Rabu, 09 Juli 2025

Mengelola Beban, Memilah Masalah

 "It's not the load that breaks you down, it's the way you carry it." –Lou Holtz

Sebuah pepatah yang ingin menyampaikan bahwa seberat apa pun berat beban yang kita bawa seharusnya tidak menjadi masalah jika kita tahu bagaimana cara membawanya. Kita mungkin sering merasa tak kuasa menahan beban, apa pun bentuknya beban yang berupa benda ataupun masalah yang membebani. Kalau dari pepatah tadi berarti jika kita merasa keberatan membawa suatu beban maka yang perlu diperbaiki adalah cara membawanya. Ada yang membawa benda dengan dipikul, dijinjing, dibopong, diangkat, digeser dan sebagainya. Dan perbedaan cara memindahkan benda atau penyelesaian masalah yang membebani itu tergantung dari besar kecilnya benda, jenis benda dan lain-lain. Memang benar jika ada pepatah yang mengatakan semua butuh ilmu, kehidupan di dunia membutuhkan ilmu kehidupan di akhirat pun juga sama membutuhkan ilmu agar bisa selamat melewatinya. Sama seperti menyiasati setiap beban yang kita tanggung, kalau kita tahu ilmunya maka semua beban itu tidak akan terasa berat padahal tidak ada yang berubah dengan berat beban itu, tetapi rasa dan proses penyelesaiannya menjadi lebih ringan dan memudahkan. Lalu bagaimana cara mensiasati beban yang sedang kita tanggung agar benar cara membawanya? Berikut saya coba rangkum dari pengalaman saya pribadi. Karena berdasarkan pengalaman pribadi maka tulisan ini hanya bersifat sharing pengalaman saja ya teman-teman, jika ada yang bisa dijadikan rujukan yang silakan diambil, jika berbeda pandangan semoga tidak menjadikan diri kita merasa yang paling benar. Lalu bagaimana cara saya membagi dan menocba menyelesaikan beban yang harus saya pikul yaitu:

1.    1. Selesaikan satu persatu dari yang paling sederhana

Beban yang saya maksud dalam tulisan ini bisa bersifat umum, hal itu bisa berupa beban pekerjaan atau mungkin beban pikiran karena masalah pribadi. Setiap orang pasti mempunyai masalah, selama kita masih hidup maka kita pasti akan selalu berpindah dari satu masalah ke masalah yang lain. Bahkan sejak masih sekolah di taman kanak-kanak kita juga pasti sudah berhadapan dengan masalah. Bedanya yaitu di usia kita yang sekarang, kita pasti menghadapi masalah yang lebih banyak dan berat. Bahkan kadang masalah itu datang secara bersamaan, hingga membuat kebingungan mau menyelesaikan masalah yang mana dulu nih. Kalau saya lebih memilih mengerjakan sesuatu yang masih dalam jangkauan saya, mulai dari yang dekat-dekat dulu saya coba selesaikan. Atau mulai dari pekerjaan yang sederhana dulu, jika satu pekerjaan sudah selesai biasanya akan memberi motivasi tambahan untuk bisa menyelesaikan pekerjaan lainnya.

2.    2. Pilah berdasarkan prioritas

Meski di poin pertama tadi saya memilih untuk mengerjakan pekerjaan yang sederhana maka bukan berarti saya melupakan masalah prioritas dari pekerjaan-pekerjaan yang ada. Dari pekerjaan-pekerjaan atau permasalahn yang harus diselesaikan tentu saja dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangan pekerjaan mana yang mendesak atau butuh segera ditangani. Misalnya pekerjaan atau permasalahan kita ada banyak yang cukup rumit maka saya akan mencoba mengurainya agar menjadi jelas, sehingga akan mudah mendeteksi persoalan mana yang butuh penanganan segera, amanah yang bisa didelegasikan dan mana yang bisa dikerjakan nanti setelah prioritas utama diselesaikan.

3.    3. Buat Batasan

Membuat Batasan artinya menyadari kemampuan diri. Kesadaran tentang sejauh mana kita bisa menanggung beban akan membuat kita lebih paham bagaimana mengelola hati dan pikiran kita dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada. Ada masalah yang bisa diselesaikan namun ada pula masalah yang hadirnya memang cukup kita diamkan saja. Pemaksaan diri untuk bisa menyelesaikan dan mencari tahu penyebab semua masalah hanya akan menambah beban pikiran. Ada hal-hal yang berada di bawah kendali kita tetapi banyak juga hal-hal yang di luar kendali kita. Hal-hal yang bisa kita kendalikan seperti bagaimana kita memandang permasalahan, pikiran kita dan cara merespon setiap masalah yang datang. Sedangkan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan seperti masalah yang datang dari arah yang tidak kita sangka, sakit, maut atau rejeki, pandangan orang lain terhadap kita atau sikap orang lain terhadap kita. Semuanya itu di luar kendali kita, yang artinya kita tidak bisa mempengaruhi atau mengatur itu semua. Dengan kesadaran adanya hal-hal yang tidak bisa atur lalu kita melepaskannya dari beban pikiran kita maka akan sangat membantu pikiran kita lebih fokus pada hal-hal yang memang harus kita selesaikan. Tidak memaksa otak memikirkan hal-hal yang memang bukan ranahnya adalah bentuk penerimaan tentang adanya kekuatan di luar sana yang berkuasa atas itu semua. Tingkat penerimaan mengenai hal-hal yang tidak menjadi kuasa kita akan menjadikan kita lebih tenang dalam menjalani hidup dan menghadapi masalah. Karena kita semakin paham bahwa tidak semua masalah membutuhkan otak kita untuk memikirkan penyelesaiannya. Cukup menyerahkan pada Sang Maha Kuasa sebagai yang memiliki wewenang tunggal di dalamnya. Memberikan porsi semestinya menjadi kunci agar tetap bisa menjalankan kehidupan dengan lebih tenang.

4.    4. Berikan waktu istirahat

Sebuah kayu atau bambu jika terus menerus dipakai untuk mengangkat beban pasti akan mudah patah, apalagi manusia yang mempunyai rasa lelah pasti juga akan merasakan kelelahan yang luar biasa apabila terus menerus dipaksa tanpa henti untuk selalu setiap waktu menyelesaikan masalah atau beban pekerjaan. Bahkan memforsir diri adalah perbuatan yang dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa seseorang yang bekerja terus menerus tanpa jeda waktu istirahat tidak akan menjadikan pekerjaannya lebih baik daripada orang yang memberikan waktu istirahat untuk dirinya. Parahnya lagi, bagi orang yang melupakan atau tidak memberikan waktu istirahat bagi tubuhnya akan rentan dengan berbagai penyakit yang disebabkan oleh stress seperti misalnya depresi, hipertensi, jantung bermasalah, penyakit diabetes dan berbagai penyakit lainnya. Untuk itu penting bagi diri untuk bisa mengenali alarm yang diberikan oleh tubuh. Misal kita yang sering bekerja di depan laptop atau layar komputer tentu pernah merasakan mata mulai perih yang disebabkan mata terlalu lama bekerja di depan layar komputer atau laptop dan itu artinya kita perlu mengistirahatkan sejenak mata kita dengan mencari aktivitas dan mencari udara segar. Atau mungkin karena di usia dewasa atau sudah bekerja tentu mengalami banyak masalah dan hampir setiap hari seolah menutup kemungkinan untuk sekedar mengistirahatkan pikiran dan badan. Hal itu tidak lantas kita melupakan hak-hak tubuh kita, melupakan sebentar masalah yang sedang kita hadapi dengan melakukan aktivitas yang disenangi tentu akan menyegarkan hati dan pikiran. Dengan hati dan pikiran yang segar pasti akan sangat berpengaruh pada Kesehatan badan kita. Masalah itu akan tetap muncul dan selalu ada selama kita masih hidup, mengalihkan pandangan sebentar saja pada sesuatu yang membahagiakan akan memberikan motivasi baru dan memberikan semangat lebih sehingga kita selalu bisa menghadapi masalah dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.

Itulah beberapa hal yang bisa saya ungkap dari pemaknaan pepatah di awal tulisan ini. Semoga bisa memberikan pandangan baru dan manfaat untuk menjalani kehidupan yang lebih manusiawi. Karena kita adalah manusia dengan segala permasalahan yang dihadapi dan dibatasi dengan berbagai kelebihan dan kekurangan sebagai hamba

Lakukan Saja Semampumu

 “Do what you can, with what you have, where you are.”—Theodore Roosevelt

Saya teringat apa yang telah disampaikan oleh Gus Baha. Pada suatu kali beliau pernah ditanya oleh salah seorang jamaah pengajiannya. Orang itu bertanya tentang peran sekolah atau Lembaga Pendidikan tertentu yang seolah-olah menjadi jaminan jika seseorang bersekolah di sekolah itu maka akan menjadi sukses. Sebagai ulama ahli ilmu hakikat tentu Gus Baha menjawab pertanyaan tadi lewat ilmu hakikat. Menurut beliau hal tersebut tidak bisa dijadikan jaminan. Di mana pun tempat seseorang itu belajar atau sekolah tidak lantas serta merta menjadikan orang itu pintar lalu berakhir pada keberhasilan hidup. Pada kenyataannya yang biasanya ditampilkan dan terkenal itu yang memang yang sukses, sedangkan yang prestasinya biasa-biasa saja atau bahkan cenderung kurang atau tidak pintar maka tentu tidak akan dikenal masyarakat luas. Lalu bagaimana menyikapi hal tersebut, ketika seseorang sudah bersekolah di sekolah yang sangat terkenal tetapi berujung tidak menjadi apa-apa dan tidak menjadi siapa-siapa. Justru menurut Gus Baha, bodoh itu barokah. Tidak selamanya yang pintar itu barokah. Gus Baha mencontohkan seorang santri yang pintar biasanya akan menjadi kiai dan biasa mengisi pengajian-pengajian lalu dapat “salam templek”. Seorang mahasiswa yang pintar tentu besar kemungkinan menjadi dosen dan akan mengajar di perguruan tinggi lalu digaji. Seorang dokter yang nilainya bagus akan ditempat di kota besar dan mendapatkan berbagai fasilitas dan kemewahan selaknyakan di kota-kota besar.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang ditakdir tidak pintar/bodoh? Ditakdir menjadi apa pun tidak menjadi persoalan. Sebagai contoh jika santri pintar bisa menjadi kiai terkenal, maka santri bodoh biasanya karena desakan ekonomi dia akan merantau ke suatu daerah. Dan di daerah tersebut jika tidak ada aktivitas ibadah dan tempat ibadah pastilah akan membuat santri tersebut gelisah dan akhirnya dengan berbagai cara semampunya mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan mendirikan kelompok pengajian. Begitu juga siswa yang tidak pintar di sekolah akhirnya harus tetap mejalani hidupnya di suatu tempat yang bahkan mungkin dianggap orang sebagai orang yang tidak sukses. Tetapi jika dasar orang tersebut adalah orang sholeh maka aktivitas apa pun yang dia lakukan akan menjadi aktivitas yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah SWT. Kemudian Gus Baha menambahkan lagi, dulu Rosululloh sangat memuji Uwais al Qorni, padahal Uwais al Qorni bukanlah sosok yang terkenal di masyarakatnya bahkan pernah dianggap gila oleh lingkungan sekitarnya. Uwais Al Qorni tidak terkenal di dunia tetapi Namanya terkenal di langit hingga Rosululloh mengirimkan salam untuk Uwais al Qorni. Dan yang dilakukan oleh Uwais al Qorni bukanlah hal-hal yang dianggap hebat oleh manusia pada umumnya. Uwais al Qorni hanyalah melakukan perannya sebagai seorang anak dengan sebaik-baiknya. Cita-citanya untuk bertemu Rosululloh saja tidak bisa dicapainya karena kepatuhan dan baktinya pada ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Berbagai kisah yang disampaikan oleh Gus Baha tadi seolah mengingatkan kita bahwa menjadi bermanfaat tidak harus menunggu kita menjadi hebat. Justru kemanfaatan yang dilakukan dengan segala keterbatasan yang ada dan disikapi dengan Ikhlas justru malah sangat luar biasa. Mungkin kalimat motivasi di awal tadi bertujuan untuk siapa pun harus tetap berusaha dengan apa pun yang dimilikinya dan sedang di mana pun dia berada. Mendayagunakan apa pun yang ada dan berproses tanpa protes.

“Lebih baik menyalakan lilin dalam kegelapan dari pada mengutuk kegelapan itu.”

Pernah dengar juga kan kalimat motivasi itu. Sepertinya hampir sama maknanya dengan yang di awal tadi yang berarti dari pada menyalahkan segala macam ketidaknyaman, ketidaksesuaian keadaan dengan harapan, lebih baik mengusahakan yang terbaik yang bisa dilakukan. Bukankah mengeluh tidak pernah menyelesaikan masalah ? Justru keluhan akan menambah beban menjadi terasa lebih berat. Saya melihat contoh-contoh seperti itu sepertinya ada di emak-emak yang selain melakukan tugasnya mengurus rumah tangga tetapi tetap bisa berkarya tanpa meninggalkan tanggung jawabnya. Sekarang sudah banyak emak-emak yang kegiatan sehari-harinya membuat konten bagi di blog, maupun youtube dan sosial media lainnya. Itu seperti contoh nyata, bahwa mereka seolah tidak mau diam saja meratapi keadaan yang membelenggu dirinya. Dan dari pada nggremeng dan tidak jelas arahnya justru mereka mengambil langkah luar biasa dengan menjadikan kegiatan sehari-hari yang dulu dianggap tidak bernilai sekarang malah bisa dijadikan sumber penghasilan. Ya Allah saya iri sekaligus salut dengan kecerdasan dan kegigihan emak-emak itu. Siapa sangka kegiatan cuci mencuci, memasak dan beres-beres rumah ternyata jika dijadikan konten sangat banyak peminatnya, dan saya salah satunya. Jika dulu ibu rumah tangga dengan segala aktivitasnya itu dianggap Batasan yang menyebabkan seorang istri/ibu tidak bisa berkarya, sekarang tidak begitu adanya. Mengapa mereka bisa sangat berhasil? Karena mereka sudah dalam tahap melakukan dan mempraktikkan apa yang dikatakan oleh Theodore Roosevelt pada kalimat motivasi tadi.

Lalu saya ingin kembali mengingat nasihat Gus Baha, yang kurang lebih artinya adalah tidak ada orang yang tidak memiliki kesempatan untuk bermanfaat buat sesama. Di mana pun dan dalam posisi apa pun dirinya maka tetap ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk bermanfaat. Sekecil apa pun peran kita, kita tetap menjadi pemeran utama dalam kisah kita. Jadi tetap menjadi yang terbaik, berbuat yang terbaik dan memerankan peran sebaik dan setulus mungkin. Biasanya ‘Sutradara’ menyukai pemeran yang sangat apik dan tulus memainkan perannya. Jadi sebagai apa pun kita harus tetap memberikan yang terbaik dalam melakoninya. Ada yang menjadi ibu rumah tangga yang mungkin belum memiliki penghasilan sendiri tetapi setulus hati dan semaksimal mungkin mendidik anak-anaknya dan mengurus keluarganya dengan baik insyaAllah bisa menjadi sumber keberkahan untuk keluarga dan anak-anaknya. Mungkin ada yang sedang menjadi anak yang tidak dianggap sukses dalam karier, tetapi dia ditakdirkan yang mengurus dan merawat orang tuanya, lalu melakukannya dnegan sebaik-baiknya juga insyaAllah namanya bisa seharum Uwais al Qorni dan masih banyak contoh yang lainnya. Jadi kesimpulannya adalah tidak boleh ada kata ‘tapi’ dalam berbuat kebaikan. Tidak boleh banyak alasan dalam mengusahakan kesempatan. Semoga dimudahkan