“Apakah salah jika aku melawan arus ini? Apakah salah
jika aku berjalan ke arah yang berbeda dengan mereka?” Suara wanita itu terdengar
bergetar, seakan sedang menahan runtuhan tembok pertahanan yang selama ini
dibangun di dalam hatinya. Hatinya benar-benar sedang rapuh. Perjalanan,
pencarian dan bahkan kesetiaannya pada sesuatu yang diyakininya sedang dirasa
sangat melelahkan hingga memaksanya untuk mengeluarkan isi hatinya.
“Aku sangat lega mendengar itu darimu, karena aku yakin
kau pasti sangat lelah. Selalu kutunggu kalimat yang baru saja kau ucapkan itu,
hingga pernah ku berpikir apakah kau terlalu sombong untuk mengakui
kegelisahanmu.”
Ah, kalimat laki-laki itu tidak menjawab pertanyaannya…(emmmm
tapi sepertinya memang pertanyaan itu tidak butuh jawaban, mungkin wanita itu
merasa tidak sanggup lagi menahan himpitan di dalam hatinya seorang diri. Ya…wanita
itu hanya sedang ingin berbagi beban saja..)
Meskipun begitu, wanita yang masih menunduk itu
memahami sesuatu bahwa dia tidak sendiri. Kelegaan mulai menyusup di dadanya,
beban yang selama ini dipendamnya sendiri kini telah terasa lebih ringan karena
lelaki yang kini menjadi suaminya telah meyakinkannya bahwa teman sejati itu
benar-benar ada.. Diantara gemericik gerimis dihatinya, sayup-sayup terdengar
alunan nasyid “Teman Sejati”…
“Selama ini
kumencari-cari teman yang sejati
Buat menemani
perjuangan ini
Bersyukur kini
padamu Ilahi
Teman yang
dicari selama ini telah kutemui…
#sepenggal kisah seorang teman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar