Senin, 16 Februari 2015

Etos Kerja Para Pencari Kerja Kita

Beberapa hari ini saya cukup dipusingkan dengan kegiatan mencari calon pekerja untuk dua usaha yang sedang berjalan. Tapi kok susaaaahhh ... . Saya kira gampang nyari pencari kerja dibandingkan dengan mencari pekerjaan di negeri yang katanya gudangnya pengangguran ini. Ternyata dugaan saya tidak terbukti akhir-akhir ini, meski tidak sepenuhnya salah.

Ada dua macam pekerjaan yang saya buka untuk dapat ditempati oleh sosok-sosok muda bertanggung jawab dan ber-attitude baik. Pertama pekerjaan sebagai programmer pemula untuk usaha software development, dan satunya lagi saya sedang membutuhkan orang yang bersedia menjadi penjaga sekaligus house keeper di losmen. 

Pekerjaan di losmen syariah yang saya umumkan di status fb disambut antusias oleh para pencari kerja, berbanding terbalik dengan jenis pekerjaan sebagai programmer pemula yang sebenarnya gajinya lebih besar dan jam kerja lebih sedikit. Hmmm ... 

Fenomena seperti ini mungkin memang sudah sering terjadi di dunia para pencari kerja. Mereka mencari pekerjaan yang mudah dan bayarannya 'lumayan'. *Okeh tunggale mas/mbak! hehehe ...* Apakah budaya instan sudah benar-benar meracuni anak-anak muda tersebut. Sehingga proses sebagai sesuatu yang harus dilalui untuk mencapai titik hasil seolah ingin dihindari. 

Back to the topic. Etos kerja kita memang sudah dalam taraf butuh penanganan segera karena sudah akut. Coba kita tilik etos kerja di negara-negara yang lebih maju dari negara kita. Bukan untuk mengutuki diri sendiri, tetapi belajar dari keberhasilan orang lain memang perlu. Negara-negara maju seperti Jepang, Jerman dan Korea Selatan memiliki etos kerja yang secara prinsip sama, yaitu mereka sama-sama mencintai kerja keras dan disiplin. Bagaimana dengan etos kerja di negara kita?

Menurut Jansen Hulman Sinamo, etos kerja pada suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh budaya (culture). Dan culture dalam bahasa Jansen adalah etos. Etos mencakup sikap seseorang terhadap waktu, kerja dan masa depan yang kemudian membentuk perilaku khas individu dan organisasi. Indonesia sebagai negara dengan limpahan kekayaan alamnya ditengarai ikut membentuk lemahnya daya juang pemuda kita. Meskipun begitu, kekayaan alam itu bukanlah sebagai pihak yang harus diubah untuk memperbaiki etos kerja bangsa kita.

Sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, sebenarnya sudah mempunyai tuntunan yang jelas-jelas mengatakan bahwa kerja keras adalah suatu keharusan untuk mencapai sebuah keberhasilan seperti firman-Nya dalam Al Quran yang berbunyi Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum melainkan mereka mengubahnya sendiri. 

Ga penting tulisan ini koar-koar tentang pentingnya berusaha, kalau yang ingin berhasil hanya berhenti di 'ingin'. So ... mulai dari 'ingin', berlanjut ke langkah pertama mewujudkannya dan langkah-langkah selanjutnya. Nikmati saja prosesnya, toh kalo kita tetap bergerak kok mustahil kalo kita tidak berubah posisi. 

Referensi:
http://www.nabilfoundation.org/artikel/8/etos-dan-etika-kerja-bangsa-bangsa-asia-timur
http://forum.detik.com/etos-kerja-bangsa-indonesia-t813245.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar