“Bekerja bukan hanya tentang menghasilkan uang, tetapi juga tentang menciptakan nilai dan meninggalkan jejak.”—Tony Hsieh
Sebagai seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja sebagai
wania karier tentu sudah biasa dengan anggapan orang lain yang seolah
mengkerdilkan peran kita. Sudah banyak sekali perang di sosial media mengenai
peran ibu rumah tangga dan Wanita karier ini. Meski kadang hal tersebut tidak
kami pedulikan, tetapi kami tidak bisa berbohong bahwa jika hal tersebut
berlaku berulang-ulang tentu cukup membuat sakit kepala hingga hati hehehe. Sudah
capek-capek mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak ada matinya, ini malahan
orang dengan seenaknya menghakimi kami sebagai orang yang kurang berguna. Anggapan
itu sering muncul karena posisi ibu rumah tangga yang tidak bisa menghasilkan
uang. Yah, meski harus disadari sekarang ini sudah banyak sekali ibu rumah tangga
yang jago mencari cuan. Saya saja kagum melihat mereka.
Kita bayangkan saja, bangun pagi mereka sudah disuguhi
rentetan pekerjaan rumah yang musti segera dikerjakan. Mulai dari menyiapkan
sarapan dan bekal untuk anak-anak dan suami, lalu mempersiapkan keperluan
seluruh anggota keluarga yang akan pergi keluar untuk bekerja dan belajar. Setelah
anak dan suami pergi sekolah dan bekerja tidak lantas membuat ibu rumah tangga
bisa berleha-leha. Mereka harus sigap membersihkan rumah yang sedari pagi belum
sempat bebenah. Mencuci pakaian, membersihkan kompor dan alat masak bekas tadi
pagi, mencuci piring dan gelas yang telah digunakan oleh anak dan suami serta
tentu saja harus membuat seluruh rumah sedemikian rupa sehingga bisa rapi kembali.
Dan ini bisa memakan waktu cukup lama lo. Sedikit gambaran dari saya saja, saya
biasanya mulai melakukan pekerjaan rumah tangga di jam 5.30. mengapa tidak
lebih pagi? Ya, karena pagi hari sampai jam 5.30 bagi saya adalah waktu untuk beribadah.
Dan saya termasuk yang gampang keringetan saat mengerjakan pekerjaan
rumah, jadi sebisa mungkin beribadah tidak terganggu dengan keringat yang
menempel di badan. Kalaupun pagi harus mencicil pekerjaan rumah maka yang saya
kerjakan adalah mencuci pakaian, karena ini satu-satunya pekerjaan yang dibantu
mesin. Berbagai macam ragam pekerjaan rumah tangga itu baru akan selesai jika
kita yang menghentikannya, sebab kalau tidak tentu 24 jam itu akan dihabiskan
untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga itu. Jadi wajar saja kalau ada
ibu rumah tangga yang memang mendedikasikan seluruh waktunya hanya untuk mengurus
keluarga. Dan semua ini apakah masih dianggap tidak bekerja? Belum lagi Sebagian
ibu rumah tangga di jaman ini sudah merangkap menjadi pekerja entah itu bekerja
dengan orang lain sebagai karyawan atau ada juga yang memilih berwirausaha, dan
ini sangat luar biasa. Meskipun begitu sepertinya bukan lantas bahwa yang profesinya
sebagai ibu rumah tangga saja itu dianggap sedang tidak bekerja. Setelah membaca
kalimat bijak di atas saya termasuk yang lega karena ada yang mengapresiasi
tugas dan peran seorang ibu rumah tangga.
Kalimat dari Tony Hsieh tadi sebenarnya tidak hanya berlaku
untuk peran ibu rumah tangga saja. Tetapi jika kita mau melihat dengan lebih
luas lagi hal itu bisa dijadikan penyemangat bagi siapa saja yang belum bisa
menghasilkan uang. Sebut saja seorang anak, tentu dengan umurnya kita tidak
bisa mengharapkan anak tersebut menghasilkan uang dengan bekerja bukan? Meski mungkin
pada kasus tertentu ada anak yang sudah bisa menghasilkan uang, tetapi itu
tidak bisa dijadikan standar umum. Lalu apakah anak-anak yang belum bisa
mencari uang ini menjadi orang yang tidak bermanfaat? Tidak demikian konsepnya
Ferguso!
Seorang anak yang
mungkin juga seorang pelajar bisa memberikan nilai pada hidupnya dengan melakukan
hal-hal yang sesuai dengan usianya. Misalnya dengan semangat belajar dan
berlatih diri untuk mempersiapakan dirinya kelak. Lalu mengisi hari-hari dengan
hal-hal yang berguna untuk perkembangan jiwa dan raganya. Ini adalah kegiatan
yang sangat bernilai untuk dikerjakan anak-anak. Sudah paham kan anak-anak? Lanjut
ke halaman berikutnya ya…hehehe.
Lalu ada lagi usia yang sudah dianggap tidak produktif
lainnya, misalnya pada orang yang sudah lanjut usia. Bagi kebanyakan orang
lanjut usia sering merasa sebagai makhluk yang sudah tidak berguna. Sehingga sering
kali kita mendengar ucapan dari mereka yang merasa merepotkan anak dan cucunya.
Mereka akan sering merasa sedih dan berucap “Maafkan karena bapak/ibu, nenek/kakek
bisanya hanya merepotkan kalian saja.” Padahal kalau kita mau sadari dari sisi
anak/cucu, mereka tetap mempunyai nilai dengan segala keterbatasan yang
sekarang mereka miliki. Dengan ketidakmampuan mereka, mereka telah membukakan
jalan untuk anak-anaknya bisa meraih surga. Dengan segala kelemahan mereka,
juga pada saat yang sama menjadi ladang pahala bagi anak-anak dan cucu-cucunya.
Mungkin kalau dirasa kurang karena mereka seolah tidak melakukan apa-apa, maka
doa-doa mereka adalah nilai tak terhingga yang mereka punya. Dengan segala rasa
yang telah ditanggung kedua orang tua kita, sepertinya sangat mudah bagi Allah
SWT mengabulkan pinta mereka. Sampai sini kita jadi sadar kan bahwa tidak ada
orang yang tidak mempunyai nilai, kecuali memang orang tersebut yang merendahkan
nilai mereka sendiri. Maksudnya gimana? Sabar, pelan-pelan Pak Sopir.
Lalu bagaimana dengan orang-orang di usia produktif tetapi
belum bisa bekerja dan tidak menghasilkan uang? Rasanya ada banyak orang di
luar sana dengan kondisi ini, dan bagaimanapun beratnya jalan yang sedang
mereka tempuh saya harap mereka atau kita yang sedang di posisi itu bisa terus
semangat. Mensyukuri setiap episode diri adalah satu-satunya cara agar semua
beban itu terasa ringan, memang tidak akan hilang sepenuhnya tetapi minimal
membuat kita mampu melangkah dan terus berusaha. Kuncinya adalah tetap bergerak
dan mencoba menjadi bermanfaat untuk sekitar. Sekecil apa pun peran kita di
dunia tetapi keberadaan kita tetaplah mempunyai arti. Ada sangat banyak
pekerjaan yang bisa dijadikan tempat kita mengabdi. Dan tidak semua pekerjaan
itu berhubungan langsung dengan uang. Jika terus bergerak dan memantaskan diri
rasanya tidak mungkin tidak ada jalan. Allah SWT menjanjikan kebaikan di setiap
perjuangan. Jika terasa berat ya karena kita dianggap mampu melewati itu. Seperti
yang sudah dinasihatkan di awal, terus saja bergerak, terus saja berkarya dan
menciptakan nilai serta meninggalkan jejak-jejak yang baik. Kalau kalian
melakukannya, itu sama seperti sedang menanam pohon kebaikan kawan. Semakin banyak
pohon kebaikan itu kita tanam, insyaAllah kelak akan banyak kebaikan yang bisa kita
panen. Satu lagi yang penting, yaitu tidak pilih-pilih pekerjaan. Karena kadang
kebuntuan jalan kita itu kita sendiri yang buat, kita terlalu memilih mana yang
pantas dan tidak pantas untuk kita kerjakan. Padahal kalau Kembali lagi ke
semangat awal bahwa sekecil apa pun peran kita, tetap jauh lebih baik dari pada
tidak melakukan apa-apa.
Saya pernah mendengar
nasihat dari seorang influencer, penulis dan komika tanah air (Dzawin Nur) yang
isinya adalah larangan menjadi seorang pengangguran. Pengangguran di sini dia
maksudkan pada orang yang tidak melakukan apa-apa. Inilah yang saya maksud
dengan merendahkan nilai sendiri. Karena menurut Dzawin, kalau kita tidak
melakukan apa-apa itu seperti air yang menggenang. Dan air yang menggenang biasanya
merusak sekitarnya. Maka bergeraklah supaya tidak merusak sekitarnya. Lalu Sujiwo
Tedjo pernah juga menasihatkan untuk terus melakukan apa-apa yang ktia suka
meski itu belum bernilai uang. Karena kalau kita melakukannya terus menerus
lama-lama kita akan menjadi ahli di bidang itu. Dan kalau sudah menjadi ahli
maka uanglah yang akan mencari kita, bukan lagi kita yang harus mengejar-ngejar
uang. Saya sangat sepakat dengan pendapat kedua orang hebat tadi, tetapi di sini
saya akan mencoba melihat dari sudut pandang saya pribadi. Sedikit menambahkan kalau
dari saya kuncinya ya lakukan saja semua kebaikan yang bisa kita lakukan meski
sekecil apa pun itu. Karena kebaikan seberat biji sawi pun tetap bisa menjadi
bekal yang sangat bermanfaat bagi kita kelak. Sedaaap…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar