Kamis, 21 Desember 2023

Dunia Remaja

Sebagai ibu dengan dua anak laki-laki yang sudah mulai remaja, saya seringkali merasa gusar, selalu muncul kekhawatiran bahwa saya tidak bisa mengawal dua amanat yang dititipkan Tuhan ini. Untuk sedikit menambah pengetahuan saya tentang dunia anak-anak remaja sekarang maka saya sering membaca atau menyimak hal-hal yang ada kaitannya dengan remaja. Saya mencoba meringkas beberapa hal yang menjadi tantangan anak remaja di jaman teknologi digital ini.

Beberapa masalah yang dialami remaja sekarang ini yaitu :

  • Pertemanan yang toksik

Pertemanan yang toksik ini tidak hanya baru muncul sekarang, sejak jaman dulu juga sudah ada tipe-tipe teman yang seperti ini. Entah apa maksudnya dengan menjadi teman yang toksik tetapi sungguh keberadaannya sangat menjengkelkan dan menakutkan bagi remaja lain seusianya. Jika tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup rasanya sangat sulit keluar dari pertemanan toksik ini. Jadi kuncinya adalah percaya diri dengan cita-cita sendiri dan mampu memperjuangkannya bahkan saat tidak ada seorang pun yang mendukung usahanya. Tidak ada jalan lain selain keluar dari pertemanan yang merugikan itu. Dan sekarang yang manjadi sedikit rancu adalah percaya diri disamakan dengan kenarsisan diri, padahal keduanya tentu jauh berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pakar keluarga dan parenting. Beliau membedakan antara percaya diri dan bentuk yang satu lagi yaitu kenarsisan itu disebutnya dengan ‘binal’. Tentu mengagetkan dan sedikit melegakan mendengar penjelasan dari beliau. Maraknya sosial media yang secara tidak sadar telah memaksa orang untuk narsis dan menjadi sedikit binal dengan tujuan hanya ingin tetap dianggap keberadaannya. Dan yang tidak mau unjuk diri seperti standar kebanyakan orang sekarang ini akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kepercayaan diri. Untuk seseorang yang belum matang secara usia tentu kondisi ini sangat membingungkan jiwanya. Apalagi untuk orang yang memang tidak senang tampil itu akan membuatnya semakin merasa tersudut. Nah penjelasan dari pakar parenting tadi sangat menyejukkan bagi saya yang ingin anak-anaknya tumbuh percaya diri. Saya jadi semakin yakin bahwa percaya diri itu penting, dan percaya diri yang saya maksud ternyata sejalan dengan apa yang diterangkan oleh pakar parenting tersebut. Lalu bagaimana jika lingkungan pertemanan kita ternyata toksik? Untuk bisa keluar dari pertemanan yang toksik selain memiliki kepercayaan diri tinggi juga  harus mempunyai kapabilitas diri yang bisa dijadikan senjata untuk melawan golongan toksik tadi. Dan tentu masih sangat berhubungan karena biasanya orang-orang yang memiliki suatu kebisaan tertentu akan jauh lebih percaya diri dari pada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan dan menyerah dengan ketidakmampuannya itu. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang percaya diri. Menjadi diri mereka yang penuh potensi dan berani menampilkan sisi-sisi kebaikan meski itu ada kalanya berbeda dari manusia kebanyakan. Yang perlu diingat adalah sesuatu yang diikuti oleh banyak orang belum tentu merupakan perwujudan kebenaran. Kita sedang berada di akhir jaman, tentu saja kerusakan juga semakin banyak. Maka tetap percaya diri dibarengi dengan ilmu yang semakin mumpuni adalah kunci.

  • Orang tua yang tidak mendukung.

Jika tadi berbicara tentang teman yang toksik maka sekarang beralih ke orang tua toksik xixixi. Mosok sih ada orang tua yang tidak mau mendukung anaknya? Woo ya jelas ada, banyak malah. Berapa banyak orang tua yang kukuh dengan pendiriannya dan tidak mengijinkan anak melakukan sesuatu hal sesuai minat dan bakatnya hanya karena menurut mereka itu adalah hal yang tidak lazim dan tidak popular di jamannya. Dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para anak muda yang sedang dalam proses mengejar cita-cita. Kalau saya pernah mendengar wejangan dari penulis terkenal Raditya Dika bahwa sampai kita lulus kuliah S1, maka itu adalah tugas kita sebagai anak untuk berbakti pada orang tua. Tetapi setelah itu kita bisa melakukan apa yang menjadi impian kita dan memperjuangkannya. Hmmm, ada benarnya sih karena bagaimanapun juga pintarnya kita sangat tidak dibenarkan kita menumbuhkan kecewa di hati kedua orang tua kita. Meski demikian tidak ada salahnya  jika di awal perjalannya pun tetap menyuarakan dengan santun mengenai apa dan bagaimana impian dan pemikirannya. Mengambil jalur komunikasi terbuka dengan orang tua tetap bisa dijalankan, dan kalaupun selama itu masih belum ada titik temu ya memang sebagai anak tidak boleh mengecewakan orang tua. Insya Allah segala pengorbanan untuk membahagiakan orang tua itu akan menjadi catatan kebaikan yang sewaktu-waktu akan sangat membantu. Jadi sikapi dengan bijak dan kepala dingin jika bertemu dengan kondisi semacam ini. Yang perlu diingat adalah segala cobaan yang terjadi bukan bermaksud untuk menghambat dan menghentikan langkahmu wahai anak muda. Itu hanyalah serupa ujian sejauh mana dan sekuat apa kita dengan pilihan cita-cita kita.

  • Dunia maya yang sangat berbahaya

Nah, ini lagi-lagi disebutkan dalam kondisi yang bisa memperburuk keadaan. Itu terjadi sangat dipengaruhi dengan daya tahan dan komitmen dalam menjalani hari. Bagaimana pun juga gangguan itu ada dan nyata. Jika kita terbawa arusnya dan tidak bisa mengendalikannya maka ujung-ujungnya nasib kitalah yang akan dipermainkan. Saat kita tidak bisa mengelola teknologi dengan baik maka kita sedang menghancurkan diri sendiri dan lingkungan. Teknologi termasuk internet itu adalah alat, dan dia akan sangt berguna jika kita memang bijak menggunakannya. Sebaliknya dia akan sangat membinasakan jika kita tidak bisa mengendalikannya dan malah diperdayanya. Naudubillahi min dzalik.

  • Persaingan yang semakin ketat tidak hanya antar SDM nya tetapi juga bersaing dengan mesin/robot

Lalu ini adalah kondisi yang mau tidak mau harus dihadapi. Kemajuan teknologi telah banyak menciptakan alat yang bisa menggantikan peran manusia. Jadi kalau kita tidak mempersiapkan diri dengan perubahan yang ada maka kita akan tertinggal. Tak ada yang bisa bertahan selain seseorang yang bisa beradaptasi dengan semua perubahan. Kemampuan beradaptasi dan memperbaiki diri itu menjadi solusi. Jangan merutuki perubahan yang terjadi, tetapi mencoba beradaptasi dan menyesuaikan diri maka kemungkinan selamat tentu akan lebih tinggi. Semoga generasi sekarang diberikan kemampuan untuk tetap bisa menjadi pemimpin di tengah gempuran manusia lain dan ancaman teknologi. Kuncinya adalah tetap mau belajar hal-hal baru mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan begitu anak muda akan tetap responsif menghadapi perubahan yang sewaktu-waktu bisa terjadi. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar