Tulisan yang saya buat untuk menjadi pengingat diri saat lupa mengapa harus menulis.
Mengawal peradaban dengan tulisan. Pagi ini mendapat pencerahan setelah sedikit meragu tentang alasan sebenarnya mengapa harus menulis. Lalu kalimat awal tadi seolah memberi jawaban, menulislah karena masa depan membutuhkan kisah bijak terdahulu. Generasi kemudian akan kesulitan belajar tentang hidup jika mereka hanya dikepung oleh sesuatu semu di genggaman mereka. Kebiasaan membaca harus selalu dihidupkan. Karena jika kelak generasi itu tak tahu ilmu dan tidak menyadari di mana letaknya maka itu kurang lebih merupakan kesalahan generasi kita. Kesalahan kita adalah kita tidak memberikan warisan ilmu itu agar dapat mereka baca dan tiru. Lalu di mana ilmu itu bisa diletakkan? Kalau kamu bukan tipe orang yang senang berinteraksi langsung dengan orang lain, maka jalan satu-satunya adalah membagi kisahmu lewat tulisan. Kisahmu adalah pengalamanmu, tetapi mereka generasi muda dapat belajar kehidupan lewat kisah orang lain termasuk kisahmu. Buat kisahmu yang bermakna yang dapat menggugah jiwa-jiwa lemah dan abadikan dengan tulisan. Jika kisah dan tulisanmu belum cukup hebat untuk mengubah dunia maka rasanya cukup dengan mewariskan jalan pikiran dan cara pandangmu terhadap hidup kepada penerusmu. Agar mereka semua tahu bagaimana ibunya, neneknya atau orang tuanya dalam menyikapi perjalanannya di dunia.
Tugas manusia diturunkan ke dunia konon katanya adalah untuk
menjadi pemimpin. Maka diri ini juga harus bisa mengemban peran itu dengan
baik. Pemimpin yang baik adalah seseorang yang bisa menginspirasi orang lain
untuk berbuat dan berlaku sesuai dengan yang diinginkan sang pemimpin. Maka
berbagilah cara pandangmu lewat tulisan. Bukankah sudah berkali mencoba berbagi
cara pandang lewat kata, setelah ditengok lagi yang tersisa adalah penyesalan
karena tidak sesuai dengan maksud tujuan dan yang ada malah kesalahpahaman. Maka
tulislah kisahmu, ambil dan bagikan hikmah di balik itu, dan biarkan
tulisan-tulisan itu yang akan menemukan jodohnya.
Kali ini saya akan mencoba meresapi berbagai nilai penting dari menulis dan mewariskannya. Jika berbicara mengenai pentingnya tulisan tentu perlu diungkapkan adalah alasan perlu adanya bacaan bagi setiap generasi.
- Membaca adalah seperti membuka cakrawala dunia
Dari dulu buku dikenal sebagai jendela dunia. Karena dengan membaca buku orang menjadi tahu dunia di sebalik dinding rumahnya. Dengan buku seseorang bisa sedikit menyelami dan memahami hati bahkan tempat-tempat yang belum pernah dibayangkan apalagi dijangkaunya. Bahkan di awal ayat yang turun adalah perintah membaca hal itu karena penting sekali mendawamkannya. Ada banyak rasa dan imajinasi yang tumbuh dengan seseorang rajin membaca. Lalu mengapa sekarang membaca seolah kegiatan yang menjemukan dan mulai ditinggalkan? Jika dilihat dari kemampuannya yang luar biasa dalam menunjukkan isi dunia maka seharusnya peran membaca tak akan pernah terpinggirkan. Tetapi nyatanya membaca tidak memberikan candu bagi para pembencinya. Jika di luar negeri minat membaca masih tinggi, lalu mengapa gaya hidup literasi seolah tidak dibutuhkan di negeri ini? Membaca melatih orang untuk dapat memahami secara runut, melatih otak agar tetap bisa meresapi pesan-pesan yang dibagi lewat buku yang dibaca dan juga menghidupkan imajinasi pembacanya. Mungkin salah satu sebabnya adalah masih banyak orang tua yang hanya ingin melihat anaknya membaca buku yang menurutnya bermanfaat misal buku pengetahuan atau buku Pelajaran. Dan membaca buku yang tidak berhubungan langsung dengan prestasi yang jamak diyakini masih diharamkan. Pernah menemui suatu kejadian, seorang ayah yang memaksa anaknya untuk membeli buku pengetahuan, dia memaksa tidak akan membelikan buku jika itu tidak sesuai dengan keinginan ayah tersebut. Jadilah dengan berat hari anak itu menuruti ayahnya, beruntungnya dia masih boleh memilih satu buku sesuai dengan minat yang ingin dibacanya. Lalu sesampainya di rumah bisa ditebak buku mana yang langsung dilahap habis oleh anak tadi. Betul sekali, anak tadi dengan serius membuka lembar demi lembar buku yang tadi dipilihnya. Dan nasib buku pengetahuan yang memang bukan minatnya layaknya seorang anak tiri yang tidak diharapkan kehadirannya. Miris sekali bukan? Lalu salahnya di mana jika seorang ayah atau orang tua mengarahkan anaknya untuk membaca buku pengetahuan? Tentu tidak salah, hanya saja kurang bijaksana dan sikap tersebut bisa menyebabkan anak itu tidak lagi memiliki minat pada buku. Hikmah yang bisa dipetik lalu apa? Kalau menurut saya pribadi menumbuhkan minat baca anak jauh lebih penting dari pada konten yang dia baca. Asalkan genre buku yang menjadi minatnya adalah buku yang masih sesuai dengan umur dan tidak melanggar norma maka itu sah-sah saja. Poin pentingnya adalah menanamkan minat bacanya. Selanjutnya jika minat baca itu telah terbentuk insya Allah akan lebih mudah bagi anak itu untuk menjalani hari karena berteman dengan buku. Jadi masih mending beli buku novel, cerpen atau komik tapi dibaca dari pada beli buku pengetahuan tapi tak disentuh sedikitpun. Ruginya dua kali rugi karena telah mengeluarkan uang dan malah tidak dibaca sama sekali. Dan yang kedua sikap itu tanpa disadari akan membuat minat baca anak tak lagi ada.
- Gencarnya serangan sosial media
Serangan ini terdengar sangat mengerikan, khususnya bagi saya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa kehidupan di jaman yang katanya modern ini ternyata menyisakan banyak sekali bahaya. Seolah kita sekarang sedang tinggal di tengah hutan belantara dan bahaya hewan pemangsa siap menerkan kapan saja karena bersembunyi dan sangat dekat dengan kita. Mungkin itu adalah salah satu ketakutan yang paling menyiksa para orang tua. Bagaimana tidak? Dunia itu sudah ada di genggaman, tanpa ada sekat yang memisahkan wilayah mana yang bisa dijangkau dan mana yang tidak. Jika dulu para orang tua banyak yang memusuhi tayangan di televisi karena banyak tontonan yang tidak mendidik maka sekarang keadaan berubah menjadi lebih tak terkendali. Tak ada Batasan umur untuk akses anak-anak. Dan sosial media ternyata tidak ramah anak kalau tidak mau dikatakan sangat kejam terutama pada anak-anak. Kehadiran sosial media tidak memberikan andil apa-apa kecuali penjerumusan jiwa kecil tak berdosa. Tidak mudah meyakinkan diri melepas anak mengembara di dunia maya. Berbagai cara dipikirkan apa yang sebaiknya dilakukan, lalu Langkah akhir dan semoga menjadi jalan keluar yang baik adalah dengan mendekatkan anak-anak pada buku. Meski itu tidak mudah, karena bagaimanapun gencarnya kita mendekatkan anak pada buku, godaan dunia digital yang menawarkan berbagai hiburan sesaat itu lebih menggairahkan dan ini akan menjadi bencana jika tidak dikendalikan. Mau dibawa ke mana masa depan anak-anak itu nantinya, jika setiap hari hanya sibuk memandangi berbagai potongan kisah, gambar, dan video yang lebih sering berisikan informasi sepotong dan tidak lengkap. Dan parahnya lagi paparan hedonisme, budaya instan dan pornografi seolah sulit dihindari. Seolah ada upaya serius dari pihak-pihak tertentu agar mereka (anak muda penerus) bisa dijauhkan dari Ilahi. Kesalahan langkah dalam dunia maya itu akan mudah menjerumuskan diri dalam lubang kehancuran dan akan sulit untuk keluar. Algoritma dalam dunia maya telah sebuat sedemikian rupa agar tayangan yang muncul disesuaikan dengan minat dan ketertarikan pemegangnya. Sungguh mengerikan, bagaimana jika anak itu sekali saja terjerumus maka tentu akan sulit keluar dari situ. Lalu hadirnya buku-buku yang menarik semoga menjadi pembuka jalan buntu yang mengepung seluruh penjuru.
- Sebuah nasihat bijak: seseorang akan berhenti berfikir jika dia berhenti membaca
Tentu kita pernah mendengar nasihat bijak yang menerangkan
bahwa seseorang akan berhenti berfikir saat orang itu berhenti membaca. Lalu
jika dikaitkan dengan maraknya dunia maya hal ini akan sangat erat berkaitan.
Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu di dunia maya dengan hanya
scroll-scroll sosial media maka selain paparan radiasi ada bahaya lain yaitu mandegnya
kemampuan berfikir orang tersebut. Bagaimana tidak mandeg, dia hanya tinggal
diam lalu berbagai hiburan itu akan terus datang selama kuota internet masih
ada. Semakin dia dimanjakan oleh keberadaan internet dengan beragam hiburannya
semakin jauh ia dari kebiasan membaca dan ini berakibat jangka panjang, yaitu kemampuan
berfikirnya akan semakin tertinggal dan berakhir mandeg. Dia terbiasa disuapi
hiburan tanpa harus lelah mencarinya hingga lupa bahwa kehidupan yang
sebenarnya ada di depan mata dan harus segera dihadapinya. Waktu tidak akan
menunggu siapapun untuk menjalankan tugas dan perannya. Hanya orang-orang yang bersiap
diri yang tidak akan merugi. Maka mewariskan banyak tulisan semoga bisa
mengalihkan dunia orang-orang yang mulai kecanduan dunia maya. Menjaga
kemampuan berpikir para generasi muda menjadi tugas kita semuanya atau
penjajahan itu akan muncul lagi jika kita tidak menjaga gairah berpikir itu. Menurut
pengalaman dan pelajaran sejarah penjajahan lebih mudah terjadi pada bangsa
yang tidak pintar. Karena keengganan berpikir sama artinya mengijinkan otak menjadi
tumpul dan hal itu berarti pula membiarkan kebodohan menjelma dalam jiwa dan
pikiran anak-anak kita. Jadi kalau tidak mau itu terjadi teruslah menulis dan
wariskan ilmu pada generasi muda setelah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar