tau ya mak. Tak perlu lah kau bagi sedu sedan itu hehehe…. Apa pula sih alasan membagikan dan menceritakan isi saldo rekening kepada orang lain? Saya beneran tanya nih hehehe. Soalnya saya beneran gak paham mengapa ada orang yang gemar membagikan jumlah rekening saldonya kepada orang lain. Yang beberapa kali saya lihat ya hanya artis yang melakukan itu. Dan itu kan biasanya dilakukan oleh artis untuk mencari dan membuat berita. Kalau untuk orang biasa seperti saya sepertinya tidak ada sih. Atau memang beneran ada? Sebaiknya jangan ya mak, simpan saja isi saldo rekeningmu sendiri ya. Saran saya kalau mau bagi-bagi jangan nanggung, mosok Cuma berbagi info isi saldo tetapi sekalian bagiin uangnya kepada orang-orang yang membutuhkan hehehe.

  • Kelemahan

Memang berpura-pura kuat itu melelahkan, tetapi menampakkan kelemahan kepada orang lain juga bukan hal yang layak dilakukan. Menurut nasihat tadi sebaiknya kita tidak menampakkan kelemahan kita kepada orang lain. Mengapa kelemahan sebaiknya tidak diceritakan kepada orang lain? Karena menceritakan kelemahan kita sama berbahayanya dengan menceritakan kebaikan kita. Dan jika ada yang tidak suka dengan kita akan menggunakan kelemahan kita itu sebagai senjata untuk melawan kita. Saya pernah mendengar nasihat dari KH. Maimun Zubair atau yang biasa disapa Mbah Moen yang bunyinya begini ‘’Kudu wani ngetoke gagah senajan neng ati rasane kudu nangis (Harus berani tampil kuat meski sebenarnya pingin nangis).’’ Kita tetap bisa meluapkan segala rasa, unek-unek dan sisi-sisi lemah kita lewat tulisan atau doa-doa panjang kita. Hal itu jauh lebih aman dari pada menceritakannya pada orang lain.

  • Masalah keluarga

Siapa sih dari kita yang tidak pernah memiliki masalah di keluarga? Pasti semuanya pernah kan, ada sedikit salah paham dan ketidaksesuaian dengan anggota keluarga kita. Tetapi seberat dan sebesar apapun masalah yang kita hadapi sebaiknya tidak dengan mudah kita umbar kepada teman atau orang lain atau malah di sosial media. Menceritakan masalah keluarga itu seperti kita sedang menceritakan aib kita sendiri loh. Jadi jika sudah sangat tidak kuat menanggung sendiri dan ingin bercerita pastikan kita bercerita pada orang yang benar-benar bisa dipercaya atau kalau belum menemukan yang dipercaya ya memang mau tidak mau harus ditelan sendiri semua rasa itu. Dan kalau saya memang lebih memilih memendamnya sendiri, mengadukan pada Tuhan atau bercerita lewat tulisan. Lebih asyik begitu kan?

Nah itu tadi beberapa hal yang sebaiknya tidak kita ceritakan kepada orang lain. Semoga ada manfaat yang bisa diambil. 

Senin, 06 November 2023

Bagaimana Kabar November-mu?

Selamat datang bulan November, agak telat ya…hehehe? Tapi tak apalah dari pada tidak mengucapkan selamat datang pada bulan yang telah mengingatkan kita bahwa waktu ternyata sangat cepat berlalu. Tak terasa satu bulan lagi sudah berganti tahun. Lalu apa saja yang telah dicapai di tahun 2023 ini ? Semoga segala cita-cita dan resolusi teman-teman sudah tercapai, minimal ada yang sudah tercapai lah hehehe. Kalau saya malah memulai tahun 2023 tanpa resolusi yang pasti. Ada sih sebuah angan dan cita-cita tetapi itu terlalu berat hingga progress saya sangatlah lamban. Meskipun begitu saya menganggap apa-apa yang sejauh ini saya kerjakan harus saya syukuri. Minimal saya tidak kehilangan semangat dalam menjalani hari dan memupuknya dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat. Kok malu ya nulisnya hehehe. Tapi memang saya harus bersyukur bisa melewati hari dengan banyak kegiatan, tidak terlalu banyak membuang waktu dengan scroll-scroll sosial media. Sosial media saya usahakan sebagai sarana untuk menambah kapasitas diri dan menumbuhkan berbagai motivasi. Alhamdulillah pencapaian yang mungkin tak seberapa tapi saya sangat mensyukurinya.

Saya mengalami banyak hal di tahun ini terutama di pertengahan tahun. Saya menemukan kembali semangat dan alasan saya menulis. Tidak mau menunggu lama saya langsung menjaga api semangat itu agar tetap membara. Pernah dengar sebuah pepatah, saya lupa kalimat aslinya, tapi kurang lebih bunyinya begini : ‘’ Tidak selamanya motivasi itu ada di dalam diri kita, maka disiplin menjadi jalan satu-satunya untuk tetap bisa berada di rute pencapaian cita-cita.’’ Mencoba membuat jadwal harian dan berjuang mamatuhinya. Tidak mudah dan masih sering meleset, tapi tetap lebih baik dari pada tidak ada arah sama sekali. Asal mula saya mulai ingin produktif adalah munculnya perasaan bersalah jika saya mengisi hari dengan bersantai ria. Saya selalu teringat anak-anak saya yang sedang berjuang dan belajar di pondok pesantren. Mereka selalu mengisi harinya dengan berbagai macam kegiatan, dan saya tahu hal itu tidak mudah. Mereka harus menahan berbagai rasa tidak nyaman dan di saat yang sama juga harus mendorong diri sendiri dan selalu semangat agar bisa menjalani hari dan menghasilkan yang terbaik dalam setiap prosesnya. Berkaca dari situlah saya merasa jika anak-anak sekuat tenaga berjuang maka saya yang di rumah juga harus melakukan perjuangan serupa.

Lalu saya mulai memikirkan cara agar selalu produktif. Belum sempurna sih, tetapi saya senang dan bangga bisa ke arah ini. Tidak mudah memunguti semangat yang sering tercerai berai karena merasa diri sudah tertinggal sangat jauh. Lalu saya teringat sesuatu, saya tertinggal oleh apa dan oleh siapa? Karena tak seharusnya rasa itu ada. Semua orang mengalami episode yang berbeda di kehidupannya. Dan pencapaian masing-masing orang juga tidak sama. Kesadaran ini seolah Kembali menumbuhkan semangat saya. Jika dulu saya sering membatasi diri dengan banyak kalimat :

“Ah, untuk apa Lelah dan letih itu. Toh kamu sudah tinggal berdiam diri saja juga malah enak. Apa mungkin bisa tercapai cita-cita yang baru kau sadari itu? Waktumu tidak banyak, kemungkinan besar tidak akan tercapai cita-citamu itu, jadi untuk apa kau perjuangkan lagi?”

Ya, semua pikiran bernada pesimis itu memang cukup mempengaruhi dan menghantui saya, tetapi sisi lain diri saya sering mengingatkan dan mengatakan hal yang berbeda, “Mungkin waktumu tidak banyak, juga kemungkinan besar belum sampai cita-citamu tercapai kau sudah kehabisan waktu itu. Tapi berjalan ke sana, ke arah mimpimu dan itu jauh lebih seru dari pada hanya merutuki Nasib dan berhenti melakukan sesuatu.” Lalu saya memulai perjalanan saya ini, toh jika nanti tetap akan mati setidaknya saya pernah melakukan sesuatu untuk saya wariskan pada anak-anak dan keturunan saya. Jika memang belum berupa karya nyata, semoga kobaran api semangat ini tetap menyala menghangatkan dinginnya hari dan menerangi perjalanan mereka.

Lalu saya menemukan sesuatu hal yang sangat berkaitan dengan fenomena mengapa semangat lebih mudah hilang, yaitu karena:

  • Merasa tidak berguna

Merasa tidak berguna ternyata sangat berpengaruh pada semangat mengerjakan sesuatu. Hal ini bisa jadi sudah ada yang mengerjakan tugas-tugas kita atau karena memang kita sering tidak dilibatkan dalam suatu pekerjaan karena kita tidak berusaha menunjukkan keinginan bekerja kita. Pernah gak pada suatu keadaan di mana mungkin seseorang sungkan menyuruh kita mengerjakan sesuatu. Entah itu karena belum terlalu kenal atau karena kita terlihat sebagai orang yang tidak berminat mengerjakan sesuatu itu. Di satu sisi mungkin seseorang yang kelihatan seperti orang yang ogah-ogahan bekerja itu mungkin karena merasa dirinya tidak dibutuhkan. Meski saya kurang sependapat dengan kalimat barusan hehehe. Karena menurut saya alam akan bekerja seirama dengan cara kita bekerja. Misalnya kita di suatu keadaan yang baru misal di tempat kerja atau di lingkungan baru dan belum ada yang kenal kita, maka bagaimana orang itu merespon kita akan mengikuti cara kita memberikan aksi, itu di keadaan normal ya. Kalau di kondisi tidak normal ya lain lagi ceritanya dan tidak akan saya bahas di sini. Kalau kita berperilaku sebagai orang yang memang senang bekerja (rajin) maka mereka pun akan tidak sungkan untuk menyuruh atau meminta bantuan pada kita dan begitupun sebaliknya. Jadi merasa tidak berguna atau tidak dibutuhkan memang salah satu penyebab diri tidak bersemangat melakukan sesuatu tetapi hal itu tidak lantas membenarkan sikap diam diri kita yang justru seolah merasa beruntung karena tidak perlu berbuat apa-apa. Saya rasa ini sikap yang patut dikoreksi. Jika di suatu kondisi dan peristiwa lalu kita tidak dilibatkan maka langkah yang pertama kali harus diambil yaitu instrospeksi diri karena kemungkinan besar segala respon yang diberikan pada kita adalah reaksi dari aksi yang kita buat. Lalu berbenah diri dan mulai aktif terlibat semampunya. Semakin aktif akan membuat kita semakin layak dibutuhkan. Semakin banyak dibutuhkan berarti semakin bermanfaatlah diri kita. Dan bukankah sebaik-baik orang adalah yang banyak memberikan manfaat untuk sekitarnya.

  • Tidak memiliki tujuan yang jelas

Tujuan yang jelas membuat kita tahu dan bisa memperkirakan akhir dari perjalanan yang sedang kita tempuh. Dengan kejelasan itu akan memudahkan kita membuat rencana yang konkrit lalu menjadi lebih bersemangat dalam mengejarnya. Lalu bagaimana jika kita tidak mempunyai tujuan yang jelas? Ya tentu saja hal itu akan membuat kita berada dalam situasi gamang dan ragu-ragu. Tujuan saja tidak ada lantas apa yang akan dikerjakan tentu juga semakin tidak bisa dipetakan. Hal ini sangat berpengaruh pada semangat kita. Sebagai ilustrasi yaitu misal kita diajak suami melakukan perjalanan. Tentu akan berbeda jika kita tahu akan ke mana, hal itu memudahkan kita merancang kira-kira apa saja yang harus dipersiapkan dan bersegera melakukannya. Lalu jika perjalanan yang dimaksud tidak jelas arah tujuannya sudah pasti kita juga akan tidak semangat atau malah menolak ajakan itu. Saya mulai menemukan kejelasan tujuan ini di pertengahan tahun. Saya merasa dan bertanggung jawab mewariskan sesuatu ke anak dan keturunan saya secara khusus dan untuk manusia lain pada umumnya. Ini adalah tujuan saya, lalu bagaimana dengan teman-teman? Semoga segera saja bisa ketemu dengan tujuan dari perjalanan hidupnya ya….

  •  Beban pekerjaan terlalu berat

Nah, setelah tujuan diketahui maka tidak serta merta muluslah perjalanan kita. Sering kali justru porak poranda karena beban kerja yang terlalu berat. Pernah gak di suatu fase pekerjaan sedang menumpuk tapi justru bingung mau mulai dari mana, malah berakhir dengan tidak mengerjakan apa-apa. Nah, kebingungan itu kemungkinan karena kita terlalu fokus pada beratnya beban dan sudah membayangkan betapa lelahnya proses pengerjaannya. Atau saking banyaknya kita malah jadi tidak bisa membedakan mana yang prioritas dan mana yang bisa ditunda pengerjaannya. Membaginya menjadi sub-sub bagian tugas adalah cara saya untuk tidak terlalu focus pada beratnya beban kerja saya. Jika tugas besar harian saya ada 3 kelompok, maka masing-masing kelompok akan saya bagi lagi menjadi rincian tugas-tugas itu. Jadi saat bangun tidur kita tinggal membuka agenda dan menjalankan apa-apa yang sudah tertulis di dalamnya. Pada praktiknya tentu tidak semudah menuliskannya. Gangguan, distraksi dan perubahan agenda bisa saja terjadi. Tetapi jika kita sudah mempunyai koridor yang jelas maka untuk Kembali ke rute kita tentu akan lebih mudah.

Semoga tulisan saya bermanfaat dan kita semua semakin enjoy menjalani hari-hari dan memenuhinya dengan kebaikan. Semangat!