Kamis, 18 September 2014

Problematika Rumah Tangga dan Mengatasinya

Problematika Rumah Tangga dan Mengatasinya

 
 
Kemarin, untuk kesekian kalinya saya menjadi konsultan dadakan untuk keluarga, rumah tangga dan problematikanya. Sebenarnya awalnya saya dijadikan sebagai tempat curhatan untuk teman dan saudara yang mempunyai masalah dalam pernikahannya tetapi keterusan sampai sekarang. Saya tetap setia mendengar dan memberi masukan untuk saudara yang sedang mengalami masalah. Bukan merasa lebih pandai dalam menghadapi persoalan karena saya juga masih berproses dalam menjalani kehidupan keluarga saya yang tentunya juga sama, penuh dengan berbagai liku-liku. Jadi saya malah sering mengambil pelajaran dari berbagai persoalan yang dihadapi dan dipusingkan oleh beberapa teman dan saudara saya tersebut.
 
Catatan yang dapat saya tulis, terkait pelajaran dari berbagai kasus yang dihadapi teman dan saudara saya tersebut yaitu banyaknya persoalan yang mengiringi perjalanan berumah tangga akan lebih mudah dan lebih terasa enteng jika masing-masing pihak yang bermasalah menghindari diri dari sikap-sikap yang bakal memperkeruh keadaan dan menimbulkan lebih banyak masalah. Sikap-sikap tersebut diantaranya yaitu:
 
  • Egois dan merasa diri paling benar. 

Sudah jamak jika persoalan selalu mengiringi perjalanan kehidupan, termasuk kehidupan rumah tangga. Dapat dimaklumi, karena dua manusia dewasa hasil bentukan dan didikan pendahulunya bertemu dan berinteraksi serta harus membina hubungan baik selama 7x24 jam sepanjang waktu. Berbagai perbedaan karakter dan kebiasaan harus dihadapi oleh masing-masing pasangan dalam hidup berumah tangga. Sehingga berbagai keributan juga kadang tidak bisa dihindari. Kalau saya pribadi berpendapat bahwa berbagai keributan dan perselisihan dalam hidup berumah tangga itu biasa atau wajar saja. Yang tidak wajar adalah berbagai perselisihan tadi tidak diselesaikan dengan baik sehingga meninggalkan jejak-jejak kebencian terhadap pasangan masing-masing. Hal itu terjadi jika salah satu atau kedua belah pihak berlaku egois dan selalu merasa dirinya paling benar.
 
Suami dan istri ibarat pilot dan co-pilot. kerjasama yang baik antara kedua pasangan tersebut sangat dibutuhkan demi kelancaran dan kenyamanan selama menempuh perjalanan dalam bahtera rumah tangga. Jadi menghilangkan sikap dan rasa egois dan merasa diri paling benar harus segera dihilangkan dan diganti sikap berusaha saling mengerti dan memahami berbedaan yang tidak fundamental. Perbedaan fundamental yang saya maksud adalah perbedaan cara pandang mengenai keimanan dan pandangan serta kesetiaan terhadap nilai-nilai kebaikan. Jadi jika ada masalah mengenai hal-hal yang bersifat kebiasaan dan karakter diri lebih baik tidak disikapi berlebihan. Sifat egois dan merasa diri paling benar dapat menutup kemungkinan solusi dan kebaikan yang ada di setiap persoalan yang dihadapi bersama. Ingat-ingat lagi tujuan awal pernikahan, dan berusaha untuk tetap berada di jalan yang seharusnya dilalui untuk dapat mencapainya.
  • Membanggakan masing-masing keluarga asal.

Pasangan suami istri yang masih saling membanggakan keluarga asal masing-masing berarti belum melebur menjadi satu keluarga. Mengutip kalimat dari Bapak Prof.Dr.Ing B.J.Habibie yang pernah disampaiakn kepada istri beliau, Almh. Ibu Ainun, "Masa lalumu adalah milikmu, masa laluku adalah milikku dan masa depan kita dalah milik kita bersama." Jika diterapkan dalam kasus ini maka membawa dan membanggakan keluarga masing-masing dapat membuat jurang pemisah antara kedua pasangan tersebut. Tidak elok rasanya saling membanggakan keluarga masing-masing karena tentu akan memunculkan perasaan bersaing. Padahal rasa ingin menang dari pasangan akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik dan hati-hati. Persaingan dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan akan lebih baik dari pada hanya membanggakan kejayaan dan keberhasilan yang bukan menjadi keberhasilannya. Mulai melebur dan menghargai berbagai perbedaan karakter keluarga besar menjadi lebih damai dan lebih baik dilakukan pasangan suami istri.
  • Tujuan pernikahan tidak jelas/ terlupakan

Seperti telah saya sampaikan diatas, bahwa tujuan pernikahan yang mulai kabur dan terlupakan membuat pasangan suami istri melenceng dari jalur dan upaya perwujudan cita-cita awal pernikahan. Mulailah mengingat-ingat kembali tujuan pernikahan dan membenarkan jalur yang mulai sedikit melenceng. Tetap fokus pada tujuan pernikahan akan lebih memudahkan dan menjernihkan pikiran, saat masalah datang menghadang. Dan lagi dengan mengingat tujuan pernikahan membuat pasangan lebih sabra dan kuat dalam menghadapi persoalan rumah tangga.
  • Salah menentukan parameter jodoh

Sebenarnya sudah menjadi rumus umum untuk menikahi seseorang lebih berdasarkan pada agama (akhlaknya) dari pada keelokan fisik dan kelebihan materinya. Laki-laki baik diciptakan untuk wanita yang baik, demikian pula sebaliknya. Rupawannya fisik dan berlimpahnya materi memang menjadi salah satu daya tarik seseorang yang diharapkan dapat memberikan sumber kebahagiaan. Tetapi kebaikan akhlak akan lebih kuat bertahan dalam memberikan kebahagiaan dan ketenangan seperti yang diharapkan. Kalau saya mengibaratkan mencari jodoh itu sama seperti sedang menjual barang dagangan. Jika kita ingin dibeli oleh orang yang baik (proses jual beli itu mebawa kebaikan dan kebrkahan untuk kita), maka kita harus menjual barang-barang yang baik dan membaikkan. Sama dengan mencari jodoh, jika ingin mendapatkan jodoh orang baik dan membaikkan, maka pantaskan diri untuk mendapatkannya dan tetap berada di tempat baik. Selalu!
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar