Rabu, 10 Desember 2014

Tamparan keras dari Upin Ipin



Sumber Gambar disini

Siapa yang tak kenal Upin Ipin? Tokoh kartun yang setiap hari tayang di salah satu TV swasta Indonesia. Sosoknya yang lucu, polos dan cerita yang lebih manusiawi dan masuk akal membuat film kartun yang satu itu menjadi salah satu yang direkomendasikan oleh para ibu untuk ditonton oleh anak-anaknya. Yah, dibanding film kartun lain seperti Sinchan, Naruto, SpongeBob dll sepertinya Upin Ipin masih layak tonton.

Cerita yang ditampilkan memang disesuaikan dengan Negara asalnya yaitu Malaysia. Dengan logat Melayu yang awalnya terasa asing di telinga anak-anak, tidak membuat mereka kehilangan pecintanya di sini. Perlahan dan sangat pasti anak-anak mulai dapat mengikuti dan memahami berbagai logat yang ada dalam cerita Upin Ipin tersebut. Bahkan mereka mulai fasih menirukan berbagai aksen dan logat bicara seperti yang ada dalam kartun kesayangan mereka tersebut.

Di awal perubahan aksen dan logat bicara anak-anak yang ke-Melayu Melayu-an itu terkesan lucu dan menghibur untuk para ibu termasuk saya. Tetapi berjalan beberapa waktu dan hampir tiap hari mendengar anak-anak dan teman-temannya berlogat layaknya orang Malaysia membuat saya risih dan terganggu. Bukan karena logat yang mereka tirukan tidak baik. Tetapi ada hal yang membuat saya tertampar.

Menggunakan bahasa ibu sendiri saja mereka kesusahan, mengapa mudah sekali mereka mengadopsi bahasa dari negeri tetangga? Jika kita berani jujur pasti mengakui bahwa kita saja kesulitan menggunakan bahasa nasional dan apalagi bahasa ibu. Lantas bagaimana nasib bahasan itu di generasi yang akan datang jika tidak selalu dipupuk dan dipertahankan keberadaannya? Pikiran itu menggelitik dan mengusik hingga membuat saya lebih sering mengingatkan anak-anak agar mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan tetap mengajarkan juga menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Tulisan ini bukan tentang perbedaan Negara tetapi lebih pada tanggung jawab sebagai anak bangsa agar warisan budaya bangsa tidak tergerus dan terlupakan bahkan tergantikan dengan budaya Negara lain. Belajar budaya negara lain tetap perlu agar kita dan anak-anak lebih kaya wawasan, tetapi tetap berusaha mengingat bahwa kita sebagai bangsa Indonesia juga mempunya budaya dan bahasa yang tetap harus dipertahankan dan dijunjung tinggi keberadaannya.

3 komentar:

  1. Tulisan ini bukan provokasi hanya sebagai pengingat diri agar tidak melupakan jati diri dalam berbangsa

    BalasHapus
  2. iya mba, jadi ingat tetangga ngelarang anaknya nonton Upin ipin karena ngomongnya jadi melayu pisan...film itu bagus banget mempomosikan negara mereka yaa, produk-produknya, bahasanya, aiih ngirii..tapi sekarang udah mulai bagus2 juga sih kartun Indonesia..semangat!

    BalasHapus
  3. Betul banget mba, cerita sederhana dan layak tonton buatan anak negeri sudah cukup menggembirakan secara kualitas dan kuantitas. Semangat juga mba! Terima kasih sudah berkunjung :)

    BalasHapus