Rabu, 25 Maret 2015

Gara-gara Panik (Dimuat di Solopos)

Tulisan ini saya kirimkan ke koran Solopos, dan Alhamdulillah saya dapat honor dari tulisan saya ini hehehe ... . Monggo yang ingin membaca tulisan aslinya yang saya kirim ke Solopos sekitar sebulan yang lalu.

Lady Cempluk baru beberapa hari ini bisa mengendarai mobil. Meskipun begitu Lady Cempluk sudah cukup lancar dalam mengendarainya. Dan untuk lebih memantapkan kelincahannya dalam berkendara roda empat, maka Lady Cempluk harus mengantar jemput anak-anak ke sekolah dengan menggunakan mobil.

Mobil yang biasa digunakan oleh Lady Cempluk memang mobil yang sudah cukup tua umurnya, tetapi Lady Cempluk sangat suka mengendarainya karena body mobilnya yang lumayan imut dan pas untuk ukuran tubuh Lady Cempluk yang tak kalah imut itu.

Pagi itu mulailah Lady Cempluk dalam latihan pemantapannya, yaitu mengantar anak-anak ke sekolah. Jarak rumah yang ditinggali Lady Cempluk dan suami ke sekolah anak-anak kurang lebih 3 km. Dan karena rute yang dilalui masih berada di dalam lingkungan tempat tinggalnya, jadilah Lady Cempluk tidak ditemani oleh Jon Koplo, suaminya.

Dengan perasaan yang masing tegang, Lady Cempluk berusaha menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang teramat pelan. Itu dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, begitu Lady Cempluk selalu berkilah soal kecepatan mengendarainya.

Setelah perjalanan berangkat ke sekolah sukses dilalui, kini Lady Cempluk pulang kembali ke rumahnya seorang diri. Tiba-tiba setelah sudah sampai setengah perjalanan menuju rumah, mobil yang dikendarai Lady Cempluk itu langsung mati mesin. Karena kejadiannya mendadak dan Lady Cempluk memang belum lincah memainkan setir mobil, jadinya mobil mogok dengan posisi miring yaitu kepala mobil sudah berada di pinggir jalan sedangkan ekor mobil masih di tengah jalan.
Tak mau menimbulkan kekacauan di jalan yang cukup padat itu, Lady Cempluk segera meminta bantuan kepada dua orang pemuda yang kebetulan sedang berada di sekitar tempat itu.

“Mas-mas nyuwun tulung, mobil kulo mogok. Saget ngewangi ndorong minggirke mobil kulo mboten?” Ujar Lady Cempluk.

“O nggih bu” Jawab dua orang pemuda itu sambil segera menuju mobil yang ditunjuk oleh Lady Cempluk.

“Njenengan yang nyetir, kami yang ndorong nggih bu.” Pemuda yang satunya memberi sedikit perintah.

Masuklah Lady Cempluk ke dalam mobilnya, dan kedua orang pemuda tadi mulai mendorong mobil. Lady Cempluk segera memutar setir mobilnya agar mobil bergerak ke pinggir jalan.

“Waduh kok mobil iki abot men yo. Didorong kok yo ra gelem maju-maju” Kata salah satu pemuda itu sambil mengusap keringat yang mulai mengucur.

Kedua pemuda yang dimintai tolong Lady Cempluk memang sangat baik, meski mobil itu sangat berat dan kesusahan untuk didorong, mereka tetap mendorong mobil itu hingga ke pinggir jalan. Lady Cempluk yang di dalam mobil juga merasa tidak enak, sehingga meski tidak ikut mendorong, Lady Cempluk ikut gembrobyos, adus kringet.

Setelah sampai di pinggir, Lady Cempluk segera mengeluarkan uang dari dompetnya untuk diserahkan kepada dua orang pemuda yang telah membantunya. Tetapi karena pemuda tadi memang anak baik-baik, jadinya ya mereka tidak mau menerima bentuk ucapan terima kasih dari Lady Cempuk itu, dan Lady Cempluk hanya bisa mengucapkan terima kasih untuk para pemuda itu.

Ketika masuk mobilnya dan akan menelepon suaminya, Lady Cempluk menyadari sesuatu. Ternyata hand rem mobilnya belum diturunkan! Ya ampuuun … pantesan mobil e ora gelem mlaku, lha wong mobile memang masih direm kok!

Lady Cempluk semakin merasa tidak enak dengan anak muda yang sekarang masih duduk di seberang jalan sambil kipas-kipas dan ngelap keringat yang masih menetes. Lady Cempluk hanya bisa melongo dan semakin merasa tidak enak hati.


Lady Cempluk : Dian

1 komentar:

  1. Untuk mendokumentasikan tulisan atau berita mengenai anda, Kami dari SOLOPOS menyediakan pelayanan arsip PDF SOLOPOS edisi lama.
    Bila arsip dikopi di kantor redaksi SOLOPOS, siapkan flashdisk anda.Bila anda tidak mempunyai flashdisk, kami menyedikan cakram DVD berikut boxnya dengan biaya Rp 7.500. Untuk tariff arsip PDF, harga per edisi utuh Rp 4.000. Alamat redaksi kami ada di Jalan Adisucipto 190 Solo.
    Bila peminat ada di luar kota dan menghendaki arsip PDF, maka biaya dikenakan biaya Rp 10.000 untuk pemesanan 1 atau 2 edisi . Arsip PDF akan dikirim via email.

    Priyono
    Staf Penjualan Online

    BalasHapus