Beberapa hari ini saya cukup dipusingkan dengan kegiatan mencari
calon pekerja untuk dua usaha yang sedang berjalan. Tapi kok susaaaahhh ... .
Saya kira gampang nyari pencari kerja dibandingkan dengan mencari pekerjaan di
negeri yang katanya gudangnya pengangguran ini. Ternyata dugaan saya tidak
terbukti akhir-akhir ini, meski tidak sepenuhnya salah.
Ada dua macam pekerjaan yang saya buka untuk dapat ditempati oleh
sosok-sosok muda bertanggung jawab dan ber-attitude baik. Pertama
pekerjaan sebagai programmer pemula untuk usaha software development, dan
satunya lagi saya sedang membutuhkan orang yang bersedia menjadi penjaga
sekaligus house keeper di losmen.
Pekerjaan di losmen syariah yang saya umumkan di status fb
disambut antusias oleh para pencari kerja, berbanding terbalik dengan jenis
pekerjaan sebagai programmer pemula yang sebenarnya gajinya lebih besar dan jam
kerja lebih sedikit. Hmmm ...
Fenomena seperti ini mungkin memang sudah sering terjadi di dunia para
pencari kerja. Mereka mencari pekerjaan yang mudah dan bayarannya 'lumayan'. *Okeh
tunggale mas/mbak! hehehe ...* Apakah budaya instan sudah benar-benar
meracuni anak-anak muda tersebut. Sehingga proses sebagai sesuatu yang harus
dilalui untuk mencapai titik hasil seolah ingin dihindari.
Back to the topic. Etos kerja kita memang
sudah dalam taraf butuh penanganan segera karena sudah akut. Coba kita tilik
etos kerja di negara-negara yang lebih maju dari negara kita. Bukan untuk
mengutuki diri sendiri, tetapi belajar dari keberhasilan orang lain memang
perlu. Negara-negara maju seperti Jepang, Jerman dan Korea Selatan memiliki
etos kerja yang secara prinsip sama, yaitu mereka sama-sama mencintai kerja
keras dan disiplin. Bagaimana dengan etos kerja di negara kita?
Menurut Jansen Hulman Sinamo, etos kerja pada suatu bangsa sangat
dipengaruhi oleh budaya (culture). Dan culture dalam
bahasa Jansen adalah etos. Etos mencakup sikap seseorang terhadap waktu, kerja
dan masa depan yang kemudian membentuk perilaku khas individu dan organisasi.
Indonesia sebagai negara dengan limpahan kekayaan alamnya ditengarai ikut
membentuk lemahnya daya juang pemuda kita. Meskipun begitu, kekayaan alam itu
bukanlah sebagai pihak yang harus diubah untuk memperbaiki etos kerja bangsa
kita.
Sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk beragama Islam,
sebenarnya sudah mempunyai tuntunan yang jelas-jelas mengatakan bahwa kerja
keras adalah suatu keharusan untuk mencapai sebuah keberhasilan seperti
firman-Nya dalam Al Quran yang berbunyi Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum melainkan mereka mengubahnya sendiri.
Ga penting tulisan ini koar-koar tentang pentingnya berusaha,
kalau yang ingin berhasil hanya berhenti di 'ingin'. So ... mulai dari 'ingin',
berlanjut ke langkah pertama mewujudkannya dan langkah-langkah selanjutnya.
Nikmati saja prosesnya, toh kalo kita tetap bergerak kok mustahil kalo kita
tidak berubah posisi.
Referensi:
http://www.nabilfoundation.org/artikel/8/etos-dan-etika-kerja-bangsa-bangsa-asia-timur
http://forum.detik.com/etos-kerja-bangsa-indonesia-t813245.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar