“Teruskan sibukkan dirimu dalam kebaikan. Karena kalau kamu tidak disibukkan dalam kebaikan pasti akan disibukkan dalam keburukan.” –Gus Iqdam
Nasihat yang selalu saya sukai. Sebagai orang yang mungkin
menurut pandangan orang banyak saya tidak memiliki banyak arti di dunia ini,
karena semuanya dihitung dengan perolehan materi, maka saya termasuk yang lega
dan selalu menanti nasihat dan cara pikir seperti ini. Jika bukan karena ingin
melakukan kebaikan saja agar waktu tidak beralih menjadi habis karena keburukan
maka saya mungkin akan berakhir sebagai orang yang hidupnya benar-benar
sia-sia. Dan sejauh ini saya sangat senang, setidaknya saya rencanakan hidup untuk
menjalankan kebaikan. Kalaupun di tengah jalan ada banyak sekali kendala dan
kemalasan maka saya tetap berharap hal itu tidak akan menjadi peneguh saya di
kehabisan waktu untuk keburukan. Berjalan lebih dari 40 tahun dalam
ketidakpastian dan akan begitu seterusnya karena memang beginilah sejatinya
hidup, penuh dengan ketidakpastian.
Lalu ada nasihat dari Gus Baha yang juga selalu saya ingat
dalam kehidupan saya yaitu “Asalkan tidak maksiat dan bermanfaat untuk orang
banyak, itu sudah cukup.” Sekali lagi itu menjadi sebuah nasihat yang sangat
menenangkan untuk orang seperti saya. Menenangkan karena bahkan untuk bisa
melepaskan dari kemaksiatan rasanya saya termasuk harus bekerja keras. Lalu
beliau mengingatkan lagi bahwa berperilaku dalam hidup itu asalkan bisa bahagia
dalam ketaatan dan tidak perlu melakukan maksiat untuk menggapai kebahagiaan.
Jika jaman sekarang untuk mencapai bahagia saja harus melakukan banyak hal yang
dilarang agama, maka nasihat nasihat beliau mengingatkan saya bahwa jika kita
mau sedikit saja membuka mata dan hati maka sebenarnya ada banyak pintu
kebahagiaan yang di dalamnya tidak perlu dikotori dengan kemaksiatan. Beliau
mencontohkan berdiam diri di rumah tentu lebih bernilai kebaikan dari pada yang
keluyuran dugem atau ke tempat-tempat maksiat, makan mie, minum kopi dan
merasakan betapa besar kenikmatan di dalamnya akan lebih bernilai ibadah karena
kita bisa menerapkan kehidupan yang bahagia tanpa harus melakukan kemasiatan. Lalu
saya semakin merasa banyak sekali jalan menuju perasaan bahagia, melihat rumah
bersih saya sudah sangat senang apalagi saya bisa berkesempatan untuk
membersihkannya, menyiapkan makanan untuk orang rumah juga ternyata
membahagiakan untuk saya, lalu menikmati secangkir kopi kesukaan saya atau
sekedar makan gorengan yang jika menurut kesehatan tidak sehat itu telah
membuat saya sangat bersemangat.
Lalu saya berusaha mengejewantahkan nasihat itu dalam
kehidupan saya. Salah satu upaya yang saya lakukan adalah dengan mengisi
hari-hari saya dengan banyak aktivitas. Ternyata memiliki banyak sekali
aktivitas itu menyenangkan, meski memang melelahkan tetapi menjalani hari lebih
bersemangat. Apalagi saya yang tinggal hanya berdua dengan suami setelah
anak-anak pergi merantau bersekolah di pondok pesantren, waktu saya banyak tersedia
karena tidak lagi mengurusi keperluan anak secara langsung. Dan barokahnya anak
merantau adalah perasaan sungkan dan tidak enak hati jika kita di rumah malah
santai-santai, bermalas-malasan dan tidak produktif. Alhamdulillah memasukkan
anak ke pesantren memang menjadi ajang pembelajaran untuk kami semua. Anak-anak
belajar banyak hal di pesantren kami orang tuanya, terutama saya, belajar untuk
menjadi manusia yang lebih baik lagi. Jika di awal-awal merasa galau karena
menahan rindu dan merisaukan anak-anak yang berada jauh dari orang tua, maka
lambat laun perasaan tenang mulai menghampiri dan bersemayam dalam hati.
Perasaan percaya dan yakin bahwa mereka baik-baik saja dan tentu saja selalu
memohon kepada Pemilik Alam Semesta untuk selalu menjaga mereka adalah salah
satu cara saya bisa melewati hari demi hari tanpa anak-anak di rumah.
Kehidupan di pesantren semoga menjadi pilihan yang baik untuk
mereka (anak-anak saya) sekarang dan yang akan datang. Bapaknya yang juga
alumni pesantren sangat mantap saat menyekolahkan anak-anak ke pesantren,
karena menurutnya mereka akan belajar banyak hal yang kemungkinan besar tidak
akan mereka dapatkan jika mereka masih tinggal bersama dengan kami. Dan saya
tentu saja menyetujui usul suami saya tersebut. Meskipun saya bukan anak
pesantren tetapi sebenarnya dunia pesantren sudah pernah saya jajal sewaktu
saya masih SMP (Sekolah Menengah Pertama). Meskipun hanya melalui kegiatan
pesantren kilat, tetapi acara tersebut dilakukan di sebuah pesantren dan saya
mengikuti kegiatan tersebut untuk mengisi waktu liburan saya saat itu.
Pengalaman yang sangat berharga meski banyak tidak enaknya hehehe, maklum saat
itu dunia pesantren sangat jauh dari kehidupan saya. Dan lagi tidak ada
dorongan dari pihak lainnya, jadi saya mengikuti pesantren kilat itu murni dari
keinginan saya sendiri. Jadi saat merasakan tidak enaknya ya harus ditelan
sendiri meski sempat nangis juga sih hehehe, namanya juga masih kanak-kanak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar